Inferior ataukah Superior, Perempuan?
Membahas masalah perempuan adalah hal yang sangat menarik dan tiada hentinya menjadi sebuah diskusi untuk dibahas oleh perempuan maupun laki-laki. Sejak ribuan tahun yang lalu perempuan adalah makhluk yang selalu dibawah laki-laki, hingga sekarang ini masih terasa disekitar kita dalam kehidupan sehari-hari. Lalu, apakah perempuan zaman dahulu berbeda dengan zaman sekarang? Bahwa laki-laki adalah makhluk yang paling atas atau biasa dikatakan makhluk superior dan perempuan ialah makhluk yang paling rendah atau inferior.
Perlu kita ketahui bahwa pada zaman dahulu atau Pra-Islam adalah masa yang dikenal sebagai periode kebodohan atau masa jahiliyah. Pada masa itu perempuan tidak mendapatkan hak apa-apa dan diperlakukan tidak lebih dari barang dagangan oleh laki-laki. Asghar Ali Engineer mengatakan dalam bukunya Hak-hak Perempuan dalam Islam bahwa pada bangsa Arab, seorang ayah sudah terbiasa menguburkan anak perempuan hidup-hidup dengan alasan bahwa ketika anak perempuan tetap hidup maka ketakutannya akan menimbulkan beban ekonomi dan dijadikannya sebagai manusia yang diperbudak serta stereotype bahwa perempuan merupakan generasi yang sangat sial dan tak ada untungnya.
Kemudian pada abad pertengahan perempuan masih dianggap sebagai inferior bahkan perempuan disimpulkan sebagai jenis kelamin tingkat terendah. Bahwa perempuan adalah bukan manusia yang seutuhnya, perempuan adalah makhluk pendosa besar dibanding laki-laki sebab perempuan dipandang sebagai setan atau penggoda laki-laki untuk berbuat dosa. Jelas bahwa pada zaman jahiliyah adalah laki-laki makhluk yang superior dan perempuan sangat inferior.
Pada era modern ini, dengan pengetahuan pada zaman jahiliyah membuat para perempuan diera ini semakin progres untuk mencaritahu identitasnya dan memperjelas dalam kitab suci (Al-Qur’an) dan mencari kebenaran dari zaman jahiliyah tersebut. Untuk itu sebagian perempuan bergerak dengan berbagai metode masing-masing.
Muncullah gerakan-gerakan kesetaraan gender yang merupakan hasil konstruksi sosial yang membedakan bagaimana laki-laki dan perempuan dipersepsikan melalui konsep diri yang bersifat maskulin dan feminin. Kesetaraan gender pula bukan bermaksud untuk menyamakan antara laki-laki dan perempuan secara umum akan tetapi lebih kepada tercapainya keadilan gender atau memiliki hak yang sama antara perempuan dan laki-laki.
Banyak perempuan muslim yang merasa terdiskriminasi dalam kehidupan sehari-hari oleh laki-laki, utamanya di Indonesia dalam berbagai bidang. Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjelaskan diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengecualian, pembatasan yang langsung maupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan berbagai bidang. Diskiriminasi maksudnya ialah membeda-bedakan antara orang satu dengan lainnya yang secara langsung megalami keadaan yang timpang atau perilaku yang tidak adil.
Lalu, bagaimana pandangan Islam tentang perempuan?
Terjadinya diskriminasi dikarenakan faktor budaya dari zaman jahiliyah tersebut. Selain itu, stereotype terhadap perempuan semakin timpang, apalagi ketika dikaitkan dalam agama Islam tentang pandangan negatif proses penciptaan manusia yang dikatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Itulah alasan utama laki-laki sebagian yang merasa dirinyalah makhluk superior dibanding perempuan sebab tafsiran dari awal sejarah proses penciptaan manusia terlihat jelas bahwa laki-laki lebih superior dan perempuan inferior serta pelabelan bahwa agama Islam pula adalah faktor pelanggengan ketidakadilan gender.
Sebagai umat Islam tentunya Al-qur’an ialah sebagai pedoman paling utama. Dari apa yang saya dapat, bahwa ternyata pandangan laki-laki yang selalu mendiskriminasi perempuan dengan alasan kuatnya bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Pandangan atau pengetahuan itu tidak ada dalam Al-qur’an atau ayat yang tercantum.
