Sat, 20 Apr 2024
Esai / Feb 04, 2021

Polemik Ujian Nasional

Sukses adalah seuntai kata yang begitu indah,lisan teramat bangga mengucapkannya, otak begitu syahdu merindukannya. Jemari tangan begitu ingin menggenggamnya yang seketika menggebu-gebu tertanam dalam jiwa bagi para pencari eksistensi toga dan selembar kertas berangka, Mungkin kalimat ini yang paling cocok bagi para makhluk yang akan berpindah fase dari fase putih abu-abu ke fase penuh warna dan beragam.

Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia seyogyanya berpindah dari masa ke masa sebagai pencarian jati diri yang sesungguhnya untuk  pengabadian sejarah dalam peradaban diri sendiri maupun peradaban pada umumnya. Salah satunya pendidikan menjadi suatu fase bagi  para makhluk cendekiawan yang melalui beberapa fase dalam jenjang pedidikan khususnya peralihan dari jenjang SMA sederajat ke bangku kuliah yang menjadi pesta persalinanan massal bagi para universitas. 

Melansir berita dari kompas.com (22 Maret 2020)  yang menyebutkan bahwa jumlah peserta yang dinyatakan lulus seleksi melalui jalur SNMPTN tahun ini di 85 perguruan tinggi negeri sebanyak 92.331 siswa dari 478.608.

Pengakuan otoriter bahwa tahun ini ada perbedaan tersediri bagi para siswa SMA sederajat dalam penyelesaian studinya dimana Ujian Nasional (UN) dihapuskan dan digantikan dengan Ujian Internasional (Pandemik Covid-19), dimana kelulusan ditentukan berdasarkan hasil ujian sekolah dan penilaian Tenaga Pendidik di sekolah masing-masing. Senada dengan ucapan Mendikbud Nadiem Makarim dikutip dari Liputan6.com (24 Maret 2020) yang menyebutkan bahwa UN 2020 dihapus, dimana salah satu alasan yaitu demi kesehatan dan keselamatan siswa khusunya.

Penghapusan UN tentu melahirkan pro kontra tersendiri khususnya dikalangan siswa SMA sederajat dimana terdapat kegelisahan,kekecewaan bahkan kebahagiaan tersendiri yang dirasakan oleh siswa SMA. Seperti yang dikatakan oleh (Putriyani) seorang  siswa SMAN 3 Polewali menceritakan tentang kesedihannya,karena jauh-jauh hari sebelumnya telah banyak persiapan yang telah dilakukan dan tidak sedikit biaya yang telah dikeluarkan semata-mata untuk mengikuti bimbingan belajar baik internal sekolah maupun diluar sekolah.

Namun disisi lain ada juga siswa yang merasa bahagia ketika dihapuskannya UN seperti yang dikatakan oleh (Rahma Abdullah) salah seorang siswa SMAN 1 Tinambung.  Yang mengatakan bahwa dihapuskannya UN adalah sebuah anugerah terindah karena hilangnya semua beban dan tekanan dalam persiapan UN, UAS, Ujian praktek serta persiapan masuk PTN.

Salah satu bukti bahwa UN memberikan tekanan khusus kepada siswa. Tidak bisa dipungkiri bahwa Setiap kebijakan tentu terdapat pro kontra tergantung orang yang menjalankan dan menyikapinya seperti apa.

Entah ini tantangan atau ujian tersendiri bagi angakatan 2020 dimana tidak ada lagi huru hara perayaan pelulusan dijalan raya dengan pesta pilos disertai arak-arakan motor sepanjang jalan,yang kini hanya digantikan dengan huru-hara melalui media via zoom, watshapp dan lain sebagainya dengan hastag stay at home.

Sekonyong-konyong penulis dihampiri kesedihan ketika membuka media dan sesekali membuka beranda yang silih berganti dengan membaca status, alhamdulillah sudah lulus, disertai postingan seragam SMA, Tapi disisi lain ada rasa bahagia tersendiri yang penulis rasakan dimana berkat adanya Ujian Internasional (pandemi Covid-19) menjadikan tahun ini mengurangi angka kecelakaan dan kematian bagi para siswa SMA karena biasanya dari tahun ke tahun setiap pelulusan.

Ada-ada saja kasus yang terjadi seperti kasus kematian yang disebabkan oleh 2 kemungkinan seperti bunuh diri karena merasa malu dan gensi karena dinyatakan tidak lulus, juga akibat kecelakaan ketika arak-arakan pelulusan disepanjang jalan. Seperti halnya yang terjadi tahun-tahun sebelumnya bahwa berdasarkan berita dari serambinews.com (3 Mei 2018) yang menyebutkan bahwa 5 tragedi memilukan saat perayaan kelulusan siswa SMA, dari nyawa melayang hingga tawuran berdarah. dan masih banyak lagi kasus dan tidak perlu kita bahas lagi cukup jadi sejarah masa lalu hehehehhehe.

Selain itu yang menjadi keganjalan tersendiri bagi angkatan 2020 dimana perpisahan di sekolah juga ditiadakan. seperti yang kita ketahui bahwa seremonial perpisahan setiap sekolah menjadi tradisi tersendiri. Salah satu ajang pembuktian kepada Kedua Orang tua, bagi siswa-siswi yang berprestasi dalam menerima  penghargaan yang diberikan oleh sekolah.

Senada dengan perkataan (Rindi Antika Sari) salah seorang siswi SMAN 1 Polewali yang menceritakan kesedihannya. Karena tidak dapat melaksanakan perpisahan di sekolah padahal sudah ada persiapan serta konsep yang sudah disusun sedemikian rupa, namun hanya menjadi angan-angan belaka.

Kenyataan adalah kejadian yang sedang berlangsung dalam sebuah babakan kehidupan setiap makhluk yang ada di muka bumi sehingga Mau tidak mau kita harus meyakini bahwa pendidikan kita sekarang sedang diuji yang melahirkan restorasi massal. Sebagai manusia biasa, tentu mengharapkan kesejukan angin peradaban segera menghampiri.

Tipisnya iman dan sempitnya fikiran Penulis. Serta bukan makhluk yang cerdas dan sempurna. Semua akan indah pada waktunya, meyakini kalimat tersebut menjadi kenyataan.

 

Penulis: Nurhaliza, mahasiswa PPKn Universitas Negeri Makassar.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.