Mon, 16 Sep 2024
Cerpen / Keiza Valerie / Aug 28, 2024

Gemuruh Ombak Laut

Angin berhembus membuat rambut panjangku yang tak terikat merasakan sejuknya hembusan angin malam itu. Aku menatap ke arah ombak yang perlahan pasang, suara ombak layaknya lagu, membuat diriku tenang di kala isi kepalaku yang riuh.

Aku berjalan menyusuri pesisir pantai sembari menikmati desiran ombak dan suara angin yang berhembus. Aku terhenti sejenak lalu menghembuskan nafas yang dalam.

Seketika memori-memori indah terputar di benakku, tempat dimana aku berlari dan tertawa lepas. Bersama seseorang yang kukira akan selamanya bersamaku, sekarang hanyalah renjana.

Ombak dan langit senja menjadi saksi bisu kebahagiaanku saat itu. Tanpa ku sadari air mata membasahi pipiku, aku mengusap air mataku dengan terisak.

Aku bisa merasakan betapa hangatnya senyumnya kala menatapku, tatapan yang membuatku bisa larut di dalamnya.

Tatapan yang membuatku merasa hangat kini berubah menjadi tatapan dingin hingga aku sadar, dia bukan milikku lagi.

Senjaku kini berubah menjadi lara yang tak kunjung ada obatnya, yang membuatku terus menerus mencari cara agar bisa berdamai dengan rinduku. Aku tau takdir itu jahat. aku sadar bahwa "Harsa itu bagaikan Arutala, indah namun Efemeral."

Senja telah terbenam aku berjalan kembali menjauh dari pesisir pantai, aku memesan taksi online dan bergegas pulang.

Di perjalanan aku membuka galery handphoneku dengan berniat untuk melihat foto-foto yang ingin ku upload di instastory ku, seketika mataku teralihkan oleh 1 hal.

Aku melihat renjanaku, mengendarai sepeda motornya tepat di samping kanan kaca mobil. Dia berhenti untuk menunggu lampu merah menjadi hijau.

Nafasku seakan tertahan jantungku berdegup kencang, mataku terasa panas, Gibran Sergio. Laki-laki dengan tinggi 175cm, rambut ikal dan kulit sawo matang, sosok yang selalu menjadi renjanaku, hari ini aku melihatnya kembali.

Akhirnya dia melajukan kendaraannya menjauh, aku menatap di balik kaca jendela mobil dengan perasaan yang begitu sesak.

Sesampainya dirumah, aku merebahkan tubuhku dengan perasaan yang lelah, lalu menatap kearah langit kamarku, mengingat akan kejadian hari ini.

Dimana aku melihat seseorang yang ku ketahui nama lengkapnya, makanan favoritenya, wangi khas parfum miliknya, dan bagaimana tatapannya kepadaku kala itu.

Kini semua itu telah menjadi rindu. Rindu yang tak tersampaikan, mungkin beberapa orang akhirnya menyampaikan rindunya melalui karya yang dibuatnya, hingga aku sadar.

Terkadang hidup bukan tentang apa yang datang, tetapi manusia seringkali hanya bisa menerima datang namun sulit menerima pergi. “Mata yang indah itu kini telah jauh, menyisahkan mangata bersama Renjana yang Amerta.”

Aku menghela nafas  dalam dan menutup mataku sejenak, lalu mulai berfantasi dengan pikiranku sendiri dan mulai merangkai beberapa kata di dalam benakku, hingga akhirnya aku teringat akan perkataan bunda kepadaku.

Kata bunda,

“Jangan terlalu larut, karena semua yang kau cinta akan pergi.” Aku belajar sejak hari dimana diriku harus melepaskan sesuatu untuk pergi.

Aku melihat ke arah cahaya, yang ternyata laptopku masih menyala, tersenyum tipis. Aku tersadar bahwa aku lupa untuk melanjutkan sesuatu, dengan segera aku berjalan menuju meja belajarku lalu menekan beberapa tombol yang ada pada keyboard.

Aku mulai mengetikkan beberapa kata terakhir di dalam cerita yang kutulis. Kisah yang ku tulis untuk menceritakan tentangmu telah usai.

Jika kisah kita tak abadi di dunia, maka akan kubuat abadi di dalam karyaku.

“Sekarang Amerta lah dalam karyaku.”

 

Penulis: Keiza Valerie, siswa dari SMK Kesehatan Terpadu Mega Rezky, dan ini cerita untuk mu, dapat ditemui melalui Instagram @keizzzzavaleriee_

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.