Menuju Sekarat
Secangkir kopi kesepian diatas meja mulai akrab dengan dingin
Simfoni malam tak berhasil memecahkan cermin kesunyian
Kaca jendela yang menyimpan sisa rintik bagai layar tv kehilangan remot
Menayankan jalanan yang penuh dengan cahaya bergerak berlawanan
Tak seperti mataku, mata jendela tak pandai menyembunyikan air matanya
Waktu berjalan tanpa tunggu tak peduli mata air muncul ditanah atau dimata
-Aku
Menuju tengah malam jalanan mulai lengan
Narasiku telah kehabisan kata
Namun bayangmu tak kunjung tersorot remang lampu jalan
Dibalik suara sibisukah kau berdiam diri?
Telah ku curi lari silumpuh, tetapi langkahmu mengalir deras
Tak ada yang abadi, kita telah fana
Duniaku kini terbingkai kaca
Hidup lebih mematikan dari kematian
Tapi tada tiba tanpa kepulangan
- Menuju
Sebagian waktu tunggu kuhabiskan untuk menulis puisi
Agar rahasiaku tak perlu sembunyi
Telah kututp mata jendela dengan doa
Untuk bersetubuh dengan sekarat malam nanti
Tapi kematian adalah petualang yang tak kunjung tiba
Aku benci menunggu, namun kasihku setia
: Menunggu pekerjaan yang setia
-Sekarat
Penulis: Indiyus, mahasiswa Pendidikan Antropologi FIS UNM, anggota UKM MAPHAN UNM dan SERUNI.