Selaras dengan Alam melalui Puasa Ekologis
Suatu kesyukuran bisa kembali dipertemukan dengan bulan yang penuh berkah. Bulan yang dinanti oleh seluruh umat muslim di seluruh belahan dunia.
Orang-orang berlomba melakukan kebaikan untuk memperoleh pahala yang melimpah. Mulai dari yang wajib seperti puasa hingga sholat sunnah tarawih dan witir.
Sebab, pahala yang diperoleh akan dilipatgandakan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Setiap amal kebaikan yang dilakukan oleh anak Adam akan dilipatgandakan, satu kebaikan dilipatgandakan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat." (HR. Muslim).
Namun, kebaikan atau amal yang dilakukan masih terpaku pada hubungan antara manusia dengan tuhan (hablum minallah) dan hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas).
Sementara hubungan antara manusia dengan alam (hablum minal alam), seringkali masih diabaikan. Padahal, lingkungan yang baik memegang peran krusial dalam kelangsungan hidup manusia saat ini dan dimasa yang akan datang.
Saras Dewi dalam bukunya– ekofenomenologi; disekuilibrium relasi antara manusia dengan alam menjelaskan bahwa masalah kontemporer yang dihadapi manusia adalah mereka kehilangan kealamiahan lingkungannya. Maka wajar, jika sering terjadi bencana ekologis seperti banjir, abrasi, dan tanah longsor.
Hal tersebut terjadi, tidak terlepas dari campur tangan manusia egois, yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Hutan digunduli, laut dikeruk, gunung-gunung diratakan sehingga fungsi ekologisnya menjadi terganggu dan menyebabkan perubahan iklim.
Padahal dalam QS. Al-Qashash ayat 77, diterangkan bahwa “... dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (mufsidin).”
Bulan suci ramadhan adalah momentum untuk kembali ke fitrah. Puasa sejatinya menahan hawa nafsu. Namun, pernahkah kita berpikir untuk melakukan puasa ekologis, menahan diri dari segala hal yang dapat merusak bumi dan hidup selaras dengan lingkungan sekitar, agar tidak terjadi kerusakan dan bencana yang tidak diinginkan. Lalu bagaimana menerapkan puasa ekologis?
Mulai Dari Dapur - Hingga Lemari
Setiap orang dapat melakukan puasa ekologis. Bukan hanya untuk umat Islam, namun dapat dilakukan oleh seluruh umat manusia tanpa memandang latar belakang agama tertentu. Juga tidak perlu menunggu bulan suci ramadhan untuk menerapkannya. Semua orang dapat menerapkannya melalui hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
Di bulan puasa seperti ini, ketika tiba waktu berbuka seringkali kita ingin memakan semua jajanan yang ditawarkan di sepanjang jalan. Bahkan sampai harus war takjil untuk berbuka puasa.
Sayangnya, tidak sedikit juga yang menyisakan apa yang mereka beli dan berakhir di tempat sampah, ujungnya adalah mubazir. Bukannya dapat pahala, justru sebaliknya.
Sampah rumah tangga atau sisa makanan seringkali dipandang sepele. Padahal, sampah sisa makanan menjadi salah satu faktor perubahan iklim. Sampah makanan yang menumpuk dapat menghasilkan gas metana - salah satu gas efek rumah kaca. Bahkan gas tersebut lebih berbahaya dari karbon dioksida.
Jadi langkah pertama yang dapat dilakukan dalam puasa ekologis ini adalah membuat atau membeli makanan secukupnya saja, agar tidak menjadi sampah dan mubazir. Boleh lebih, tapi dibagikan ke tetangga, boleh juga ke penulis! Jika seperti ini, pahalanya akan berlapis-lapis.
Langkah kedua, sebelum berangkat war takjil, pastikan membawa wadah makanan sendiri. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir plastik sekali pakai yang sulit terurai dan sudah menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA).
Selain persoalan takjil, pakaian di penghujung bulan ramadhan juga sering diserbu pelanggan, apalagi jika diberi diskon besar-besaran. Mengenakan pakaian baru di hari raya dengan brand tertentu adalah keinginan oleh sebagian besar orang. Padahal, pakaian yang dibeli untuk hari raya sebelumnya, baru sekali dipakai dan hanya dibiarkan menumpuk di lemari.
Fast fashion semacam ini, juga berdampak buruk terhadap lingkungan karena menghasilkan limbah pakaian. Tahun 2022 lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan bahwa sampah kain menyumbang 2,5% dari total volume sampah. Meski relatif sedikit, namun diprediksi akan terus meningkat.
Francine Jay dalam sebuah bukunya– Seni Hidup Minimalis, memperkenalkan metode STREAMLINE. Metode ini bisa menjadi cara puasa ekologis berikutnya. Salah satu langkahnya adalah If one comes, one goes out (satu masuk, satu keluar). Maksudnya adalah belilah barang-barang sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Jangan biarkan barang-barang dengan fungsi yang sama menumpuk namun tidak digunakan. Jika masih layak pakai, sebaiknya diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan.
Waktunya Puasa Ekologis
Ada banyak cara yang bisa dilakukan sesuai versi kita masing-masing. Beberapa cara yang disebutkan diatas hanya sebagian kecil dari ikhtiar puasa ekologis agar dapat hidup selaras dengan lingkungan. Setiap orang dapat melakukannya, tidak ada cara atau pakem khusus dalam penerapannya. Oleh karena itu, temukan dan terapkan versi terbaik menurutmu!
Penulis: Muhajirin, Aktif di Green Youth Celebes - turut serta mengkampanyekan berbagai isu lingkungan.