Tenggelam
Sudah sembilan hari, tim yang dikerahkan oleh pemerintah daerah belum menghasilkan apa-apa. Pasukan marinir, tim SAR, komunitas pecinta alam, relawan serta masyarakat setempat telah berupaya dengan maksimal. Tragedi tenggelamnya seorang pelajar madrasah membuat seluruh masyarakat sekitar resah bahwa korban telah ditahan penghuni air terjun yang merasa terganggu dengan sikap manusia.
Hujan lebat di kawasan bukit kota itu dengan terpaksa membuat Rafa bersama tim penyelamat lainnya berhenti sejenak untuk melanjutkan proses evakuasi. Debit air yang kian meningkat membuat semua orang yang menatap arus air pasti akan takut hanyut, jika tidak mampu menjaga keseimbangan. Dengan memakai rompi, sepatu, dan mantel seadanya, mereka berharap hari ini mayat korban yang tenggelam dapat segera ditemukan.
Lokasi tragedi itu memang berada jauh dari pemukiman warga. Air terjun itu memiliki tiga bagian berjenjang. Untuk sampai ke bagian pertama saja, tim penyelamat harus berjalan empat puluh menit dari anak sungai di kaki bukit.
Mereka akan mendaki jalan setapak, anak sungai, bebatuan setinggi badan manusia, dan melewati jalan setapak lagi hingga sampai di air terjun pertama. Sedangkan jika ingin mencapai air terjun kedua, tim penyelamat harus beberapa kali harus merangkak karena jalan setapak belum sempurna.
Hanya akar dan batang kayu yang bisa dijadikan tumpuan. Dan jika dilanjutkan ke bagian paling puncak, tim penyelamat harus menjaga keseimbangan penuh agar tidak tergelincir ke bawah dengan merangkak sepenuhnya. Dan jika berhasil, mata pengunjung akan dimanjakan dengan menyaksikan pemandangan salah satu air terjun paling indah di Sumatera Barat.
Hawa yang sejuk, air yang segar, dan pohon yang asri akan menjadi daya tarik tersendiri. Wajar saja jika ada siswa yang nekat mengunjungi tempat ini karena tidak harus membayar tiket. Tapi sayang, keindahan air terjun tidak akan bisa dinikmati lagi.
“Apakah korban pergi sendirian ke sini bang?” tanya Rafa kepada Rudi- salah satu relawan yang ikut bertugas.
“Menurut laporan, tidak. Mereka bahkan pergi bersama teman sekelasnya,” kata Rudi sambil memberikan sebatang rokoknya.
“Bukannya aku tidak mau, tapi ini tidak baik ketika akan menyelam nanti,” ucap Rafa.
“Bisa kau rincikan lagi bang!” lanjut Rafa.
Ia penasaran kenapa bisa ada orang yang nekat mendaki ke air terjun seterjal ini.
“Aku kurang tahu detailnya. Tapi setahuku....,” kata Rudi lalu menghembuskan asap tembakaunya.
“Hari itu, korban bersama teman-teman seasramanya pergi berwisata ke air terjun. Tujuan awal mereka awalnya hanya sebatas di bagian pertama karena separuh dari mereka adalah perempuan. Namun empat lelaki nakal diantara mereka nekat menaiki bagian kedua dan ketiga. Keempat lelaki itu mencapai puncak. Mereka pergi tanpa sepengetahuan teman -teman yang lainnya. Di atas salah satu batu bibir air terjun sana-Rudi menunjuk dari bawah, di sanalah salah satu dari mereka terjatuh setelah berfoto bersama. Khawatir, mereka lalu turun melewati bebatuan. Rasa was-was pun menghantui mereka. Sebab, sudah sepuluh menit sejak turun, mereka belum melihat Andri muncul ke permukaan. Mereka lalu mencoba menyelam semampunya. Sayang, derasnya luapan air tak mampu mereka lewati. Mereka lalu mengadu ke masyarakat setempat setelah pasrah mencari. Menurut teman yang melihatnya, jatuhnya korban itu karena batu memang agak licin. Tapi menurut masyarakat sini, itu karena korban ditarik oleh penghuni tak kasat mata.”
“Apakah tidak ada kecurigaan bahwa korban didorong oleh temannya?” tanya Rafa lagi.
“Sejauh ini belum dilakukan penyelidikan. Prioritas utama kita hanyalah untuk mencari korban,” jawab Rudi.
“Lalu bagaimana denganmu. Bagaimana kau bisa yakin bahwa kau dapat menemukan korban? Para tim profesional saja sudah sembilan hari masih buntu,” tanya Rudi yang kesal karena sejak tadi, Rafa terus membual seakan yakin akan menemukan korban.
Rafa lalu menceritakan karomahnya selagi menunggu hujan mulai perlahan mereda.
