Menyapa Andi Depu Masa Kini
Mandar merupakan salah satu etnis terbesar di Provinsi Sulawesi barat yang kaya akan adat dan tradisi. Kehidupan orang mandar diatur oleh sistem yang ada di masyarakat mandar itu sendiri. Perilaku sangat ditentukan oleh nilai yang ada di masyarakat. Prinsip kemandaran sangat dipegang teguh dan diwujudkan dalam tingkah laku.
Sibaliparri merupakan salah satu kekayaan budaya masyarakat Mandar yang mengandung unsur-unsur dan nilai-nilai dinamis yang seyogyanya menjadi acuan dan pedoman masyarakat Mandar dalam berkiprah di tengah masyarakat mengisi pembangunan. Sebuah pengakuan bahwa budaya lokal ternyata telah terbukti bisa berdampingan akrab dengan nilai-nilai global yang akan sangat dominan dalam menyongsong masa depan yang penuh tantangan (Idham Khalid bodi.2016).
Sibaliparri memiliki makna gotong royong, kerja sama yang dibangun antara laki-laki dan seorang Perempuan dalam mengarungi bahtera rumah tangga, sejatinya ada persamaan kedudukan dan hak dalam budaya patriarki dan matriarki, terdapat pembagian ranah kerja antara laki-laki dan perempuan yaitu laki-laki keluar mencari nafkah dengan profesi nelayan atau pelaut dan istri di rumah menjaga anak dan menenun.
Namun konsep sibaliparri selalu ditekankan dalam ranah ekonomi dimana perempuan dan laki-laki memiliki ranah kerja masing-masing. Hal tersebut menjadi sebuah pertanyaan besar bagi penulis “apakah konsep sibaliparri hanya ditekankan pada rana ekonomi saja?” Padahal jika dilihat dari konsep siballiparri terdapat pemaknaan yang sangat luas salah satunya perempuan memiliki peran di ranah sosial sehingga dapat nimbrung di ruang publik pada umumnya.
Menengok sejarah Kemerdekan NKRI, di tanah mandar menghadirkan banyak pejuang. Andi Depu salah satu dari sekian banyak pejuang dari Mandar. Seorang raja Perempuan Mandar yang melakukan aksi heroik di tinambung pada tahun 1946 dengan memeluk tiang bendera ketika Belanda ingin menurunkan bendera merah putih.
Sehingga tidak salah penyematan sebagai Pahlawan Nasional melalui keputusan Presiden republik Indonesia Nomor/123/TK/Tahun 2018 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional diberikan kepada Andi Depu. Pengamatan tersebut sekaligus penyematan pertama selama berpisah dengan provinsi Sulawesi Selatan.
Hal tersebut menjadi bukti konkret, konsep sibaliparri bukan hanya dirana ekonomi, melainkan juga diranah pemerintahan. Kebanggan tersendiri bagi penulis dengan adanya tokoh perempuan Mandar (Andi Depu). Keberanian dan kecintaan tanah air (Mandar) menjadi alasan logis menjadikannya sebagai panutan inspirasi.
Selain itu, perjuangan yang dilakukan oleh Andi Depu memberikan kepercayaan diri bagi Perempuan Mandar, seyogyanya perempuan mandar tidak hanya dipandang dari keindahan dan kecantikan parasnya saja, melainkan mampu berdiri sejajar dengan laki-laki dalam ruang lingkup sosial politik seperti banyak tergambar di sejarah dunia tentang keterlibatan perempuan dalam ranah sosial politik.
Mandar sungguh indah dalam lisan bahkan tulisan, adanya pengakuan persamaan. Namun, dalam realita Perempuan Mandar mengalami keterbelakangan. Fenomena dengan berbagai problem dipertontonkan dengan melakukan penolakan nama Andi Depu sebagai nama bandara oleh beberapa kalangan.
Penolakan tersebut mestinya menjadi ketersinggungan kolektif. Perempuan yang menjadi salah satu representasi mandar di kanca nasional ditolak sebagai Nama Bandara di Sulawesi Barat. Padahal syarat dan ketentuan dalam penamaan sebuah bandara sangat jelas dimiliki oleh Andi Depu sebagai seorang pahlawan nasional pertama di Provinsi Sulawesi Barat yang diakui secara resmi oleh Nasional melalui surat keputusan Presiden RI.
Meski persamaan peran perempuan dengan laki-laki dalam konsep siwaliparriq sangat jelas, namun perempuan secara praktek tidak mendapatkan akses yang sama dengan laki-laki. Hal ini terlihat ketika diadakannya Dialog Publik dengan tema “Mewujudkan Peraturan daerah Provinsi Sulawesi Barat tentang pelestarian dan pemajuan kebudayaan tak benda” dengan menghadirkan narasumber yaitu Usman Suhuriah, Muh. Ilham, Abd. Rahim, Samsul Samad, Syahrir Hamdani, Prof. Dr. Gufran Darma Dirawan, Dr. Farid Wajdi (Tumbur, 2022). Narasumber yang dihadirkan semuanya laki-laki.
Dengan tidak melibatkan perempuan sebagai narasumber memberikan sebuah tontonan ketidakmampuan perempuan. Padahal sejatinya terdapat beberapa legislator srikandi diantaranya Andi Ruskiati, Ratih Singkarru dan Sutinah Suardi Duka yang tidak lain menjabat sebagai ketua DPRD Sulawesi Barat justru tidak dihadirkan dalam dialog publik sebagai narasumber, hal tersebut memacu adrenalin nalar penulis yang notabenenya sebagai seorang perempuan bahwa saat ini tidak terwujudnya konsep sibaliparri dalam ranah politik khususnya. Melihat problem tersebut penulis menerka-nerka bahwa mungkinkah ini menjadi bagian dari keraguan sekaligus alasan penolakan nama Andi Depu sebagai nama bandara oleh sebagian masyarakat yang di Sulawesi barat.
Selain itu berbicara mengenai peran pembangunan budaya khususnya PERDA SULBAR tentang pemajuan kebudayaan tak benda juga erat kaitannya dengan peran perempuan. Hal itu ditegaskan oleh Rabihatun dalam jurnal wanita tahun 1995, pada proses pembangunan dewasa ini kedudukan laki-laki dan perempuan sederajat dalam GBHN dinyatakan bahwa perempuan merupakan mitra sejajar laki-laki dalam pembangunan (dituliskan dalam buku sibaliparri gender masyarakat Mandar yang ditulis oleh Idham Khalid Bodi).
Hal tersebut semoga bisa menjadi acuan dalam penetapan pemberian Nama bandara di Provinsi Sulawesi Barat untuk semua kalangan khususnya di lingkup eksekutif dan legislatif. Semoga dalam memperjuangkan Andi Depu sebagai nama andi depu sebagai nama bandara tidak berhenti hanya karena andi depu sebagai perempuan.
Harap demi harap senantiasa doa dilangitkan agar penamaan bandara di Sulawesi Barat sesuai persyaratan dan ketentuan dari Nasional yaitu Andi Depu yang tidak lain merupakan pahlawan nasional dari Provinsi Sulawesi Barat, semoga perempuan-perempuan Mandar bisa mewarisi kekuatan, keberanian dan kecerdasan dari Andi Depu sehingga terlahir regenerasi Andi Depu. “Sejatinya Perempuan merupakan sumber nalar hakiki”
Penulis: Nurhaliza, penulis buku promosi wisata budaya Provinsi Suawesi Barat.