Begitu pun dalam buku Filsafat Perempuan dalam Islamkarya Murtadha Mutahahhari bahwa “sama sekali tidak ada bukti atau indikasi dalam Al-qur’an tentang apa yang ditemukan atau terdapat beberapa ayat bahwa perempuan diciptakan dari varietas yang lebih rendah kualitasnya dari pada varietas laki-laki. Hanya saja terdapat dalam satu hadis riwayat Bukhari tentang penciptaan Hawa yang berasal dari tulang rusuk yang paling bengkoknya Adam, itupun banyak penafsir yang menanggapinya dengan negatif atau bisa dikatakan bahwa penafsir hadis tersebut ialah pemahaman hadits misoginis yang bernuansa membenci perempuan. Padahal perlu kita ketahui bersama, lebih banyak ayat yang mengungkapkan tentang keadilan gender.
Dalam kehidupan sehari-hari saya sebagai mahasiswi sudah terbiasa memperbincangkan tentang masalah perempuan. Jikalau muncul sebuah pertanyaan tentang apakah perempuan makhluk yang inferior atau superior begitupun dengan sebaliknya laki-laki?
Menurut saya, kita tidak perlu terlalu jauh untuk membahas persoalan itu, sebab hal yang pertama dan yang harus kita pahami bahwa perempuan dan laki-laki adalah manusia yang diciptakan oleh Allah SWT dengan satu esensi dan tak ada yang membedakannya secara umum, yang membedakan dimata Allah ialah ketakwaanmu sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Hujurat ayat 13 “Sesungguhnya yang paling mulai diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa”.
Secara khusus, banyak perbedaan diantaranya tapi pada hakikatnya laki-laki dan perempuan mempunyai kodrat dan peran yang berbeda-beda. Secara khusus pula ada hal dimana kondisi perempuan terletak pada kondisi inferior dan superior dibanding laki-laki, begitupun sebaliknya dengan laki-laki.
Perempuan harus memahami dirinya
Stereotip tentang perempuan yang sering terjadi ialah faktor budaya patriarki dan hasil konstruksi sosial masyarakat. Kalaupun banyak hal yang terlihat bahwa perempuan itu lebih rendah dari laki-laki juga karena faktor dari perempuan itu sendiri yang kurang memahami identitasnya. Celakanya, kita membiarkan untuk membiasakan diri memelihara budaya yang tak seharusnya dipelihara. Hal tersebut harus direkostruksi untuk menghilangkan budaya seperti itu dalam dirinya sehingga menjadi cerminan untuk orang yang disekitarnya.
Menteri KPPPA menyampaikan dalam forum Komnas perempuan 2019 bahwa masih banyak diskriminasi terhadap perempuan di Indonesia. Untuk itu, sangat perlu seorang perempuan untuk berpendidikan yang tinggi dengan tujuan menjadi manusia yang cerdas bukan untuk menjadi manusia yang lebih superior dari segalanya. Sebab perempuan akan menjadi ibu dan ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya untuk mendidiknya kelak agar menjadi generasi yang lebih baik dan lebih cerdas
Hal tersebut sangatlah berpengaruh untuk kehidupan sosial yang baik. Dengan itu pula secara tidak langsung membantu negara untuk berkembang dan lebih berkemajuan dalam dunia pendidikan. Hingga budaya-budaya patriarki makin terkikis, diskriminasi dan marginalisasi perempuan semakin berkurang. Sebab pula ialah generasi selanjutnya adalah salah satu solusi untuk menghilangkan stereotype terhadap perempuan.
Perempuan dan laki-laki dalam Islam adalah manusia yang sama derajatnya dan dalam satu esensi secara umum, tapi mempunyai kodrat dan peran masing-masing yang berbeda. Selain itu pula perlunya pemahaman tentang gender kepada laki-laki karena salah satu faktor pula kemunduran perempuan dan kurangnya terformulasikan hak-hak perempuan dalam lingkungan ialah kurangnya pemahaman laki-laki. Karena sebagian laki-laki lebih mengklaim dirinya adalah superior dari segala bidang dibanding perempuan. Dengan banyaknya pemahaman tentang gender terhadap laki-laki maupun perempuan, semakin berpotensi untuk berkurangnya diskriminasi terhadap perempuan.
Penulis: Ita Rosita, mahasiswa Perbandingan Agama UINAM dan pengurus Kohati komisariat Ushuluddin. Masih belajar dan memahami diri sebagai perempuan