Sat, 27 Jul 2024
Esai / May 06, 2024

Kontemplasi Maslow dan Peran Anak Muda

Dewasa ini menyoal tentang kemanusiaan, berarti kita diantarkan pada proses berpikir bagaimana kompleksitas manusia yang mencakup tentang aspek sejarah, filosofi, dan pandangan mengenai hak asasi manusia dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan lingkungan.

Konsepsi mengenai diskursus kemanusiaan seiring dengan pesatnya perkembangan zaman terus mengalami perkembangan dan evolusi selama berabad-abad dan tentunya akan terus menjadi perbincangan yang panjang serta diperkaya dengan tumbuhnya berbagai disiplin keilmuan dan kebudayaan. 

Secara historis pemikiran tentang konsepsi kemanusiaan telah muncul dan menitis dalam ragam kebudayaan dan keagamaan. Konsep mengenai pandangan moralitas dan etiket muncul sebagai alas berpikir penting dalam menerawang manusia sebagai makhluk yang memiliki nilai intrinsik serta hak-hak yang harus dihormati. 

Secara filosofis, diskursus dan hasil nalar mengenai kemanusiaan dapat ditelusuri dari pemikiran dari berbagai filsuf dengan model pendekatan yang berbeda beda seperti Immanuel Kant, John Locke, Jacques Rousseau dan berbagai filsuf lainnya.

Para filsuf ini bagaimana kemudian membahas hak individu, kebebasan individu, serta bagaimana peran peran pemerintah sebagai pelayan masyarakat dalam menabir hak-hak manusia. Atas dasar pandangan filosofis inilah kemudian nantinya membentuk dasar untuk pemikiran mengenai kemanusiaan dalam segmentasi sosial. 

Suatu urgensi memupuk empati dan kemampuan untuk menumbuhkan empati guna memahami dinamika kehidupan manusia. Hal inilah yang kemudian akan menjadi aspek krusial dalam diskursus tentang eksistensi kemanusiaan, sebab empatilah yang kemudian menjadi nature manusia dalam memandang manusia lain.

Sejalan dengan itu Marcus Aurelius membahas di dalam bukunya yang berjudul Meditations bahwa “kamu salah jika kamu melakukan kebaikan pada orang dan berharap dibalas dan tidak melihat perbuatan baik itu sendiri sudah menjadi upahmu”. Memberikan perlakuan yang adil dan hormat kepada orang lain adalah prinsip dasar dalam konsepsi ini.

Mendidik diri akan kesadaran tentang pentingnya mengempu keberagaman dan mengamini konsepsi keadilan menjadi nilai kontribusi pada latar belakang diskursus kemanusiaan. Menganalisis kemudian mengaktualisasikan diri terhadap masyarakat seiring dengan perkembangan yang semakin modern, kompleks dan beragam perlu kita canangkan demi mewujudkan masyarakat madani. 

Pentingnya diskursus mengenai kemanusiaan menjadi atensi dan urgensi yang krusial sebagai dasar untuk memberikan kontribusi positif terhadap upaya membangun masyarakat adil, berkelanjutan dan responsif terhadap kemanusiaan.

Diharapkan dalam proses eksplorasi bagaimana konsep kemanusiaan mempengaruhi perilaku, pandangan, dan dinamika interaksi manusia di berbagai lini dan konteks.

Melalui analisis yang cermat diharapkan mampu memberikan feedback tentang bagaimana nilai-nilai kemanusiaan berkontribusi dalam membuahkan hasil dalam bentuk kebijakan, pandangan, atau bahkan norma sosial dari dinamika yang terjadi di tengah masyarakat. 

Justru di dalam proses dinamika inilah realitas yang terjadi tidak sesuai dengan nilai-nilai idealitas. Tidak sedikit tindak tanduk manusia yang berjalan sesuai dengan nature yang disematkan kepadanya.

Sebagai makhluk sosial manusia akan terus menggantungkan pemenuhan kebutuhannya terhadap manusia lain, oleh karena itu sejatinya manusia adalah makhluk zoon politicon yang berarti bahwa manusia merupakan makhluk sosial, makhluk yang akan senantiasa selalu berhubungan dengan manusia lainnya termasuk dalam aspek pemenuhan kebutuhan.

Bukan homo homini lupus atau manusia sebagai serigala bagi sesamanya, yang saling memakan, menindas, bahkan bersifat antisosial. Seringkali kita menemukan praktik-praktik bahwa manusia yang mengatas namakan “kebutuhannya” malah bersifat acuh dan malah tidak memperhatikan hak atas “kebutuhan” manusia lainnya.

Padahal secara teologis khususnya di dalam islam dijelaskan di dalam kitabullah Allah SWT berfirman di dalam surat Adz-Dzaariyat ayat 19 yang artinya “bahwa dalam setiap harta terdapat hak orang lain”. Dalam konteks ini makna harta tidak boleh di miskinkan pada arti materil belaka.

Hal inilah yang kemudian mendasari mengapa kita perlu menyisihkan serta mengalokasikan kelebihan yang kita miliki kepada orang lain. 

Realitas permasalahan kemanusiaan di era sekarang telah menampakkan taringnya khususnya di indonesia, eksistensi ketimpangan telah terjadi dimana-mana bahkan bisa terjadi pada diri kita.

Ketidakseimbangan ini terjadi dalam bentuk yang beragam seperti banyaknya kaum-kaum yang dimarginalkan, ketidakmerataan pendidikan, ekonomi tidak stabil yang berimbas terhadap aksesibilitas kaum-kaum rentan dalam mengakses kebutuhan sehari-hari, keserakahan para penguasa dalam mengambil hak-hak masyarakatnya, sikap acuh tak acuh yang bermuara kepada hilangnya empati terhadap kaum-kaum kecil dan masih banyak tindak tanduk permasalahan lainnya.

