Status Whatsapp
Sudah beberapa minggu ini, hubungan Asih dan Sulastri merenggang. Mereka memutuskan untuk tidak saling bertegur sapa satu sama lain. Padahal, mereka berdua telah bersahabat sejak bangku sekolah dasar hingga kini, ketika mereka sama-sama sudah menikah dan dikaruniai seorang anak.
Salah satu alasan yang membuat persahabatan mereka langgeng adalah karena mereka tinggal di desa yang sama. Sehingga, komunikasi di antara mereka berdua tetap berjalan baik selama ini.
Justru, semakin bertambah usia mereka, semakin erat pula hubungan mereka. Namun sayangnya, itu dulu. Sebelum akhirnya, terjadi pertengkaran di antara mereka berdua hingga menyebabkan keduanya saling menjauh satu sama lain.
Pertengkaran mereka berdua berawal dari kesalahpahaman Asih terhadap Sulastri waktu itu. Di suatu sore, Asih sedang berbincang-bincang santai dengan Pipit, salah satu tetangga dekat Asih.
Saat itu, Pipit mengatakan bahwa dua hari yang lalu dia baru saja mendapatkan kue bolu dari Sulastri. Mendengar hal tersebut, Asih merasa terkejut.
“Memangnya kamu tidak dikasih? ” Tanya Pipit. Asih menggelengkan kepalanya.
“Kok bisa sih? Padahal, semua tetangga di sini di kasih, kenapa kamu tidak? Lagi pula, bukankah kalian cukup dekat selama ini? ” Kata Pipit.Dia sengaja ingin memancing emosi Asih. Dan sepertinya, usaha Pipit berhasil. Hal itu terbukti dari wajah Asih yang seketika mulai memerah.
Sore itu, Asih benar-benar merasa marah sekaligus tidak terima dengan perlakuan Sulastri kepada dirinya. Dia merasa ini semua tidak adil. Mengapa Pipit dan juga tetangga yang lain diberi sementara dia tidak?
Padahal, selama ini Asih yang selalu menemani Sulastri dalam keadaan suka maupun duka. Dia menganggap bahwa Sulastri sudah melupakan dirinya beserta semua kebaikannya selama ini.
Selain itu, terlepas dari hubungan persahabatan mereka, bukankah kita tidak boleh membeda-bedakan tetangga? Jika tetangga yang satu diberi, maka tetangga yang lain harus diberi juga.
Asih lantas masuk ke dalam rumahnya dan buru-buru mengambil ponsel. Ia membuka aplikasi Whatsapp lalu mengetik sesuatu di sana.
Sahabat? Apa itu sahabat? Cih!
Status Whatsapp Asih terkirim. Tetapi, hatinya masih belum merasa puas. Rasa kecewanya terhadap Sulastri belum sepenuhnya tersampaikan. Maka untuk yang kedua kalinya, Asih memutuskan untuk mengetik sesuatu lagi di ponselnya.
Ini bukan hanya soal kue bolu. Tetapi, juga tentang rasa saling menghargai satu sama lain.
Status Whatsapp kedua terkirim. Asih sengaja menambahkan frasa kue bolu dalam kalimatnya, agar Sulastri mengerti bahwa status tersebut sengaja dibuat untuk menyindir dirinya.
Hingga tak lama kemudian, ponsel Asih berdering. Setelah ia lihat, ternyata panggilan itu dari Sulastri. Tidak salah lagi, pasti Sulastri sudah melihat statusnya itu.
Dengan sengaja Asih menolak panggilan tersebut. Dia sudah terlanjur kecewa dengan Sulastri. Di detik berikutnya, Asih mendapatkan sebuah pesan dari Sulastri. Buru-buru, Asih membacanya.
Apa maksud statusmu itu? Angkat teleponku dulu atau minimal balas pesan ini. Biar saya jelaskan semuanya.
