Menyatukan Kepercayaan Pribadi Dengan Teori Ilmiah
"Semua orang memiliki kepercayaan, orang tidak percaya tuhan pun memiliki kepercayaan," Friedrich Nietzsche.
Setiap manusia pasti memiliki kepercayaan, baik manusia dari zaman batu hingga manusia di zaman industri pasti tidak terlepas dari kepercayaan. Kepercayaan membuat hidup kita lebih bermakna, ada orang yang percaya Tuhan, ada orang yang tidak percaya dengan Tuhan, ada percaya tentang materialisme, ada percaya kapitalis, ada yang percaya nenek moyangnya adalah raja, sehingga dia membentuk kerajaan. Berangkat dari itu semua pasti kita tidak terlepas dari kepercayaan.
Menyinggung tentang kepercayaan pasti akan panjang. Namun kepercayaan yang saya bahas adalah teori pribadi. Manusia sangat suka sekali berteori, mengapa? Karena teori pada dasarnya panduan untuk memahami. Jadi untuk kita paham akan sesuatu kita perlu berteori. Dari filsuf alam hingga filsuf post-modern mereka semua selalu berteori. Seperti Thales yang berteori bahwa dasar dari alam semesta adalah air. Hingga Jean paul satre yang pervaya tentang eksistensialisme lebih dulu dari esensi. Bukan hanya para filsuf kita sendiri juga suka berteori, seperti ketika kita melihat orang tidak dikenal (apalagi cantik). Kita akan berteori, mulai dari bagaiamana cara mendekati, bagaiamana kita bisa berbicara dengannya, dsb.
Brent D Ruben dan Lea P. Stewart dalam bukunya "komunikasi dan perilaku manusia" mengatakan bahwa teori membantu kita untuk menggambarkan, menjelaskan, meramalkan, dan kadang-kadang mengendalikan fenomena, orang, serta keadaan (situasi) yang kita hadapi. Sebagai contoh, ketika mengenal baru pertama dilihat, kita tidak langsung menyapanya. Kita berteori bagaimana cara mengenalnya, bagaimana cara untuk dekat, apa yang dilakukan ketika dekat. Kita dengan apa yang kita lakukan nantinya.
Jadi, apa sih teori pribadi itu?
Dalam bukunya Brent D Ruben dan Lea P. Stewart. Mereka mengemukan bahwa teori pribadi itu:
1. Berdasarkan pengalaman sehari-hari.
Dari pengalaman kehidupan sehari-hari kita akan berteori, dan hal tersebut akan dikembangkan dari waktu ke waktu untuk menanggapi situasi dan orang yang ditemui. Contoh: Teori kita tentang hubungan pasti didasari dari pengalaman sehari-hari, baik teman, keluarga dan sebagainya.
2. Dianggap sudah benar
Kebanyakan dari kita tidak berpikir terlalu banyak tentang teori pribadi kita. Kita akan memikirkan tentang bagaimana teori itu terbentuk, bagaimana cara menggunakan secara efektif teori itu, dll.
3. Bersifat pribadi (private)
Teori pribadi didasarkan dari pengalaman pribadi, namanya juga teori pribadi. Jadi yang menerapkannya pun juga pribadi. Kita tidak pernah mencocokkan dengan teorinya orang lain.
4. Sukar berubah
Sekali terbentuk, teori pribadi biasanya cukup tahan terhadap perubahan. Apalagi kalau orangnya konservatif. Kalau orang konservatif dihadapkan pada kebenaran ilmiah pun dia akan lebih memilih kepercayaan (dr. Ryu Hasan). Teori pribadi cenderung membimbing kita untuk melihat dan menafsirkan apa yang kita amati dengan cara-cara tertentu. Seringkali kita mengabaikan atau tidak sengaja mengubah pengamatan jika tidak cocok dengan teori pribadi kita.
Namun, teori pribadi juga punya manfaat, yaitu membantu kita untuk menjelaskan tempat-tempat tertentu dan hal-hal khusus, menjelaskan bagaimana membangun hubungan, mprediksi, dan mengendalikan sesuatu. Jika tidak punya teori pribadi kita akan melakukan pendekatan terhadap situasi dan kondisi akan benar-benar baru.
Terus apa bedahnya teori pribadi dengan teori ilmiah? Berdasarkan fungsinya baik itu teori pribadi maupun ilmiah sama-sama digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan, memprediksi, dan kadang-kadang mengendalikan objek, orang, dan peristiwa.
Masih mengutip buku komunikasi dan perilaku manusia karya Brent dan Ruben P. Stewart, bahwa teori ilmiah itu sifatnya:
Didasarkan pengamatan sistematis dan pengujian. Berbeda halnya dengan teori pribadi didasarkan dari pengalaman subyektif, teori ilmiah dikembangkan melalui penelitian yang melibatkan pengamatan sistematis, pengumpulan informasi, dan analisis.
Dipertanyakan. Tidak seperti teori pribadi yang cenderung diterima berdasarkan keyakinan, teori ilmiah terus dipertanyakan, teori ilmiah sifatnya sementara, dan terbuka untuk diuji kembali melalui suatu studi dan analisis.
Publik. Teori ilmiah dilaporkan dalam konfrensi ilmiah, dimuat dalam jurnal ilmiah, diterbitkan dalam buku, sehingga semua orang dapat menguji teori tersebut.
Dapat diubah. Teori ilmiah sifatnya diakletis, sehingga ada penemuan baru yang bertentangan dengan penemuan sebelumnya, dapat dijelaskan secara sederhana, dan dapat dipertanggung jawabkan, maka akan mengikuti teori baru (dr. Ryu Hasan).
Terus, apa bisa teori pribadi dan teori ilmiah digabungkan, jika disimak banyak sekali perbedaan antara teori ilmiah dan teori pribadi. Hal yang bisa kita lakukan untuk menggabungkan teori ilmiah dan pribadi adalah dengan membandingkan teori pribadi kita dengan teori-teori ilmiah, sehingga kita lebih memahami dan mempersempit kesenjangan antara kedua belah pihak, dan didalam prosesnya dapat memperkaya pemahaman yang dimiliki.
Kemudian kita bisa mengakrabkan diri dengan teori ilmiah, hal tersebut dapat membuat kita sadar sifat dan dinamika teori pribadi. Menjelajahi teori pribadi kita, hak tersebut dapat memberikan nilai tambah dan dorongan untuk lebih kritis dengan teori pribadi kita. Namun jika kita melihat para ilmuwan, mereka memulai teorinya ilmiahnya dari teori pribadi. Contoh, Albert Enstein penemu teori relativitas, jika dilihat dari sejarahnya dia memulai teorinya dari teori pribadi.
Untuk hal yang besar, harus dimulai dari sendiri, termasuk dengan teori ilmiah. Teori pribadi bisa saja jadi ilmiah jika menjelajahi teori pribadi kita dan memperkaya pemahaman dari teori ilmiah.
Penulis: Awan Ilmiah, mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Makassar, berliterasi di Stimulus Paradigma yang tengah berada di persimpangan jalan tentang pilihan yang diambil ke depan.