Puisi-Puisi Nevalina
Melampaui Batas Sendu
Tatkala mentari telah lelah dengan sinarnya
Niscaya rembulan tak lagi sempurna
menerangi gelap sunyi malam
Bumi yang akan menjadi pendasar nestapa
Bagi siapa saja yang terlampau congkak
Memperoleh keuntungan dengan tamak
Tak bertanggung jawab
Bisakah kau jaga ilalang-ilalang permai itu?
Belas kasih dengan flora..
Demi fauna?
Yang bersendu menatap persinggahan mereka
Yang terkikis perlahan
Lihat dan perhatikan sejenak saja..
Betapa banyaknya penghuni hutan rimba
Berlari menuju kota
Mereka bukan mengganggu
Mereka hanya mengadu
Mengisyaratkan
Agar tidak kau usik kehidupan yang tenang
Segeralah bersiap diri
Untuk menyambut deraan pahit
Tatkala lautan tak lagi bergelombang damai
Niscaya dataran gemas
Ingin menghempas apa saja yang singgah di atasnya
Tatkala Hutan tak lagi menjadi penyejuk
Menjadi ganas dengan berapi-api
Niscaya langit bergemuruh
Siap sedia untuk menjatuhkan meteornya
Tatkala awan menjadi kelabu
Niscaya hujan turun tak lagi syahdu
Dengan rintik-rintik
Turun menusuk penuh amarah
Disertai halilintar menggelegar
Bisakah kau hentikan ?
Sebelum semuanya menjadi moster alam
Yang penuh dengan kebencian
Bisakah kau amanah dengan anugerah tuhan?
Cukup !!
Dan hentikan ..
Sekarang..
*
Kuman Jenaka
Ha..ha..ha ..
Itu ungkapan bahagia
Dari sekaleng recehan
Gemerincing yang memecah keheningan
Aku menjadi tak berharga
Ketika telat tertawa
Huhuhu.. Ternyata aku tak mengerti
Isi leluconnya
Seketika itu..
Dunia seakan-akan tak berpihak padaku
Semua menatapku
Seperti makhluk telmi yang aneh
Tatkala flu datang
Membanjiri dua gua
Pandangan temaram
Dahi mendidih
Rakungan kemarau luar biasa
Lalu datang para spesies caplin
Sekutu segala haluan
Dan terserempak ..
Semua lenyaaa...p seperti terhisap
Sluuuuuurph..hh...
Apakah mereka pesulap?
Atau tabib?
Bukan..
Mereka hanyalah sahabat kuman
Dengan milyaran remahan bahan
Demi tertawa bersama
Membentuk paduan suara tawa
Ha.. ha.. ha..
Lepas..terbahak-bahak
Lepas jua urat-urat
Mereka...
Kerupuk renyahku
Lezat untuk dikunyah
Manis untuk dikenang
Pahit untuk dibuang
Memang pantasnya..
Disayang-sayang
*
Makna Cendayam
Sabda alam laksmi kota Makassar
langit yang mendekap angin damai
berpadu menjadi getaran decak kagum
burung-burung melangit dengan sayapnya yang menakwilkan ..
betapa bahagianya menjadi bagian dari makhluk
Di atas bumi sejuta budaya.
Ragam perangai, adat-istiadat, serta bahasa
Mengukuhkan jiwa-jiwa
Disetiap pijakkan yang tiba
Pesonanya selalu mengoyak rindu
Menarik sukma untuk tetap tinggal
Tetap tinggal, menjaga calar-balar sejarah
Sehingga tak tergerus oleh lupa
Geloranya..
Mendorong awan-awan untuk bersuka-cita
Menanamkan budi luhur
Bagi generasi penerusnya
Dan...
Tak tergantikkan
Desiran pasir pantai berbisik menawan
Hai losari...
dirimu sungguh menggugah hati
Izinkan aku, yang mengagumi elokmu
Untuk menjadi pelindung setia
Tanahmu, dan partikelnya
Adalah bagian dari tanah surga
Salah satu bukti..
Sucinya hati para pejuangnya
Maka...
Izinkan aku menjadi penikmat hiruk-pikuk kota di pagi soremu
Izinkan aku...
Menjadi pengagum lembah-lembah di pedesaanmu...
Izinkan aku menjadi penghuni bumimu
Selamanya...
Penulis: Nevalina, Volunteer of Islamic Teenager.