Mahasiswa Pada Kemana Ngaseng?
Mahasiswa berarti siswa yang paling tinggi derajatnya karena menyandang kata “MAHA” , merupakan sekumpulan anak muda yang selalu memberikan kontribusi bagi perubahan yang ada disekitarnya. Mahasiswa merupakan seorang akademisi yang utamanya penuh dengan impian sosok yang selalu dihidupkan dalam berbagai penjuru di dunia: pengubah zaman, pendobrak tatanan, mengkritik kebijakan yang dianggap timpang serta menuntut hak hak masyarakat yang direbut para penguasa.
Mahasiswa yang notabenenya sebagai agen of change sebagai pengembang amanah menuju perubahan hidup yang jauh lebih baik lagi. Sepatutnya selalu menjadi garda terdepan untuk melawan setiap penindasan yang terjadi. Baik bagi mahasiswa maupun masyarakat karena sesungguhnya proses memanusiakan manusia secara tidak langsung sudah memberikan kontribusi nyata bagi orang-orang disekitar.
Acap kali hampir di semua kampus yang ada di Indonesia acap kali ditemukan kebijakan kebijakan timpang yang dikeluarkan oleh birokrasi. Kebijakan yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi harapan mahasiswa maupun masyarakat di sekitar kampus. Sebut saja kampus peradaban UIN Alauddin Makassar yang terletak di Samata Gowa. Mengawali tahun 2020 dengan isu kenaikan tarif sewa kantin menjadi Rp.15.000.000., yang membuat pace mace terancam pendapatannya kurang. Tidak lama itu hadir lagi permasalahan baru berkaitan dengan cleaning service yang hanya akan mempekerjakan sebagian saja cleaning service dari jumlah pekerja sebelumnya.
Keadaan seperti inilah yang seharunya menjadi perhatian bagi mahasiswa khususnya lembaga kemahasiswaan yang ada di UIN Alauddin Makassar. Karena sejatinya gerakan mahasiswa punya peran kritis. Pada dirinya tersimpan banyak pandangan progresif yang mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang dikeluarkan oleh pimpinan kampus. Tapi sayang! Apa yang kita harapkan terhadap gerakan mahasiswa yang ada di kampus peradaban UIN Alauddin Makassar untuk menjadi garda terdepan tidak sesuai dengan apa yang menjadi peran dan fungsi mahasiswa itu sendiri.
Kenapa demikian? Karena setiap kali kebijakan yang lahir di kampus peradaban mahasiswa yang turut andil dalam mengawal kebijakan cuma bisa dihitung jari saja dan ironisnya yang mengawal semua kebijakan yang lahir hanya orang yang sama pula. Pertanyaanya sekarang Mahasiswa pada kemana Ngaseng? Pertanyaan ini sejatinya sudah menjadi pukulan halus bagi kalangan mahasiswa khususnya lembaga kemahasiswaan.
Melihat kondisi mahasiswa UIN Alauddin Makassar hari ini begitu banyak kepentingan yang hadir dikalangan mahasiswa baik kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok bukan cuma itu saja. Penulis melihat mengapa kebanyakan mahasiswa tidak bergerak hatinya dalam mengawal suatu kebijakan yang dianggap timpang karena kesadaran yang belum terbuka. Bahwasanya dia mahasiswa yang harusnya mengawal segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan. Sejatinya menjadi mahasiswa bukan hanya mengejar IPK yang tinggi maupun sarjana dengan tepat waktu.
Najwa Shihab mengatakan “menjadi seorang mahasiswa bukan hanya mengejar IPK yang tinggi bukan pula mengejar sarjana dengan tepat waktu, akan tetapi mahasiswa harus bisa melihat kondisi yang ada di sekitar”. Sudah sepatutnya mahasiswa tidak diam saja melihat lahirnya sebuah kebijakan akan tetapi mampu memberikan kontribusinya sebagai mahasiswa dalam mengawal setiap kebijakan yang dianggap timpang.
Harapan pace mace dan cleaning service untuk tetap bertahan dan bekerja bisa dikatakan mahasiswa-lah yang menjadi harapannya untuk terus melakukan pengawalan. Dari pandangan penulis pribadi “Kebijakan yang timpang akan terus lahir di kampus-kampus apabila mahasiswa sudah enggan Kritis, bahkan birokrasi akan menjadi leluasa mengeluarkan kebijakan” dan penulis percaya sampai hari ini bahwa gerakan mahasiswa akan membawa perubahan sesuai dengan sering kita dengar, Agent Of Change!
Penulis: Wawan Harun, Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UINAM 2020-2021.