Sat, 07 Dec 2024
Cerpen / Harwinder Kaur / Nov 23, 2024

Cahaya yang Redup

Pada suatu kala di negeri Revant, hiduplah seorang peri yang bernama Clair. Ia terlihat cantik menawan dengan keempat sayapnya yang berwarna emas. Clair seperti matahari yang menyinari seluruh rakyat di negeri Revant.

Ia bertugas di Kerajaan untuk membantu kerajaan serta rakyat yang sedang mengalami kesulitan. Clair memiliki kepribadian yang menyenangkan. Ia selalu tersenyum ramah kepada semua orang. 

“Aku sungguh lelah menghadapi raja dengan perilakunya yang seenaknya. Ia selalu melakukan sesuatu tanpa berdiskusi padaku,” ucap sang ratu sambil meletakkan cangkir teh di atas meja. 

“Yang mulai ratu pasti tahu kan bagaimana watak raja? ratu harus lebih aktif mengungkapkan apa yang dirasakan,” Clair berusaha memberikan nasihat. 

Sang ratu terisak, berusaha menenangkan diri sambil mengelap air mata yang jatuh di pipinya dengan punggung tangannya. Clair merasa bergetar. Ia berusaha menahan tangisnya, menarik mundur kursinya dan memeluk ratu di hadapannya.

Ia mencoba menenangkan dan mengusap lembut punggungnya. Clair sudah menganggap ratu sebagai keluarganya sendiri. Hubungan sang ratu dan raja memang tidak harmonis. Watak raja yang begitu keras membuat sang ratu tidak nyaman menjadi dirinya sendiri. 

Kegiatan mereka terhenti ketika salah satu prajurit memasuki ruangan dan menginformasikan bahwa raja sudah menunggu di depan. Sang ratu membersihkan sisa air mata di wajahnya dan tersenyum meninggalkan Clair.

Clair bangun dari duduknya dan matanya tanpa sengaja tertuju pada ujung sayapnya yang entah kenapa berubah menjadi warna hitam. Ia berusaha menggosok noda hitam itu dengan tangannya, namun tidak terjadi perubahan apapun.

Mungkin ini hanya noda yang menempel batinnya. Perutnya yang keroncongan membuatnya berhenti berusaha dan memutuskan untuk pergi ke pasar membeli kue coklat favoritnya di toko langganan. 

Cuaca hari ini cukup panas. Ia mengambil karet di pergelangan tangannya dan mengikat rambutnya ke belakang sambil berjalan menyusuri pasar.

Tidak hanya ramah, Clair terkenal akan kecantikannya. Kulitnya yang kecoklatan membuatnya terlihat unik. Beberapa perdagang tersenyum dan menyapa Clair.  

“Clair, ayo mampir ke tokoku,” ucap pedagang buah. 

“Lain kali, hari ini aku ingin membeli kue coklat,” Clair menjawab sambil tertawa. 

Ia sampai di depan toko favoritnya. Toko kecil yang dijaga oleh Betty, seorang nenek paruh baya yang sudah dianggapnya seperti ibunya. Walaupun kecil, tempat ini memberikan kesan nyaman didalamnya.

“Clair sudah lama aku tidak melihatmu,” sapa sang Nenek sambil membawa salah satu nampan berisi kue coklat favoritnya. 

“Kurasa nenek lupa, aku baru saja minggu lalu kesini,” Clair tertawa. Ia sudah terbiasa menghadapi Betty dengan kepikunannya. 

Seseorang menepuk pundaknya. Ia menoleh ke belakang dan mendapati seorang ibu tua memandanginya 

“Clair maukah kau membantuku? Aku ingin membeli cemilan untuk cucuku namun uangku tertinggal. Aku tidak mungkin kembali lagi ke rumahku. Lututku tidak kuat,” Ia berdiri sedikit membungkuk memegang lututnya. 

