Surat Untuk Pamit
Kusertakan maaf dan terima kasih, untuk setiap kenangan yang kuanggap berharga. Terima kasih telah menambah guratan pelangi dalam hidupku yang abu-abu akhir-akhir ini. Kau baik, bahkan sangat baik.
Hanya saja kita sedang gagal saling memahami. Aku dan pikiran liarku, kau dan tingkah tak terduga mu adalah dua hal yang hanya akan terus menerus menciptakan kesalahpahaman antara kita.
Aku, manusia biasa ini, tempatnya lelah. Ada banyak beban yang tertampung di kepalaku. Banyak pengalaman-pengalaman tak terencana yang tumbuh menjadi semak belukar di pikiran dan perasaan ku. Untuk itu, mungkin aku akan sangat rentan menciptakan kekacauan dalam hidup beberapa orang, semoga kau tidak harus menjadi salah satunya.
Maaf, setelah pertimbangan yang lumayan menguras energi ini, aku memutuskan menyerah. Beberapa hal memang harus dibiarkan sakit lebih awal, agar nyerinya bisa dijadikan pelajaran bukan malah menghancurkan. Ini belum terlambat kan?
Aku tipe manusia yang terlalu serius ketika memutuskan menerima seseorang dalam hidupku. Setiap titik perasaanku akan kurawat dengan baik, meskipun kau tak akan pernah melihat itu, karena satu yang kusadari, bahwa aku selalu ingin mendapatkan pengakuan dari apa yang selalu kulakukan secara diam-diam. Itu salah satu kekuranganku.
Beberapa hari terakhir ini, aku merasa sedang berjuang sendiri. Yah, meski aku tak bisa memastikan apakah itu firasat yang salah atau benar. Intinya kau yang semakin tenggelam dalam kesibukan membuatku semakin yakin dan sadar diri untuk berhenti. Berhenti dari rutinitas bodoh, menunggu kabar, menggerutu sendiri lalu merasa kesal hanya karena persoalan kecil itu. Kau tau? Ini sangat menyusahkan.
Aku juga menyadari, kupikir selama ini aku telah banyak tahu tentangmu. Tapi salah. Kau adalah apa yang selalu gagal kupahami, gagal kuselami dan gagal kupercaya. Karena itu, aku memilih mundur dan menyerah. Karena mungkin kita memang bukan sepasang yang tepat.
Saat ini, aku akan berusaha pulang ke tempat dan situasi seperti sebelum kau datang dalam hidupku. Di sana, di tempat abu-abu itu bisa kudapatkan ketenangan, tak perlu ada tangis, tak ada tawa atau debar-debar aneh dalam dada. Sekali lagi terima kasih :)
Penulis: Jusmiati, baru saja menyelesaikan pendidikan pada program studi Jurnalistik di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Dapat dihubungi melalui Instagram @jsmiiii_