Fri, 19 Apr 2024
Resensi / Mar 29, 2021

Intip Masa Keemasan Islam Melalui Novel Syaneem

Judul : Syaneem
Penulis : Khaeriyah Nasruddin
Penerbit : Shofia
Cetakan : Pertama, 2021
Halaman : 237 halaman
ISBN : 978 - 602 - 5862 - 47 - 2

 

Kisah gadis muslimah yang menderita sakit Limfoma Hodgkin. Ini adalah salah satu jenis kanker getah bening yang menyerang kekebalan tubuh penderitanya hingga rentan terhadap virus dan infeksi. Syaneem mulai mengetahuinya setelah memeriksakan diri secara intensif di salah satu rumah sakit.

Dunia Syaneem seakan runtuh saat mengetahuinya karena tidak menyangka benjolan yang kadangkala muncul di leher kirinya adalah gejala awal dari penyakit kanker Limfoma Hodgkin.

Gadis ceria dan periang itu menjadi pendiam serta berpikir Allah tidak sayang padanya. Namun kehadiran mama dan Rizka, sahabat karibnya, selalu memberikan semangat untuk berjuang demi kesembuhannya. Mereka selalu mengatakan bahwa Syaneem adalah gadis kuat dan tangguh hingga Allah SWT mengujinya dengan sakit itu.

“Yang kuat, ya, Nak, karena kamu gadis kuat maka Allah mengujimu lewat sakit ini.” hal. 110

Syaneem juga sering membaca buku dari dr. Aysel yang merupakan salah satu dokter ahli penyakit dalam yang setia memantau perkembangan kesehatannya. Buku-buku tentang pejuang-pejuang Islam pada akhirnya membuka pikiran dan pandangan Syaneem pada kematian.

Rindu akan mati hanya mensyaratkan kepada orang beriman. Bukankah hidup tak terlepas dari perjuangan? Kenikmatan tak bisa diraih dengan kenikmatan.” hal. 112

Dari kerinduan itu pulalah Syaneem memilih menginjakkan kaki di negeri yang pernah menjadi jantung peradaban Islam, Turki. Syaneem merealisasikan mimpinya setelah membaca buku tentang Muhammad Al-Fatih. Perjalanan liburan itu membawa Syaneem berkenalan dengan pemuda Turki penyuka fotografer.

Kehadiran Gokhan sangat membantu Syaneem menyusuri benteng Konstantinopel di kota Istanbul. Sebuah kota yang pernah dihuni oleh tiga imperium besar, yaitu Romawani, Byzantium, dan Islam.

“Pada waktu dhuha, tepatnya hari Selasa 29 Mei 1453, Mehmed II sujud syukur bersama pasukannya karena berhasil memasuki kota ini dan inilah pintu yang dia lewati.”  hal. 131

Membaca novel ini membawa kita menapaki kisah orang-orang yang berjuang menegakkan Islam rindu pada kematian, kita juga dapat menyaksikan kebesaran Islam di bumi Turki.

Melalui kisah Syaneem, penulis sebagai pembaca dapat mengetahui beberapa hal. Pertama, teluk yang berada di sisi benteng Konstantinopel dan terbentang sampai laut Marmara disebut sebagai Golden Horn, karena warna airnya menjadi keemasan ketika terkena sinar matahari sore.

“Perlu kamu tahu, Syaneem, teluk Golden Horn dinamakan Golden karena warna airnya menjadi keemasan ketika terkena sinar matahari sore.” hal. 116

Kedua, di bawah pemerintahan Sultan Mehmed III bunga Tulip mencapai puncak ketenarannya sehingga dikenal sebagai Lale Devri dan hal ini mematahkan pendapat bahwa bunga Tulip merupakan simbol dari negeri kincir angin, Belanda.

“Sultan Ahmed III bahkan mengeluarkan aturan tegas untuk mengasingkan siapa saja yang berani memperjual-belikan bunga Tulip di masa itu.” hal. 89

Sebenarnya masih banyak lagi kejutan-kejutan indah tentang kota Istanbul dengan peninggalan keemasan islam dalam novel ini yang belum penulis sebutkan.

Penulis novel Syaneem begitu lihai menguntai kalimat sehingga menggugah perasaan para pembaca. Membawa para pembacanya mengarungi negeri asal masjid Hagia Sophia dalam imajinasi.

Begitu pula karakter utama para tokohnya yang saling berkaitan hingga pembacanya larut dalam kisah romantisme dan keindahan dunia islam di masa Ottoman. Buku ini sangat recommended untuk menambah deretan koleksi buku bacaan.

 

Penulis: Takdir Alhabsy

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.