Clair memegang perutnya yang keroncongan namun ia segan untuk menolak karena sudah menjadi tanggung jawabnya untuk membantu seluruh rakyat Kerajaan. Ia mengabaikan keinginannya dan memberikan empat koin emas kepada Ibu tersebut.

Ia menelan liurnya sambil menatap cemilan yang tadi ia inginkan. Bayang-bayang kue coklat impiannya musnah. Tidak ada lagi koin yang tersisa di tangannya.

Setidaknya Clair bahagia karena melihat senyuman di wajah ibu tersebut. Ia memutuskan untuk langsung kembali ke istana.

Di perjalanan, ia bertemu dengan seorang anak kecil yang sedang duduk menangis di pojokan. Lagi dan lagi, Clair harus mengabaikan perutnya yang kelaparan dan kembali bertugas.  

“Hai ada apa? Kenapa kau menangis?” Clair berjongkok di hadapan anak itu. 

“Aku kehilangan ibuku,” suaranya tersendat tertutupi oleh isak tangisnya.

“Jangan khawatir. Ayo kita cari bersama,” Clair berdiri dan menggandeng tangan kanan anak tersebut. 

Mereka mengelilingi pasar bersama-sama. Seketika ia merasakan nyeri di perutnya. Rasa lapar yang ditahannya membuat perutnya berteriak marah.

Clair mencoba mengabaikannya. Pasar ini memiliki ukuran yang tidak begitu besar. Clair yakin ia akan bisa membantu anak ini menemukan ibunya dengan cepat.

Setelah berkeliling ke beberapa bagian, mereka mendapati kerumunan warga yang terlihat mengelilingi seorang wanita. Clair seakan bisa menebak sepertinya wanita itu ibu dari anak kecil ini.

Ia membawa anak kecil itu mendekati kerumunan dan benar saja anak itu langsung berlari kencang menghampiri wanita yang ada di depannya. 

Clair merasa tenang. Akhirnya salah satu misinya selesai. Ia sudah tidak sabar kembali ke kerajaan dan mengisi perutnya yang sudah bergejolak. 

“Clair ada apa dengan sayapmu?” seorang pria menunjuk sayap di sebelah kanannya. 

Clair refleks menoleh dan mendapati kedua sayap di ujung kanannya berubah menjadi warna hitam pekat. Matanya membesar tanda tak percaya. Seketika seluruh dadanya terasa berat diliputi oleh rasa takut.

Semua orang di hadapannya mulai berbisik dan memandangnya aneh. Clair mencoba untuk terlihat biasa namun tatapan tajam yang didapat membuatnya tidak nyaman. Untuk pertama kalinya, ia merasa ditolak.

“Kurasa ada sesuatu yang salah denganmu,” ucap seorang wanita yang terlihat seumuran dengannya. 

“Apakah aku terlalu sensitive? Nada bicaranya membuatku merasa tidak nyaman. Kenapa orang-orang seperti memojokkanku?” batinnya mulai bersuara. 

“Sepertinya aku harus pamit dan kembali ke istana,” Clair mencoba untuk tersenyum dan meninggalkan semua orang dihadapannya. 

Ia melangkahkan kakinya dengan cepat tanpa mempedulikan orang-orang yang menatapnya aneh. Clair sampai di istana, melewati para penjaga tanpa menyapanya. Ia sudah yakin, mereka pasti akan bertanya mengenai sayapnya.

Ia segera masuk ke kamarnya, mengunci pintu dan memandangi dirinya di depan kaca. Clair mencoba untuk membasahi sayapnya dengan air berharap noda hitam itu akan menghilang namun sia-sia.

Lagi-lagi tidak ada perubahan yang terjadi. Suara ketukan pintu menghentikannya. Ia membuka pintu kamarnya dan mendapati sang ratu sedang berada dihadapannya memandangi sayapnya yang berubah menjadi hitam. 

“Clair apa yang terjadi pada sayapmu??!!” suaranya meninggi dan tatapannya terlihat kaget.  

