Thu, 12 Dec 2024
Esai / Muhammad Riszky / Dec 28, 2020

Disabilitas dan Akses Pendidikan Tinggi

Disabilitas merupakan suatu kondisi berbeda layaknya orang normal pada umumnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.

Data yang diliris World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 15 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 36.150.000 orang dari total penduduk 241 juta jiwa. Banyak penyandang disabilitas seyogyanya menjadi perhatian serius bagi pemerintah Indonesia. Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama setiap warga Negara salah satunya dalam hal pendidikan.

Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang disabilitas diterangkan dengan jelas dalam pasal 2 terdapat 11 asas pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, diantaranya tanpa diskriminasi, kesamaan kesempatan, aksesibilitas, dan inklusif. Terlebih pada pasal 5 ayat mengenai hak disabilitas terdapat 22 hak diantaranya pendidikan, aksebilitas, dan pelayanan publik.

Bila merujuk asas tersebut sudah jelas bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama termasuk dalam akses pendidikan. Pendidikan sebagai sumber pengetahuan untuk berkembang dan melanjutkan kehidupan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Hal tersebut telah dipastikan pasal 31 ayat 1 dalam UUD 1945 bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Sehingga setiap jenpang pendidikan di Indonesia telah dijamin haknya bagi penyandang disabilitas termasuk jenjang pendidikan tinggi.

Memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas tentunya dibarengi sarana dan prasarana serta aksebilitas yang dapat mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas. Sebagai bentuk kepastian hukum mengenai akses pendidikan bagi penyandangan disabilitas dibuat Permendikbud Nomor 46 Tahun 2014 tentang Pendidikan Khusus, Pendidikan Layanan Khusus dan/atau Pembelajaran Layanan Khusus Pada Pendidikan Tinggi. Salah satu tujuannya yakni pada pasal 2 ayat 1 bahwa untuk memperluas akses dan kesempatan bagi warga Negara penyandang disabilitas untuk mengikuti pendidikan tinggi.

Hak pendidikan bagi penyandang disabilitas telah diatur Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 pasal 10 terdiri atas: a. mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus; b. mempunyai Kesamaan Kesempatan untuk menjadi pendidik atau tenaga kependidikan pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan; c. mempunyai Kesamaan Kesempatan sebagai penyelenggara pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan; d. mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai peserta didik.

Terjaminnya penyandang disabilitas dalam akses pendidikan tinggi menjadi modal besar bagi mereka dalam melanjutkan pendidikan. Kampus- kampus seperti UNM, UI, UGM, UB, UNJ dan masih banyak kampus lainnya menerima penyandang disabilitas untuk mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi. Bahkan beberapa kampus membuat seleksi khusus untuk mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas.

Ketika mahasiswa penyandang disabilitas telah masuk di perguruan tinggi, sudah ada kepastian hukum yang didapatkan. Hal tersebut diatur pada Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi pada pasal 37 ayat 1 bahwa perguruan tinggi harus menyediakan saran dan prasarana yang dapat diakses oleh mahasiswa yang berkebutuhan khusus. Lanjut pada ayat 2 menerangkan bahwa sarana dan prasarana terdiri atas: a. pelabelan dengan tulisan Braille dan informasi dalam bentuk suara; b. lerengan (ramp) untuk pengguna kursi roda; c. jalur pemandu (guiding block) di jalan atau koridor di lingkungan kampus; d. peta/denah kampus atau gedung dalam bentuk peta/denah timbul; dan e. toilet atau kamar mandi untuk pengguna kursi roda.

Keseriusan pemerintah tidak cukup sampai disitu, pendataan mahasiswa disabilitas juga dilakukan guna mengetahui jumlah mahasiswa disabilitas yang ada di perguruan tinggi. Melalui surat Nomor 076/B/LL/2017 perihal Pemetaan Mahasiswa Disabilitas di Perguruan Tinggi menginstruksikan kepada perguruan tinggi agar mahasiswa disabilitas dapat mengisi instrument pemetaan mahasiswa. Bahkan Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada tahun 2017 mencanangkan 2.000 beasiswa kepada mahasiswa disabilitas yang dibuktikan dengan surat Nomor 258/B/TU/2017 perihal Program Keberpihakan untuk Mahasiswa Berkebutuhan Khusus dan Penyandang Disabilitas.

Semangat penolakan diskriminasi dan akses pendidikan yang berkeadilan bagi penyandang disabilitas juga dibarengi dari kalangan dosen dan mahasiswa itu sendiri. Melalui diskusi, pemutaran film, hingga upaya advokasi terus dilakukan. Seperti yang dilakukan oleh Universitas Indonesia membuka layanan bagi mahasiswa penyandang disabilitas yang menyandang disabilitas. Upaya advokasi sarana dan prasarana juga dilakukan oleh fungsionaris lembaga kemahasiswa salah satunya di Universitas Negeri Makassar dalam tuntutan aksi selalu membaca isu disabilitas seperti pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana mahasiswa bagi penyandang disabilitas.

Banyaknya kepastian hukum dan juga dukungan dari berbagai kalangan bagi penyandang disabilitas memberikan sinyal positif untuk tidak lagi mengkhawatirkan persoalan akses pendidikan khususnya pendidikan tinggi. Sudah banyak contoh mahasiswa penyandang disabilitas yang berprestasi di kampusnya. Salah satunya dua mahasiswa Universitas Brawijaya Herliny Meunthia Ranthy dan Fikri Muhandis yang memperoleh nilai akademik tertinggi pada masing-masing program studinya. Laode Muhammad Idrus, mahasiswa tunanetra yang berhasil menyelesaikan pascasarjana di Universitas Negeri Makassar dalam 2 tahun dengan IPK 3,78.

Jadi dukungan dari semua pihak dalam menunjang akses bagi disabilitas merupakan langkah progresif untuk Pendidikan yang berkeadailan. Akan selalu ada orang-orang yang membela dan memperjuangkan hak akses pendidikan. Bersama terus mengawal isu yang berkaitan dengan penyandang disabilitas demi mewujudkan pendidikan berkeadilan sehingga cita-cita bangsa mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya golongan-golongan tertentu melainkan semua rakyat Indonesia.

 

Penulis: Muhammad Riszky (Mahasiswa Psikologi UNM dan Pegiat Literasi di Stimulus Paradigma)

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.