Kaya Raya Menjadi Pengedar: Ketika Intelektualitas Sudah Mati Dalam Jiwa Mahasiswa
Mahasiswa merupakan kata yang terbagi atas dua morfem, yakni Maha dan Siswa. Kata "maha" dalam bahasa Sanskerta sendiri memiliki arti yakni, "agung, sangat, besar" (great)., sedangkan Siswa dalam pengertian umum berarti orang yang terpelajar. Jadi Mahasiswa merupakan orang yang sangat terpelajar dengan status intelektualitasnya tinggi dan agung. Mahasiswa yang kita kenal secara umum adalah orang yang tidak pernah setuju akan kebodohan dan menjadi pelopor kebenaran dalam bertindak. Karena di usia seperti itu pola berpikir sudah matang.
Namun kenyataannya, terkadang mahasiswa tidak seperti pada esensi yang digambarkan di atas, yakni pelopor kebenaran dan anti kebodohan, akan tetapi terkadang berbalik menjadi pelopor kebodohan dan tindak kejahatan. Kejahatan yang paling menarik yakni ketika mahasiswa menjadi pelaku distribusi narkoba. Di antara kita pernah bertanya, apa saja yang menjadi faktor pendukung mahasiswa berada dalam poros pendistribusian narkoba?. Ada beberapa fakta lapangan yang akan merepresentasikan jawaban dari pertanyaan umum tersebut.
Pada sebulan yang lalu, tepat pada tanggal 28 juli 2019, salah satu media massa online, Media Indonesia menyatakan bahwa KASAT Narkoba Polres Metro Jakarta Barat, membenarkan bahwa adanya penangkapan dua orang oknum mahasiswa salah satu universitas swasta di Jakarta oleh Satuan Narkoba Jakarta Barat karena kedapatan memiliki dan menjadi bandar narkoba di kampus. Kedua Mahasiswa itu ditangkap di lingkungan kampus salah satu Universitas Swasta di Jakarta. Bahkan, Tim Sat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat menemukan penyimpanan puluhan kilogram ganja siap edar yang sudah dikemas. Dua hari setelah pemberitaan oleh Media Indonesia dalam kasus yang sama, disusul lagi pemberitaan oleh tempo.co, dalam hal ini BNNP DKI Jakarta berhasil mengusut kasus pengedar jaringan kampus berupa narkoba jenis narkotika yakni Ganja. BNNP DKI Jakarta yang bekerja sama dengan Porles Metro Jakarta Barat menemukan lima orang mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di Jakarta Timur. Dua di antara pelaku tersebut merupakan mahasiswa yang berstatus aktif dan tiga diantara nya lagi adalah mahasiswa yang sudah dalam status Drop-Out.
Pada kasus pengedaran dan penyalahgunaan Narkoba oleh Mahasiswa di Sulawesi selatan berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulawesi selatan tercatat pada tiga tahun terakhir.
Pelaku
|
2016
|
2017
|
2018
|
MAHASISWA
|
1.075
|
1.266
|
1.132
|
Dari fakta di atas dapat kami asumsikan bahwa lagi-lagi sebagian dari kaum mahasiswa yang katanya intelektual justru menunjukan hal yang bersifat amoral, tapi kita juga jangan gegabah menuding bahwa semua mahasiswa adalah pengguna dan pengedar, kita kembali mengingat dari fakta yang berusaha kami hadirkan di dalam tulisan ini yang dibahasakan ada pelaku yang tak berstatus mahasiswa atau mahasiswa Drop-Out, dari status akademik nya saja mereka bukan lagi berada dalam citra yang baik apalagi rutinitas sebagai pengedar sudah tidak menjadi masalah lagi bagi mereka. Ini akan ikut menodai mahasiswa lainnya yang masih berstatus mahasiswa aktiv dengan merekrut sebagai jaringan pengedar atau sebagai pengguna. Namun bukan hanya itu, aktifitas ini juga akan merusak pandangan umum masyarakat kepada orang yang berstatus mahasiswa dan perguruan tinggi yang mereka tempati.
Jika para pengedar berbaik hati, mereka akan senang hati memberitahukan alasan mengapa mereka menjadi pengedar, sudah menjadi rahasia umum, tidak lain adalah demi meraih kekayaan instan yang akan mensejahtrakan dirinya, karena mengingat salah satu naluri manusia adalah bagaimana ia dapat bertahan hidup, lalu bagaimana mencari sesuatu (uang) untuk dapat bertahan hidup. Maka dari cara instan inilah sebagai pengedar yang mereka gunakan untuk bertahan hidup.
Katakan lah bahawa para mahasiswa yang menjadi jaringan pengedar narkoba adalah mahasiswa yang sudah mati jiwa intelektual nya, penglihatannya sudah buram akan kemanusiaan, atau juga boleh dikatakan mereka belum atau tidak pernah sama sekali memiliki jiwa tersebut. Kalau intelektualitas dan kemanusian itu di miliki setiap orang atau setiap mahasiswa, maka tak akan sebodoh itu mereka hidup sebagai pengedar demi meraih kesenangan sesaat.
Kembali lagi kita membuka halaman pertama dari tulisan ini, ada fakta kasus yang telah disajikan. Dari fakta tersebut jelas telah melanggar pasal 111 UU no 35 Tahun 2019 tentang penyalahgunaan dan pengedaran Narkoba bersifat tanaman dengan hukuman pidana minimal 20 tahun penjara samapai maksimal seumur hidup.
Lagi-lagi, kegiatan literasi di lingkungan kampus dan masyarakat, serta kegiatan-kegiatan kemahasiswaan lainnya sangat dibutuhkan demi mencegah kebodohan dan mempertahan esensi sebagai mahasiswa yang seutuhnya.
Kampus juga seyogyanya menjadi fasilitator utama akan kegiatan positif tersebut, demi mendukung pengembangan intelektualitas Mahasiswa. Pihak birokrat perguruan tinggi bukan hanya sekedar memasang eksistensialis belaka sebagai pimpinan, tetapi pihak birokrat juga punya hak kepada mahasiswa untuk saling bersinergi memikirkan bahaya praktik pengedaran dan penyalahgunaan Narkoba agar melahirkan usaha dalam pencegahannya dengan cara mendukung pembentukan lembaga anti Narkoba dan kegiatan literasi dalam lingkungan kampus. Dalam hal ini juga adalah kegitan kemahasiswaan yang berkontribusi bagi Negara demi menyebarluaskan ancaman dan bahaya laten Narkoba.
*Tulisan ini merupakan salah satu bentuk kerjasama dengan UKM MAPHAN UNM terkait informasi seputar HIV/AIDS dan NAPZA
Penulis: Ricky Pradana Putra (anggota UKM MAPHAN UNM)