Berpuasa Tapi Sia-Sia
Semarak bulan ramadhan 1444 Hijriah, kini kembali menyapa seluruh Umat Muslim yang beriman di Dunia, bulan ramadhan menjadi momentum yang sangat ditunggu-tunggu setiap tahunnya, karena menjadi wadah untuk merefleksikan diri sekaligus mengevaluasi atas aktivitas-aktivitas yang dilakukan di 11 bulan lainnya, kendati sering terjadi perbedaan penetapan awal puasa antar Ormas Islam di Indonesia, semangat menyambutnya tetap meriah dan penuh suka cita.
Sebagai bulan yang selalu dinantikan, banyak umat Muslim yang menjadikan bulan ramadhan sebagai Gold Month (Bulan Emas), istilah tersebut menjadi prinsip beribadah umat muslim di Indonesia yang menganggap bahwa bulan ramadhan sebagai bulan untuk mendulang pahala sebanyak-banyaknya.
Spirit untuk mendulang pahala selalu dikaitkan kepada sesuatu yang transendesial, karena menganggap bahwa ibadah-ibadah yang dilakukan akan mendapatkan bunga pahala yang tumbuh mekar dari sang pencipta. Sejalan dengan spirit beribadah yang terfokus pada transendental, banyak umat muslim lupa bahwa sejatinya spirit tersebut harus sejalan dengan nilai-nilai sosial, yang selalu luput dalam radar keimanan umat muslim.
Kebanyakan muslim masih terfokus pada ibadah-ibadah yang individualistik saja, namun sangat jarang melibatkan orang lain untuk sama-sama mendulang pahala. Selain karena doktrin akan berburu pahala demi ampunan sang pencipta, muslim kebanyakan berfikir akan dihapus segala dosanya yang telah lalu, sebagaimana hadis yang selalu dilontarkan para mubaligh di masjid pada saat ceramah tarawih.
Sebenarnya, tidak ada masalah jika berharap dosa akan dihapuskan, namun jangan lupa bahwa hadits tersebut memiliki makna bagi orang yang benar-benar bertaubat dan beribadah semata-mata mengharap ridho sang pencipta, bukan berarti bulan lalu anda seenaknya berbuat maksiat, lantas bulan ramadhan hanya dijadikan tempat pencuci dosa, pemahaman tersebutlah yang selalu menjebak cara berfikir umat muslim kebanyakan.
Akhirnya, banyak dari mereka yang selepas bulan ramadhan kembali ke laptop alias tetap melaksanakan maksiat yang terus berulang tanpa disadari. Selain itu, banyak juga umat muslim yang ingkar terhadap komitmen untuk senantiasa menjadikan puasa di bulan ramadhan berkualitas.
Kualitas berpuasa seseorang tidak hanya diukur oleh entitas lapar dan menahan haus, tetapi bagaimana seorang muslim mampu mengontrol diri sebaik mungkin, agar bulan ramadhan tidak hanya sebatas pengertian menahan lapar dan haus mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
Ada beberapa habitus umat muslim yang secara tidak sadar membuat puasa menjadi sia-sia, di antaranya. Pertama, Selepas sahur melanjutkan tidur dan tidak beribadah utamanya shalat subuh di masjid secara jamaah sampai pada melewatkan waktu shalat lainnya karena kelamaan tidur dan bangun menjelang berbuka.
Kedua, Ghibah atau menceritakan kejelekan orang lain, hal ini selalu luput dari kesadaran umat muslim untuk senantiasa menjaga lidahnya untuk tidak menceritakan kejelekan orang lain. Ketiga, Memainkan gawainya sepanjang hari hanya untuk menghibur diri dari penatnya berpuasa. Keempat, serangkaian maksiat lainnya seperti berbohong, berkata kotor dan menonton hal-hal yang dapat mengurangi kualitas puasa.
Sejatinya substansi berpuasa tidak hanya sekedar menahan hawa nafsu makan, melainkan menahan segala sesuatu yang dapat menjerumuskan kepribadian kita untuk selalu melanggar ketaatan berpuasa, memang benar syaitan dibelenggu oleh Tuhan di bulan puasa, tetapi manusia selalu menggantikan peran mereka untuk saling menggoda agar nilai ibadah puasa hanya sebatas menahan haus dan lapar.
Oleh karenanya, penting kiranya memahami kembali tujuan, langkah dan hal-hal yang dapat menjadikan ibadah berkualitas, salah satunya dapat memperbanyak mengikuti majelis ilmu. Jika bulan Ramadhan tidak bisa menjadi bulan menabung kebaikan, lantas di bulan apalagi kita harus menabung ?
Penulis: Ibnu Azka, sedang melanjutkan jenjang Pendidikan Magister di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogayakarta, Jurusan Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Kajian Komunikasi dan Masyarakat Islam.