Dua Puisi Karya Sandi
Percakapan Di Meja Makan
Andai bukan apa-apa
aku tak ingin melangkah jauh
Aku hanya ingin menetap di rumah
Menghirup masakan ibu, melihat tungku dapur yang terus mengepul di bawah atap bolong-bolong
Lihat, kini wajah ibu penuh dengan coretan asap. Tapi sungguh dia tetap cantik
Setelah sayur kelor terhidang di meja kayu, lalu ikan asing memberi ruang segar pada mata-mata sederhana
Sesekali suara piring ikut tertawa, setelah tangan kecil adik tak bisa menggapai bakul nasik atau wajah yang mengukir sedih sebab ikan terlampau lihai hingga tandas seiiring waktu
Bapak lalu memindahkan sisa miliknya dengan beralasan kenyang
"Sebab kalian anak-anak bapak, makanlah dan cepatlah tumbu"
Di wajah keriput bapak, senyum itu tak pernah lelah merinai jiwa
Seiring tangisan yang tumpah di piring plastik, lalu ibu mengusapnya dengan tangan bajanya
Bapak bercerita tentang ketegaran
Ibu mengajarkan makna dari ketabahan
meja makan adalah tempat pulang, tempat berbagi cerita tentang hidup dan rasa syukur
Masakan ibu adalah rindu yang menolak dilupakan
Setelah semangkuk jantung pisang merasuk di dinding hati
Aku tak ingin kemana-mana lagi
*
Aku Menyusun Tubuh Ibu
Aku menyusun tubuh ibu
Ingatan
Pada tubuh renta, daun-daun lepas ke tanah.
Sepasang mata berubah sayu.
Do'a ibu yang sunyi.
Tangan lengam tanda hidup selalu kelam.
Ketabahan adalah keberanian untuk bertahan.
Di benak masa kanak-kanak,
kenangan telah menjadi batu nisan.
Kepalaku berusaha menuntun sebuah senyuman,
menuju pelukan yang tak akan pernah tanggal.
Pelukan hangat yang tetap tinggal.
Setiap hari, bayang-bayang ibu selalu berkunjung menuju rumah ingatan.
Telah kukunci pintu ini, tak akan pernah ada namanya kepulangan.
Penulis: Harsandi Pratama Putra, beberapa karya telah dimuat di 4 antologi puisi dan mendapat anugrah literasi dari kampusnya.