Kurban (Antara Cinta dan Ego)
Semarak bau gulai kambing dan ketupat tercium aromanya
Di berbagai sudut rumah bahkan sampai ke pelosok desa.
Bersiap menyambut hari untuk meneladani bukti cinta dan pengorbanan para pendahulunya.
Sepanjang jalan di berbagai tempat ramai akan hewan-hewan di perjual belikan. Menggoda iman atau sekadar tontonan.
Pamflet, iklan, berita sampai sosial media di ramaikan dengan kebahagiaan setiap insan.
Mulai dari bapak negara yang selalu menyumbang hewan termahal,
Sampai pada tukang becak yang memerah keringat untuk menunjukkan bukti ketaatan.
Perintah kurban sebagai alarm untuk senantiasa hadap diri dan sadar diri atas setiap kepunyaan.
Menjadi manifestasi cinta akan perintah tuhan demi sebuah keridhoan untuk menteladani keihklasan dari Nabi Sulaiman.
Kurban selalu mengajarkan tentang cinta dan keikhlasan dari setiap keserakahan yang selalu tak tertahankan. Mengubur ego yang selalu di tinggikan, mengubur tamak yang selalu tergandengkan, dan ambisi yang selalu di dewakan.
Setahun disuguhi berbagai godaan yang selalu menjadi hambatan untuk meraih kemenangan demi pengakuan hamba amatiran. Kurban mengajarkan keteladanan, mewujudkan kesetaraan untuk memupuk persatuan dan persaudaraan demi kemanusiaan.
Kurban.... Memupuk cinta dan kasih semua golongan dalam payung iman dan Islam. Menyatukan perbedaan, mengenyampingkan jabatan demi keridhoan.
Adakah kecewa jika kepunyaan selalu di ikhlaskan demi perintah Tuhan? Atau adakah nikmat yang kurang bila semuanya dijalankan demi kemanusiaan?
Mari menyambut bulan Idul Adha dengan penuh kesadaran, memutus mata rantai setiap keserakahan, menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, mengikis kemiskinan, kebodohan dan berbagai penjajahan beserta sifat kebinatangan yang selalu melekat pada nadi setiap insan.
Q.s al- kautsar : 2, maka laksanakanlah shalat dan berkurbanlah.
*
Pesan-Pesan Malam
Ku bersimpuh hadap nan harap kepada sang khalik di malam yang begitu pekat.
Terkoyak cemas akan dosa yang menggumpal di masa-masa
Malam menampar jiwa akan khilaf yang berlarut dalam tawa
Kini deru air mata menetes kencang di atas persimpahan sajadah
Ku menemukan sadar di malam bersama sepi
Menemukan keotentikan jasadiyah nan ruhaniyah yang sunyi tanpa tabir kepalsuan
Wajahku memerah layaknya api yang telah terbakar malu akan dosa
Adakah tuhan menampar diri tuk kembali padanya
Manusia bersorak takbir tuk berdoa pada musibah musibah kosmik yang sistemik
Merindukan jiwa yang pikirnya berbau dzikir pada rabbi
Menegur mesra para hamba yang senang melupa akan jati dirinya
Pekat malam terbalut dingin untuk pinta yang tak bertepi
Lupa akan syukur di tiap nikmat cinta nan pinta yang terijabah
Detik masa memantik rindu akan bulan mendulang pahala
Seketika mata semakin menderu deru atas perilaku masa lalu
Akankah menjemput kemenangan?
Ataukah mengulangi kemenangan dengan sikap yang kalah akan ego yang berkelana.
Tuhan, izinkan Aku tuk selalu mesra dengan sepi malammu
Agar ku tau siapa. Diriku.
Penulis: Al Azka, kesehariannya banyak menghabiskan membaca buku dan menulis opini, essay dan puisi. Sekarang sedang melanjutkan pendidikan ke jenjang magister Prodi Interdisciplinary Islamic Studies (IIS) Konsentrasi Kajian Komunikasi dan Masyarakat Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dapat dihubungi melalui Instagram @al_azka26.