“Aku juga tidak mengerti yang mulia. Aku baru saja kembali dari pasar dan tiba-tiba saja sayapku berubah seperti ini,” suaranya parau dan wajahnya terlihat cemas. 

“Mungkin kau hanya butuh istirahat. Aku rasa dua sampai tiga hari cukup sebelum kau kembali menjalankan tugas,” 

Kata-kata ratu seperti menusuk di hati Clair. Bertugas? Aku bahkan sedang ketakutan memikirkan sayapku yang bermasalah. Bagaimana bisa sedikitpun ia tidak peduli?” ucap Clair di dalam batinnya. 

“Tenang saja, aku akan tetap bisa menjalankan tugasku. Bolehkah aku meminta waktu untuk istirahat?” Clair terkejut karena seketika nada bicaranya berubah menjadi ketus. 

“Kenapa nada bicaramu ketus padaku? Tolong tunjukkan rasa hormatmu!” 

“Aku minta maaf sepertinya aku hanya lelah,” Clair merasa bersalah karena tanpa sadar ia mengeluarkan kemarahannya. 

Sang Ratu tidak menjawab apapun dan pergi meninggalkannya. Clair naik ke atas tempat tidur dan menangis terisak. Dadanya berdegup kencang dan terasa berat. Badannya terasa bergetar. Sekujur tubuhnya merinding dan terasa lemas.

“Apa yang terjadi padaku? Aku tidak pernah mengalami ini sebelumnya,” Clair tidak bisa berhenti menangis. Tanpa ia sadari, sekarang seluruh sayapnya sudah berubah menjadi warna hitam. Tidak ada lagi warna emas yang tersisa. 

-

Seminggu berlalu dan tidak ada perubahan apapun. Clair merasa tubuhnya semakin lemas dan tidak berdaya. Setiap hari, ia hanya tertidur dan menangis di tempat tidurnya.

Lingkaran hitam mengelilingi matanya. Tubuhnya semakin kurus. Clair yang seperti matahari berubah menjadi Clair yang penuh dengan kegelapan. 

Sang Ratu yang prihatin melihat kondisi Clair membuat sayembara khusus. Ia mengumumkan kepada seluruh rakyat Revant, bahwa siapapun yang bisa menyembuhkan Clair akan mendapatkan sekarung koin emas.

Penawaran menarik itu membuat hampir seluruh rakyat di Kerajaan Revant datang untuk mencobanya. Beberapa diantaranya membawakan Clair berbagai macam masakan untuk memberikan rasa hangat di hatinya.

Ada yang datang sambil membawa ukulele menyanyikan beberapa lagu. Beberapa anak kecil berdatangan membawa hasil lukisan mereka. Clair tersentuh melihat upaya dari seluruh rakyat yang membantunya.

Namun, semua percobaan itu tidak berhasil mengubah warna sayapnya. Clair dan sang Ratu menghela nafas. Mereka terlihat putus asa. Salah satu prajurit bersama seorang lelaki yang merupakan kandidat terakhir.

Berbeda dengan yang lainnya, lelaki ini terlihat misterius dengan pakaiannya yang serba hitam. Ia tidak terlihat membawa apapun. Laki-laki itu menunduk di hadapan Sang Ratu. 

“Kau tidak membawa apapun?” tanya Sang Ratu. 

“Aku peramal dari negeri sebelah. Aku tidak perlu membawa apapun,” laki-laki itu menarik sebuah kursi dan duduk di hadapan Clair memandangi wajahnya. 

“Bolehkah aku memegang sayapmu?” tanya lelaki itu. 

“Silahkan periksa saja,” Clair mengubah posisi duduknya ke arah samping. 

“Sayapmu berubah menjadi hitam karena batinmu terluka. Yang perlu kau lakukan adalah menyembuhkan batinmu,” 

“Batinku? Apa hubungannya antara batin dengan sayapku yang berubah menjadi hitam?” Clair melepaskan sayapnya dari tangan lelaki itu. Ia terlihat curiga dan tidak percaya. 

