Islam dan Eksploitasi Sumber Daya
Pandangan Quraish Shihab mengenai ajaran agama dalam memelihara alam
M. Quraisy Shihab dalam bukunya Islam Yang Saya Anut mengungkapkan bahwa “Allah memberikan petunjuk kepada manusia untuk memanfaatkan bumi dan memeliharanya agar terhindar dari kebinasaan. Dia telah menunjukkan kesudahan manusia pertama, Adam dan pasangannya, yang telah mengikuti nafsunya”. Tentu menjadi sebuah kejelasan bahwa agama Islam bukanlah agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja. Melainkan relasi manusia dengan ciptaan-Nya yang lain tidak luput dari perhatian agama Islam.
Dalam buku yang sama Quraish Shihab menjelaskan perihal salah satu ibadah dalam agama Islam yaitu puasa. Quraish Shihab menguraikan bahwa melaksanakan puasa, berarti seorang Muslim mesti menyadari keharusan pengendalian diri terhadap nafsu. Hal ini menandakan bahwa tindakan yang dilakukan secara berlebihan, tidak relevan dengan ajaran dalam agama Islam.
Selain dari pada itu Quraish Shihab lebih jauh menggambarkan akhlak seorang manusia terhadap ciptaannya yang tak bernyawa. “Laut misalnya, dengan memeliharanya agar tidak tercemar sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan penciptaannya”. Hal ini menandakan bahwa salah satu akhlak yang dianjurkan dalam Islam itu sendiri adalah memelihara alam sebagai pemberian dan Tuhan Maha Pencipta.
Teori di atas sepertinya berbanding terbalik dengan pengaplikasian yang sekarang terjadi. Misal eksploitasi. Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang begitu melimpah. Tentunya hal ini menjadi lahan segar bagi manusia untuk memanfaatkannya. Namun pada realitasnya, pemanfaatan sumber daya alam tersebut telah mengarah pada tindak eksploitasi.
Seperti dikutip dari media Greenpeace Indonesia yaitu kasus penambangan batu bara di Kalimantan Timur yang merusak bentang alam dan mengganggu kualitas air tanah. Dalam laporannya yang dimuat pada tanggal 30 Maret 2016, Greenpeace Indonesia mempublikasikan temuan dan hasil investigasi lapangan yang terkait dampak pertambangan batubara berskala besar yang didanai oleh perusahaan Thailand. Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Batubara Greenpeace Indonesia memaparkan terdapat dua lokasi investigasi di Kalimantan Timur dan satu lokasi di Kalimantan Selatan. Di Kalimantan Timur, hasil investigasi tim Greenpeace menemukan adanya daya rusak aktivitas tambang yang berdampak kepada perubahan bentang alam, dimana terjadi banyak danau buatan sebagai dampak dari aktivitas penambangan batubara.
Hal ini diperparah dangan adanya rancangan Omnimbus Law yang dalam beberapa isinya telah memberikan keleluasaan terhadap pelaku-pelaku ekploitasi. Berdasarkan yang dituliskan oleh salah satu media Greenpeace Indonesia 31 Januari 2020, bahwa Omnimbus Law RUU Cipta Lapangan Kerja sejak dalam penyusunannya sudah tidak melibatkan partisipasi masyarakat yang secara jelas tercantum dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang transparansi dan partisipasi masyarakat dalam penyusunan peraturan.
Lebih jauh dalam media Greenpeace Indonesia pada postingan yang sama mengungkapkan bahwa dalam rancangan Omnimbus Law masa izin tambang berubah menjadi sepanjang usia tambang. Hal ini berarti bahwa penambangan bisa dilakukan sampai kapanbpun selama masih terdapat materi yang bisa ditambang.
Kerusakan alam yang telah ditimbulkan karena penambangan saat ini bukanlah sesuatu yang bersifat rahasia lagi. Apalagi dengan adanya rancangan Undang Undang yang justru kelahirannya akan menjadi malapetaka yang lebih mengerikan dari yang terjadi sebelumnya. Hal ini tentunya jauh dari apa yang kita semua harapkan.
Negara Islami
Dalam sebuah forum diskusi yang dilaksanakan di Kantor PBNU, Jakarta (Sabtu, 25 Januari 2020) yang bertemakan “Harapan Baru Islam: Meneguhkan Hubungan Indonesia Malaysia", Mahfud MD (MENKOPOLHUKAM) selaku pembicara dalam forum tersebut mengungkapkan sebuah pernyataan bahwa Indonesia dan Malaysia memiliki banyak kesamaan. Kesamaan itu ia ungkapkan dalam hal benegara bahwa Indonesia dan Malaysia ingin menjadi negara Islami tetapi bukan menjadi negara Islam. Berita ini dirilis oleh media online Kompas.com yang berjudul “Menurut Mahfud MD, Indonesia dan Malaysia sama-sama Ingin Jadi Negara Islami”.
Negara Islam dan negara Islami menjadi poin penting untuk digaris bawahi. Dalam forum diskusi yang sama Mahfud MD menambahkan “Ada beberapa negara Islam yang tidak islami, justru ada yang bukan negara islam tetapi merupakan negara Islami, sebagai contoh ialah New Zealand, tambahnya. Negara Islami ia cirikan sebagai adanya sikap jujur, anti korupsi dan hal-hal baik lainnya”.
Pancasila sebagai ideologi negara jika dilihat secara kasat mata dapat dikatakan sebagai ideologi yang mengandung nilai-nilai kebaikan sehingga tidak salah jika Menteri Politik, Hukum dan HAM tersebut menganggap bahwa Indonesia sebagai negara Islami. Meskipun belakangan pernyataan tersebut ditentang oleh beberapa kalangan yang menilai bahwa Mahfud MD telah keliru dalam menggunakan nalarnya sebab mengharamkan negara Islam. Hal ini dilihat dari sebuah tulisan Syaikh Wahba az-Zuhaili diawal tulisannya (Buletin Kaffah, No. 126, 05 Jumada ats-Tsaniyah, 1441 H- 31 Januari 2020).
Melihat kasus-kasus yang tak kunjung selesai, dan rancangan undang-undang Omnimbus Law, negera ini telah jauh dari pada nilai-nilai Pancasila yang telah menjadi ideologi negara. Terlebih kepada nilai-nilai Islam. Indonesia sebagaimana dikatakan Mahfud MD sebagai negara Islami sangat kecil kemungkinannya untuk diwujudkan.
M. Quraisy Shihab yang merupakan salah satu penafsir al-quran dalam bukunya tersebut ia telah menjelaskan beberapa nilai-nilai Islam yang dibutuhkan untuk terwujudnya negara Islami itu sendiri. Jika Indonesia adalah negara yang ideologinya pancasila dengan nilai-nilai Islami di dalamnya, maka dalam banyak aspek termasuk pemanfaatan sumber daya alam mestinya pun tidak bertentangan jelas dengan nilai-nilai Islam itu sendiri. Perilaku eksploitasi tambang merupakan tindakan keserakahan yang tidak sesuai dengan makna salah satu ibadah wajib dalam islam yaitu puasa. Begitupun dengan akhlak yang diajarkan Islam dalam memelihara alam sebagaimana mestinya. Tentunya juga bukan dengan cara eksploitasi.
Penulis: Rahmat Gazali, mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas Sains Dan Teknologi UIN Alauddin Makassar.