Tunjangan Guru vs Tunjangan Legislator
Sedangkan tunjangan sertifikasi guru pertriwulan masih sangat dipersulit oleh syarat administrasi.
Sangat jauh berbeda dari tunjangan para legislator barangkali?
Keharusan memenuhi 24 jam pertemuanlah, sistem validasi GTK yang amburadul lah, penempatan guru yang tidak sesuai kebutuhan sekolah,
Alih alih ada sekolah yang kelebihan guru mapel & justru ada yang kekurangan guru mapel. Akhirnya, tunjangan pendidikan profesi guru tidak memenuhi syarat ting tong!!!
Belum lagi kemelaratan guru honorer?
Upahnya jauh dari batas wajar jika dibandingkan semangat juangnya atas kerja-kerja pencerdasan.
Kupikir pemangku kebijakan belum bekerja secara maksimal,
jika kesejahteraan guru hanya menjadi angan-angan.
Para wakil rakyat, katanya
Disinggasananya hanya duduk termangu.
Bahkan permasalahan pendidikan tidak menjadi penting baginya.
Mereka acapkali cukup tahu dan tidak kunjung menciptakan solusi.
Mereka seakan lupa dengan mandataris rakyat, mereka sibuk mencipta jarak dan antipati terhadap masyarakatnya, namun ini sebagian tidak seluruhnya.
Setelah Horosima dan Nagasaki dibom maka orang yang paling pertama dicari oleh kaisar adalah guru.
Sedang di indonesia ditengah gonjang-ganjing efisiensi
gurulah yang paling pertama dianggap sebagai beban,
oleh seorang menteri yang mungkin tidak butuh diajar guru lagi?
Kurang ngajar itu karena kurangnya pengajaran,
guru adalah orang kebal melawan bebalnya siswa.
Namun kita punya cita-cita mencipta pendidikan yang humanis,
lalu mengapa negara dibeberapa kesempatan justru tidak manusiawi?
Guru tidak pernah bilang bahwa dirinya adalah pahlawan tanpa tanda jasa, siswalah yang bertitah demikian termaksud Ibu Sri Mulyani waktu sekolah mungkin.
Menjadi guru adalah ruang bertumbuh,
dari sana peradaban dijahit, ditatah dan dibentuk sedemikian rupa.
Pemimpin negara pernah bercita-cita dihadapan gurunya,
inilah sebab mungkin kaisar jepang mencari guru saat itu,
alasannya satu dia sadar bahwa guru itu penting.
Penulis: Susi Susanti, Ketua Kohati Cab.Takalar.