“Warna emas sayapmu terpancar dari batin yang bercahaya. Ketika sayapmu berubah hitam artinya batinmu sedang gelap,” 

“Jadi, bagaimana aku bisa menyembuhkan batinku?” 

“Diamlah dan biarkan semua emosimu berbicara, maka disana kau akan mendapatkan jawabannya,” 

Clair hanya diam mencoba merenungi setiap kalimatnya. Pria misterius itu bangun dari kursinya dan pergi meninggalkan Clair dengan tanda tanya besar di dalam dirinya. 

“Hai siapa namamu?” Clair berteriak. 

Pria itu berbalik dan hanya tersenyum tanpa memberikan jawaban. Clair dan sang ratu bertatapan. Sepertinya mereka memikirkan hal yang sama. Pria itu terlihat mencurigakan. 

-

Malam harinya, Clair mencoba untuk duduk di kegelapan kamarnya. Ia mengikuti saran lelaki peramal itu. Ia tidak melakukan apapun dan hanya diam mendengarkan diri dan emosinya. Air mata kembali mengalir di pipinya. Perlahan-lahan ia mulai mengajak dirinya untuk berbicara.

“Aku cape dan tertekan. Kau selalu mengabaikanku,” ucap batinnya. 

“Bagaimana bisa aku mengabaikanmu?” 

“Kau selalu membantu semua orang tapi bagaimana dengan diriku?” 

“Apa yang bisa aku bantu?” 

“Aku hanya membutuhkanmu di sisiku,” 

Clair menangis semakin kencang. Ternyata ini perasaan hatinya selama ini. Ia terlalu sibuk membantu semua orang namun ada bagian kecil di dalam dirinya yang selalu ia abaikan.

Bahkan ia tidak tahu bahwa ada bagian yang terluka di dalam dirinya. Betapa jahatnya ia meninggalkan dirinya seperti ini. Setiap kali ia merasa sedih, marah ataupun takut, Clair selalu mengabaikan semua perasaannya. Baginya, ia harus selalu menunjukkan wajahnya yang ceria dan penuh semangat. 

Setiap hari, ia mendapati perasaan yang berbeda darinya. Kadang ia merasa cemas seperti ada yang mengikat dadanya. Ada kalanya Clair akan merasa kehilangan semangat melakukan apapun dan hanya tertidur di kamarnya seharian.

Bahkan beberapa hari lalu, Clair merasakan amarah yang besar di dirinya. Ia mendadak membenci semua orang yang hanya ingin menerima bantuan namun tidak pernah membantu dirinya.

Ia merasa sudah memberikan terlalu banyak untuk orang lain namun tidak pernah mendapatkan hal yang sama dari orang tersebut. 

Sebulan berlalu dan kondisi Clair masih sama. Setiap hari, ia berusaha untuk mengubah keadaan dirinya namun tidak berhasil.

Clair memaksa dirinya untuk baik-baik saja. Ia mengusahakan agar dirinya selalu bahagia dan menyibukkan dirinya dengan berbagai aktivitas baru untuk mengisi waktunya. Ia memaksa dirinya untuk tersenyum walau hatinya berantakan. Cara itu tidak berhasil.

Semakin Clair berusaha untuk membahagiakan dirinya, semakin Clair merasa tertekan. Ternyata ia sadar, bahwa ia tidak pernah menerima dirinya apa adanya.

Ia hanya menerima dirinya yang bahagia, semangat dan rajin. Bagian dirinya yang sedih, cape, malas, marah, takut, tertekan ia tolak dan tekan. Itulah yang menyebabkan cahaya di sayapnya tak kunjung berubah.

Bagian yang ia tekan dalam waktu lama akhirnya meledak dan mematikan seluruh cahaya yang ada di dalam dirinya. Ia selalu menolak semua bagian itu karena Clair takut bahwa ia tidak akan diterima oleh orang lain dan berujung menjadikan dirinya sebagai robot yang hanya diperbolehkan untuk senang.

