Thu, 12 Dec 2024
Esai / Kontributor / Dec 28, 2020

Kita Dihadapan Makhluk Berukuran Nano

"Membaca memberi kita kesempatan untuk bepergian disaat kita harus berdiam di suatu tempat" - Mason Coley.

Pandemik COVID-19 menjadi pembicaraan ramai publik kita hari ini. Elemen peradaban saling bahu-membahu dalam memutus mata rantai penyebaran wabah ini. Metode yang dilakukan juga berbeda-beda, karena tidak ada satupun homo-sapiens yang memiliki tentacle untuk menggerakkan mesin peradaban agar menerapkan hal yang sama.

Gerakan perlawanan untuk memerangi pandemik ditayangkan dibeberapa media informasi, cetak maupun elektronik. Tergambar jelas bahwa seluruh elemen peradaban telah mengesampingkan kepentingan individualnya demi kepentingan kolektif yang lebih besar. Hal yang patut dibanggakan.

Berdiam di rumah tak melulu soal rebahan, ada berbagai macam persolan yang seharusnya di angkat ke ruang publik. Seperti kebijakan-kebijakan Pemerintah yang menimbulkan kecemasan bagi masyarakat. Semisal penanganan COVID-19 yang dilakukan Pemerintah, lambannya bantuan sembako, solusi bagi jutaan gelombang PHK, atau masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke dalam Negeri di tengah pandemik.

Ritual keagamaan seperti sholat jumat, tarwih serta mudik itu dilarang karena adanya perkumpulan massa. Dan dalam situsi pandemi seharusnya gerak sosial memang mesti dibatasi agar tingkat penyebaran segera diatasi.

Namun beberapa waktu yang lalu ada semacam politik dumping. Seperti halnya memudahkan ruang bagi warga negara asing (WNA) namun membatasi pergerakan warga negara Indonesia (WNI) di dalam negeri.

Tanpa menyalahkan Pemerintah, suatu tesa dan antitesa harus tetap bergema agar melahirkan sintesa melawan COVID-19.

Tatkala COVID-19 dikukuhkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pandemi di sebuah kota bernama Jenewa dikarenakan eskalasi penyebaran suatu penyakit menyebar dengan cepat di antara banyak orang dan dalam jumlah lebih banyak dibanding yang normal terjadi.

Sementara itu WHO juga secara bersamaan memberi peringatan agar ditetapkannya wabah COVID-19 sebagai pandemi tidak dijadikan alasan untuk khawatir berlebihan.

Dilansir dari situs Worldometers: 2/5/2020, total kasus mencapai 3,414,027: (kasus sembuh: 1,086,883); (kasus kematian: 239,777); (kasus aktif: 2,087,367); (dalam kondisi ringan: 2,036,055 : 98%); (dalam keadaan kritis: 51,312 : 2%). Suatu gambaran bahwa peluang untuk sembuh jauh lebih besar. Angka kesembuhan telah menembus angka 1,086,883 dibanding kasus kematian 239,777.

Sebagai perbandingan Covid-19 jauh lebih ringan, dibanding Ebola: 1976 dan Mers-Cov: 2012 meski pergerakannya lebih cepat dan lebih luas. Asian Development Bank (ADB): 6/3/2020 merilis Tingkat kematian beberapa wabah di dunia. Ebola: 1976 merupakan wabah dengan tingkat kematian tertinggi 50%, dan Mers-Cov: 2012 dengan tingkat kematian sebesar 34,3%.

Tanpa bermaksud meremehkan COVID-19, penyakit ini terkenal karena masih baru. Dengan penyebaran yang sangat cepat, membuat orang ketakutan, panik, dan sibuk. Hal ini dikarenakan minimnya literasi dan merebaknya jutaan postingan mencekam, seperti penolakan jenazah korban COVID-19, mayat yang tak terurus di jalan-jalan Ekuador sampai foto-foto penguburan massal di Pulau Hart, New York.

Jika berita-berita kematian secara intens disajikan tiap hari justru malah menimbulkan ketakutan kepada psikologi massa.

Tanpa disadari bahwa selama ini WHO mencatat rata-rata ada sekitar 152.000 kematian warga dunia perhari disebabkan 10 penyakit paling mematikan seperti penyakit jantung koroner, stroke, infeksi saluran pernafasan bawah, penyakit paru obstruktif kronis, kanker organ pernapasan, diabetes, alzheimer, diare, tuberkulosis, sirosis.

Sekali lagi tanpa meremehkan Covid-19, semua elemen peradaban, termasuk pemuda sebagai anak kandung peradaban tak seharusnya vakum di hadapan makhluk renik berukuran nano. (*)

 

Penulis: M. Yahya Wildan, akrab disapa Wiko merupakan pemuda kepulauan Selayar.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.