Fri, 03 Oct 2025
Puisi / Evy Uswatun Hasanah / Sep 20, 2025

Semu Sebelum Temu

Semu Sebelum Temu

 

Kita pernah jadi rumah

yang tak pernah selesai dibangun— atapnya dari tawa,

dindingnya dari potongan waktu yang kita bagi. Kita berteduh di situ,

tanpa tahu apakah kita sedang tinggal atau hanya singgah.

 

Tak ada temu,

hanya jarak yang kita rawat dengan huruf-huruf di layar. Dan dari sana,

aku mengenal suaramu lewat diam, mengenal hatimu lewat jeda.

 

Namun akhir datang

bukan dengan pertengkaran, bukan dengan kata pisah— hanya hening

yang tiba-tiba betah tinggal di antara kita. Percakapan terhenti,

seketika gelap merambat.

 

Mungkin itu ego, mungkin sekadar lelah,

atau mungkin kita memang hanya kabut yang tak pernah menjadi hujan.

Tak pasti, tak selesai,

dan kini asing terasa begitu akrab.


Kita hanyalah cerita yang tak punya bab akhir, hubungan yang hanya hidup di antara

salam pembuka dan titik tiga. Semu sebelum temu—

dan mungkin,

takkan pernah temu sama sekali.

*

Lenyap

 

Kupintal rindu dari benang senja,

kuselipkan di antara bisik angin.

Namun langit menutup pintunya

sebelum doa sempat mengetuk.

 

Bintang-bintang pernah kutitipkan namamu,

tapi satu per satu padam

di telapak malam.

Yang tersisa hanyalah gelap

yang menelan arah pulang.

 

Kupeluk bayangmu

hingga jariku berdebu,

namun pelukan itu kosong—

seperti meraih air

yang mengalir dari sela tangan.

 

Kini, segala yang kupahat dalam hati

menjadi reruntuh sunyi.

Tak ada warna, tak ada suara,

hanya gemuruh yang mengendap

di lorong dada.

 

Dan aku mengerti…

ada mimpi yang memang dicipta

untuk hilang,

untuk menjadi angin,

untuk lenyap—

seperti hujan yang mati

di udara.

 
 
Penulis: Evy Uswatun Hasanah, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo.
 

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.