“Kau boleh menertawaiku bang. Tapi, aku berani bersumpah, bahwa apa yang aku katakan ini sama sekali bukan karangan. Dua hari yang lalu, setelah sehari penuh melakukan pelatihan di sekolah pelayaran pesisir pantai Padang. Tengkukku seketika terangkat dari bantal tidur yang empuk. Mataku langsung terbuka lebar seperti ikan mati – setelah terbangun dari mimpi aneh. Mimpiku masih sama dengan malam sebelumnya. Tetapi, mimpi terakhir ini lebih jelas. Awalnya, aku bermimpi sedang bersemedi di atas batu bibir air terjun. Ketika mata kubuka, aku mendapati telah berada di air terjun yang sangat tinggi. Aku sempat mengelilingi area sekitar. Tidak ada orang sama sekali kecuali percikan air dan suara burung murai. Lalu pada mimpi kedua, aku bermimpi melihat seorang remaja berdiri tak jauh dari tempat aku bersemedi. Rambutnya hitam lurus, kulitnya cukup putih dan alis matanya sedikit tipis. Perawakannya persis seperti korban yang abang perlihatkan tadi pagi. Aku masih ingat tangan kanan remaja itu melambai ke arahku. Aku mencoba menghampirinya. Tetapi, seketika dia langsung melompat tanpa rasa takut. Tanganku mencoba meraih tubuhnya. Tapi, dia sudah terjun secepat Walet.
“Lalu mimpi ketiga?” Potong Rudi dengan menahan tawa.
“Itu lebih aneh bang. Mimpi ketiga adalah yang paling membuatku merinding setelah terbangun. Aku menelan ludah, mataku seakan membesar, dan napasku terengah-engah ,seperti orang tenggelam yang mencoba naik ke permukaan air. Aku bermimpi tenggelam persis bersebelahan dengannya. Mulutnya seperti berkata “tolong aku” di dasar kolam air terjun ini. Aku langsung menelepon ibu di rumah dan menanyakan tragedi apa yang sedang terjadi di kampung.
“Tidak semua mimpi itu harus dilakukan Raf. Tidak semua. Beberapa mimpi bagusnya harus tetap jadi mimpi. Adakalanya mimpi itu menjadi sesuatu yang buruk jika kita lakukan.”
“Kalau sudah tiga hari?” tanya Rafa kembali.
“Maupun sepuluh hari. Mimpi tetaplah mimpi,” ketus Rudi.
“Lihat saja nanti.” Rafa pergi meninggalkan Rudi sekaligus pembicaraan mereka telah berhenti.
Berita tentang tenggelamnya Andri-seorang pelajar di air terjun ini telah tersebar ke seluruh penjuru kabupaten. Berbagai upaya telah dilakukan tim. Adanya kayu tumbang di dalam kolam sempat menyulitkan tim penyelamat untuk melakukan penyelamatan. Upaya mengurangi debit air dengan memasang terpal juga dilakukan. Namun tidak berarti apapun karena hujan yang tiada henti menyebabkan debit air sulit untuk diturunkan.
“Tolong laporkan ke pimpinan, evakuasi hari ini akan kita tunda.” Perintah ketua relawan.
“Tunggu pak! Saya mohon sebentar lagi pak! Ini masih jam dua siang. Lihat, Ini sudah mulai mereda dibanding sebelumnya,” pinta Rafa.
“Memang benar. Tapi ini masih terlalu deras. Berbahaya jika terlalu memaksa.” Ketua relawan lalu mengambil HT dari sakunya.
“Saya mohon pak. Sepuluh menit lagi!” kali ini Rafa menahan lengan ketua relawan.
“Kau ingin mati juga dalam arus yang deras ini? Bisa-bisa kau ikut hilang jika terlalu memaksa.” Ketua relawan memaki Rafa.
“Saya mohon pak. Seperti yang saya katakan sebelumnya, kalian tidak perlu khawatir jika saya gagal menemukannya,” mata Rudi menceritakan kesungguhannya.
Ketua yang bernama lengkap Faisal Saputra itu pun menepuk pundak Rafa. Dan berkata ;
“Sepuluh menit lagi. Setelah itu kita akan lanjut besok pagi apapun yang terjadi.”
Rafa lalu pergi setelah mengambil senter dan kacamata anti air di tenda evakuasi. Sedangkan Rudi dan tim relawan yang lain sedang berdiskusi di bawah tenda perihal rencana terakhir yang harus dilalui.
“Ada satu cara lagi yang belum kita uji. Kita harus mencoba terjun dari atas sana,” kata seorang ahli yang berusia setengah abad.
“Apakah cuma itu satu-satunya cara? Lalu, bagaimana resikonya,” sahut relawan yang lain.
“Peluangnya lima puluh banding lima puluh. Bisa saja kita tenggelam seperti korban. Dasar air terjun ini memang sangat dalam dari air terjun biasanya. Tapi, jika kita melompat dari atas, peluang kita untuk sampai ke dasar kolam lebih tinggi. Memang beresiko. Tapi hanya ini satu-satunya yang belum di uji,” kata alumni kehutanan di salah satu perguruan tinggi Padang.
