Thu, 25 Apr 2024
Puisi / Dec 20, 2020

Yang Terasing Lalu Padam

Disini orang bisa menyamar, tak ada pengecualian tentang itu.
Disini sudah tak ada Wiji, Gie, Udin, ataupun Marsinah yang pemberani.
Seiring kepulangan teriakan mereka, lenyap diantara riuh kebisingan.
Seperti binar senja yang dilumat habis oleh gedung-gedung tinggi di perkotaan, diantara teriakan tubuh-tubuh kekar mengusir para pekerja kaki lima.

Bukan tak ada apa-apa, bukan moral ataupun belas kasihan.
Kita adalah keterasingan diantara suara-suara penuh dusta.

Punggun coklat terbakar api, suara tangis menyayat hati.
Kematian adalah jalan pulang menuju kesunyian.
Lalu mereka merancang surga diantara suara redam batuk di gubuk kardus.
Menyeduh tawa pada piring-piring keramik, di sebuah restoran mewah penuh bau parfum.

Esok tak ada lagi, setelah kita menjadi serpihan mangsa pada keadaan, tak kenal pada kepala, melupa pada ingatan, terasing pada diri sendiri.

Lalu aku memanen janji di warung kopi....

Setelah pramoedya mengajak bermalam mingguan. Menghirup bau tembakau dari piring-piring kejayaan.

Aku berencana pulang menuju rahim ibu

 

Penulis: Harsandi Pratama Putra, menerbitkan 4 antologi puisi dan mendapat Anugerah Literasi dari kampusnya, saat ini menempuh studi di UIN Alauddin Makassar Prodi Jurnalistik.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.