Perlahan-lahan, Clair mulai menerima perasaan tidak nyaman yang ia rasakan. Ia menerima bagian dirinya yang sedih, takut, marah dan kecewa.

Semakin sering Clair melakukan ini, semakin ia sadar bahwa ternyata Clair terlalu sering mengabaikan dirinya untuk kepentingan orang lain karena ia merasa harus membantu semua orang. Clair lupa bahwa masih ada dirinya yang perlu dibantu, masih ada dirinya yang membutuhkan cinta darinya. 

Semua proses ini membuat Clair lebih kenal dengan dirinya sendiri. Ia jadi tahu apa yang dibutuhkan dari dirinya. Penerimaan dan cinta bagi dirinya.

Semakin Clair menerima semua perasaan dan kondisinya, semakin dirinya merasa bahagia. Ia belajar bahwa ternyata itulah yang menjadikan Clair menjadi seorang Clair.

Tidak ada yang perlu diubah. Semua yang datang hanya cukup diterima, diberikan cinta dan dilepaskan. Penderitaan ini membuka pintu hatinya menjadi lebih besar.

Perlahan-lahan, warna hitam di sayapnya mulai memudar digantikan cahaya emas. Ada yang berbeda dari sayap Clair. Cahaya emas yang dipancarkan tiga kali lebih bersinar dari biasanya diikuti dengan ukuran sayapnya yang bertambah besar.

Jiwa Clair seperti terlahir kembali. Semua kejadian mengerikan dan menyeramkan ini ternyata sebuah anugrah besar bagi Clair.

Di awal memang semuanya terasa membingungkan dan tidak jelas tetapi semua ini kegelapan ini berujung pada cahaya yang lebih besar.

Sang ratu membuka istana dan mengundang seluruh rakyat Revant untuk merayakan kesembuhan Clair. Semuanya terlihat gembira melihat sosok baru Clair yang lebih bercahaya. Ia berdiri di hadapan seluruh rakyat menyampaikan pidatonya. 

Kepada seluruh rakyat Revant, aku ingin mengucapkan terima kasih untuk kehadiran kalian disini. Selama aku sakit, satu hal yang aku pelajari bahwa ternyata cinta mampu menyembuhkan segalanya. Aku terlalu focus untuk membantu kalian sampai melupakan diriku sendiri.

"Mulai saat ini, aku akan menjalankan tugasku dengan cara yang berbeda. Ada kalanya aku akan menolak untuk membantu agar kalian belajar untuk membantu diri kalian. Aku juga akan menempatkan batasan sampai sejauh mana aku bisa membantu karena sekarang aku juga harus membantu diriku sendiri” 

Clair mengucapkan pidatonya dengan lantang. Hatinya puas karena untuk pertama kalinya ia berani untuk memilih dirinya tanpa memikirkan pendapat orang lain.

 
 
Penulis: Perkenalkan saya Harwinder Kaur biasa dipanggil Harwin. Saya memulai karir menulis sejak tahun lalu dan ternyata memiliki kecintaan dalam menulis. Saya memulai dengan mempublikasikan tulisan saya di akun media sosial @healing.with.win di Instagram maupun TikTok. Tujuan awal saya membuat akun ini untuk membagikan karya dan cerita yang bisa memotivasi orang lain dalam menjalani hidup. Dari kecil saya senang berimajinasi dan kecintaan itu membuat saya tertarik untuk menulis cerita fantasi. Saya selalu berusaha untuk membuat cerita yang memiliki pesan didalamnya yang dimana pesan itu berkaitan dengan kehidupan kita sebagai manusia. Saya harap ketika orang membaca tulisan saya mereka bisa mendapatkan hiburan sekaligus pelajaran yang membantu jiwa mereka bertumbuh dan melihat dunia dari sisi yang lebih luas.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.