Asih membuang muka. Alih-alih menjawab telepon atau membalas pesan dari Sulastri, Asih lebih memilih menulis status di WhatsApp untuk ketiga kalinya.
Untuk apa menelpon? Untuk mengarang cerita agar aku tidak marah? HAHAHAHA
Status Whatsapp ketiga Asih sudah terkirim. Tak lama setelah itu, Asih melihat Sulastri baru saja menambahkan status. Karena penasaran, Asih lantas membukanya.
Ali Bin Abi Thalib pernah berkata"Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu."
Asih semakin tersulut emosi. Rupanya, Sulastri membuat status Whatsapp itu untuk membalas status Whatsapp miliknya. Oke, kalau begitu. Asih akan membalasnya juga.
Waduh, buat apa bikin status kayak gitu? Biar disangka situ yang benar? HAHAHAHAH
Semenjak hari itu, mereka berdua tidak pernah berbicara lagi satu sama lain. Jangankan untuk berbicara, tiap kali berpapasan di jalan saja mereka kerap kali membuang muka. Bahkan semakin hari, mereka berdua semakin kelewat batas dalam menyindir atau menyerang satu sama lain lewat status Whatsapp.
Kok ada ya orang yang udah tahu dirinya salah, bukannya minta maaf malah ikutan marah. Situ manusia atau bukan sih?
Status Whatsapp Asih terkirim. Meski begitu, matanya masih tetap fokus menatap layar ponselnya. Dia sengaja menunggu sampai Sulastri melihat statusnya. Dia juga penasaran dengan reaksi serta balasan dari Sulastri nanti.
Hingga tak lama kemudian, nama Sulastri muncul dalam deretan nama penonton status Whatsappnya. Asih juga melihat Sulastri baru saja menambahkan status Whatsapp .
Sepertinya, itu balasan untuk sindirannya. Buru-buru, Asih membuka status Whatsapp Sulastri itu.
Wah, sudah mulai parah nih. Coba deh ingat-ingat, siapa yang lebih dulu memulai pertengkaran ini. Kan situ duluan yang nyindir saya di WA tanpa mau mendengarkan penjelasan saya dulu.
Kemarahan Asih semakin menjadi. Bukan hanya marah, Asih bahkan perlahan mulai membenci Sulastri. Diam-diam Asih juga menyuruh seluruh anggota keluarganya untuk menjauhi Sulastri dan juga anggota keluarga Sulastri.
Begitu pula sebaliknya. Sulastri juga tidak segan-segan untuk menyuruh seluruh anggota keluarganya untuk menjauhi Asih beserta seluruh anggota keluarga Asih. Bahkan, keduanya sering menjelekkan satu sama lain di belakang.
Masalah mereka semakin melebar ke mana-mana. Hubungan keduanya juga semakin memburuk. Hingga seiring berjalannya waktu, persahabatan mereka berubah menjadi permusuhan.
Kalau dipikir-pikir, sebenarnya masalah mereka tergolong kecil dan sepele—hanya soal kue bolu. Namun, permasalahan itu menjadi besar ketika keduanya memilih saling menyindir melalui status WhatsApp.
Persahabatan antara Asih dan Sulastri yang telah terjalin selama bertahun-tahun bisa hancur seketika hanya karena sebuah status WhatsApp.
Tanpa sadar, kisah Asih dan Sulastri ini merupakan cerminan dari realitas yang kerap kali terjadi. Di mana sekarang status Whatsapp malah dimanfaatkan sebagai media untuk menyindir orang lain. Selain itu, banyak pula hubungan yang rusak hanya karena sebuah status Whatsapp.
Penulis: Nadia Yasmin Dini. Mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Beberapa karyanya telah dimuat di beberapa media, seperti Radar Madura, Radar Mojokerto, Radar Banyuwangi, Radar Jember, Radar Bromo, Kaltim Post, Solopos, Ayo Bandung, dan Majalah Jakarta.