“Ini terlalu berbahaya. Tak kan ada yang berani akan melakukannya,” kata Rudi sambil melihat seseorang berdiri di bibir air terjun.
“Apakah aku sedang bermimpi?” gumam Rudi mendongak ke bibir air terjun. Seketika ia membuang puntung rokoknya. Wajahnya raut-rautan. Remaja yang sudah ia nasihati malah berdiri tanpa khawair keselamatannya sendiri.
“Hentikan bodoh,” teriak Rudi menyatukan kedua tangan di depan mulutnya. Relawan yang lain turut menatap Rafa.
Tanpa rasa peduli. Rafa dari atas air terjun melompat dengan posisi yang memukau bagi relawan yang menyaksikannya. Kedua tangannya ia satukan seperti atlit renang. Lalu meluncur seperti burung walet menarget mangsa. Air terjun setinggi lima belas meter itu ia terjunkan dengan bantuan gesekan udara.
“Puuufffff,” suara percikan air terdengar mengerikan di telinga relawan.
Para relawan tidak percaya apa yang terjadi. Jantung mereka seakan lepas dari tulang rusuk. Mereka terus menatap kolam air, berharap Rafa muncul membawa Andri.
Sepuluh menit berlalu, Rafa tak kunjung muncul ke permukaan. Relawan yang lain merasa kedua kakinya seperti ada yang menahan, wajah mereka juga semakin menegang. Mereka merasa gagal setelah sepuluh hari evakuasi. Tim yang berjaga di sekitarnya justru semakin was-was, ditambah lagi turunnya kembali hujan membuat air meluap semakin deras.
“Sial. Bongak sekali. Kenapa kita membiarkan remaja SMA itu ikut ke sini.” Ketua relawan menampar wajahnya sendiri.
Rudi yang mendengar ucapan itu menunduk, ia sangat merasa bersalah karena telah membantu mengantarnya sampai ke sini. Rafa merupakan adik kelas Rudi di SMA yang sama. Bereka berjarak usia dua tahun. Ketika Rafa kelas tiga, Rudi sudah diterima menjadi bagian BNPB di pusat kota. Dari rudilah Rafa mendengar kabar bahwa telah terjadi tragedi yang menimpa seorang remaja Madrasah di kabupaten ini.
Ketua relawan melepaskan helm pelindungnya. Ia tidak sanggup lagi berkata . Tidak ada yang berani mendekati air terjun lagi. Luapan yang semakin deras membuat orang-orang khawatir akan ikut terseret hanyut ke dasar kolam. Beberapa orang menahan air mata, sedangkan sisanya meratapi diri.
“To-long,” teriak Rudi bercampur dengan percikan luapan air. Seketika kepala Rafa tiba-tiba muncul di permukaan air berusaha menahan arus.
Raut wajah ketua relawan dan lainnya seperti tak percaya.
“Cepattt!Bantuu!Bantuuu!!” perintah ketua Faisal menunjuk Rafa di tengah-tengah kolam.
Rudi dan relawan yang lain mendekat-mencoba membantu Rafa dan korban agar menepi ke daratan. Di tempat lain, salah satu relawan mengumandangkan adzan-menandakan korban ditemukan.
Rafa ditarik bersamaan dengan korban. Rafa memuntahkan air yang cukup banyak ditelannya. Ia telentang merebahkan badan menghadap tetesan hujan dari langit – seolah sudah tak berdaya setelah hampir mati.
Lalu jasad korban langsung dipindahkan ke kantung mayat yang telah dihamparkan. Untungnya, jasad korban terlihat masih segar. Hanya saja, korban ditemukan dalam keadaan tak utuh. Bagian kanan kaki dan lengan putus karena terhimpit batu.
Wajah Rudi lalu ditampar berkali-kali oleh Rudi.
“PLAK,PLAK,PLAK”, wajah Rafa berbolak-balik kesekian kalinya.
Mata lalu Rafa terbuka. Bekas kemerahan di pipinya masih bisa ia rasakan. Ia sadar apa yang ia rasakan bukan mimpi di siang bolong saja. Akhirnya, tim relawan menandu korban turun ke posko utama di anak sungai. Sedangkan Rudi menggendong Rafa di punggungnya.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Takbir seluruh warga menggema-menanti kedatangan berita baik.
Seseorang yang membersamai bupati lalu memberikan ucapan terima kasih dan selamat. Nama Rafa kabarnya akan dipromosikan pemerintah daerah untuk menjadi tentara melalui rekomendasi wakil bupati.
Ketua Relawan yang mendengar percakapan tersebut setuju. Tapi sebagai gantinya, nama Rafa tidak akan masuk dalam laporan berita.
Penulis: A.Z Har menjadi nama pena bagi Asrul Zulmi. Lahir di Durian Kadap II, Pasaman pada tanggal 8 Maret 2004. Saat ini sedang menempuh Pendidikan S1 di Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang dengan mengambil Prodi Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora. Jika pembaca ingin sharing atau berkenalan bisa melalui email : asrulz0803@gmail.com, instagram : @zulmi1566