Krisis kemanusiaan ini bukan tanpa sebab, karena di dalam prosesnya terdapat hubungannya dengan manusia lain. Hal inilah kemudian menjadi pokok permasalahan serta objek kajian kita bersama demi mewujudkan konsep ideal yang telah disebutkan di atas sebagai nature manusia tersebut.

Di tengah kemerosotan tersebut muncul berbagai antitesis dalam menerawang serta menjawab permasalahan yang terjadi. “sekedar hidup atau hidup bermakna” menjadi dua kata yang perlu kita jawab, guna menentukan langkah keberpihakan kita atas jalan-jalan yang tersedia.

Sejalan dengan hal tersebut terdapat gagasan yang mengilhami tentang bagaimana proses-proses pemenuhan kebutuhan manusia itu perlu di perhatikan, bahwa kebutuhan manusia bersifat hierarkis yang dimana setiap fasenya perlu dituntaskan terlebih dahulu sebelum berangkat ke fase berikutnya.

Abraham Maslow hadir memberikan kontribusi pemikiran yang signifikan dalam memahami motivasi dan kebutuhan manusia. Teori Maslow yang kita kenal sebagai piramida kebutuhan, menggambarkan hirarki dengan menempatkan lima aspek kebutuhan manusia yang merangkak kemudian berjalan dari yang paling dasar hingga yang paling tinggi.

Tingkatan yang pertama membahas bagaimana kebutuhan fisiologis sebagai aspek mendasar yang mencakup kebutuhan dasar manusia seperti makan, minum, tempat tinggal. Tingkatan kedua adalah kebutuhan akan perasaan aman. Kebutuhan akan rasa aman ini kemudian terungkap tentang keamanan fisik, kestabilan ekonomi, dan sebagainya.

Tingkatan ketiga kebutuhan sosial seperti halnya cinta dan perasaan memiliki, dimana manusia memiliki dorongan untuk terhubung dengan orang lain, merasa diterima dan memiliki hubungan yang bermakna.

Tingkatan keempat adalah kebutuhan tentang harga diri dan tingkatan kelima yakni kebutuhan yang menempati puncak piramida kebutuhan menurut Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri, dimana individu ini terdorong untuk mencapai potensi penuh terhadap dirinya.

Pemikiran Maslow kemudian menjadi rujukan serta pandangan yang bermanfaat kepada pilihan yang diperhadapkan bagi kita dalam memahami motivasi dan perilaku manusia.

Atas buah pemikiran panjang Maslow seolah memberikan kita clue bahwa bagaimana individu dalam mencari pemenuhan kebutuhannya demi mencapai kesejahteraannya membutuhkan keterlibatan dari pihak lain, yakni manusia atas manusia perlu saling memanusiakan.  

Realitas kemanusiaan pada saat ini telah mencerminkan berbagai kompleksitas dan tantangan, namun disamping itu juga menawarkan peluang kepada kita sebagai manusia yang memiliki keterhubungan untuk bekerjasama demi menciptakan suatu perubahan yang positif.

Diperlukan suatu upaya sadar yang kolektif kolegial di berbagai lapisan masyarakat. Istilah Homo Socius bukan hanya sekadar jargon belaka, tetapi terdapat nilai-nilai intrinsik, filosofis dan historis, dimana dari nilai-nilai tersebut perlu diinternalisasikan di dalam diri kita demi menjawab kompleksitas permasalahan khususnya kemanusiaan di negeri ini.

Secara historis kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari peran pemuda, dimana pemuda memiliki peran sentral dalam pergerakan menuju kemerdekaan ini bisa dicapai. 

Pada era ini, peran pemuda telah berevolusi dari penggunaan senjata atau kekerasan, menjadi fokus pada meningkatkan kesadaran terhadap permasalahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Memberikan kontribusi nyata telah menjadi ekspresi dari eksistensi pemuda.

Memahami kebutuhan individu dan memberikan kontribusi materi dan non-materi adalah bentuk penghormatan terhadap kemanusiaan. Sebagai individu yang sadar dan memahami situasi, penting bagi pemuda untuk bertindak dan merencanakan gerakan yang efektif dalam menjawab permasalahan, dengan potensi untuk memberikan dampak positif dan perubahan yang signifikan, terutama dalam menanggapi tantangan kemanusiaan di negeri ini.

“Sesuatu yang dimulai dari hati dan dikerjakan dengan hati, pasti akan berlabuh di hati pula”

 

Rujukan:

Marcus Aurelius. (2018). Meditations. New York: East India Publishing Company.

Agus Abdul Rahman. (2017). Sejarah Psikologi Dari Klasik Hingga Modern. Depok: Rajawali Pers.

 

Penulis: Muh. Nur Haq I. S. MannesaLulusan S1 dari Universitas Negeri Makassar jurusan Psikologi ini memiliki minat dalam mengembangkan skill di bidang kepemimpinan, komunikasi, manajemen waktu, dan pemecahan masalah. Berpengalaman sebagai asisten dosen, pembicara publik, pengajar, penulis, magang di lembaga negara dan petugas rehabilitasi sosial. Berpartisipasi dalam beberapa organisasi dan kepanitiaan di kampus. Memiliki ketertarikan pada bidang Penelitian dan voluntering di dunia sosial dan pendidikan. Dapat ditemui melalui Instagram @mhmmdnurhaq.

Tranding

Cerpen / 07 27, 2024
Jarum Dalam Kapas
Cerpen / 07 27, 2024
Dunia Pertama
Puisi / 07 27, 2024
Bocah Pelakon

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.