Wed, 05 Feb 2025
Esai / Andi Muhammad Fitrah R / Feb 01, 2025

Regenerasi Petani Untuk Keberlanjutan

Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sebagai negara agraris, kekayaan alam melimpah yang dimiliki Indonesia, menjadikan sektor pertanian sebagai tulang punggung dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan lapangan kerja, dan berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Tak Luput pada era digitalisasi, peran generasi muda dalam pemanfaatan teknologi informasi telah membawa perubahan besar di sektor pertanian, seperti pemakaian aplikasi berbasis data, media sosial sebagai sumber informasi serta penggunaan mesin berteknologi tinggi  untuk menghasilkan pangan yang berkualitas (Rika Reviza Rachmawati, 2021).

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia menghadapi tantangan besar mengenai berkurangnya minat generasi muda untuk terlibat dalam sektor pertanian. Masalah ini mengarah pada rendahnya regenerasi petani milenial, yang menjadi salah satu isu penting dalam menjaga keberlanjutan sektor pertanian.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pemuda berusia 16 hingga 30 tahun yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan signifikan. Pada tahun 2016, terdapat 7.813.407 petani berusia 45 hingga 54 tahun, sementara petani berusia di bawah 25 tahun hanya berjumlah 273.839 orang (Badan Pusat Statistik, 2019).

Data ini menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan petani muda sangat kecil dibandingkan dengan petani lanjut usia, yang dapat menandai adanya masalah serius dalam regenerasi petani sektor pertanian.

Di Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah petani milenial (berusia 19-39 tahun) tercatat sebanyak 32.016 orang, yang merupakan 11,74% dari total petani milenial di Sulawesi Selatan (Badan Pusat Statistik Kab. Bone, 2023).

Meskipun angka ini terlihat lebih baik dibandingkan dengan data nasional, namun tetap saja menunjukkan bahwa regenerasi petani milenial masih jauh dari harapan. 

Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya minat generasi muda untuk terlibat dalam sektor pertanian antara lain adalah pandangan negatif terhadap pekerjaan petani, yang dianggap sebagai pekerjaan yang kurang dari segi ekonomi dan status sosial (Fatchur Rozci & Dewi Anggun Oktaviani, 2023).

Banyak generasi muda yang lebih memilih untuk mencari pekerjaan dari sektor lain yang dianggap lebih modern dan memiliki peluang penghasilan yang lebih tinggi. Selain itu, karena kurangnya akses terhadap teknologi, serta minimnya informasi mengenai dukungan dari pemerintah, juga menjadi penghambat bagi generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian.

Penurunan tingkat regenerasi petani ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah, karena dapat mengancam keberlangsungan produksi pangan dan perkembangan teknologi di sektor pertanian.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menciptakan program-program yang dapat meningkatkan daya tarik sektor pertanian bagi generasi muda, seperti penyediaan akses terhadap teknologi modern, pelatihan keterampilan, serta insentif ekonomi yang menarik.

Selain itu, perlu dilakukan kampanye untuk mengubah pandangan masyarakat tentang profesi petani, dengan menekankan pentingnya peran petani dalam sektor pangan dan keberlanjutan lingkungan. Dengan demikian, diharapkan generasi milenial dapat melihat sektor pertanian sebagai pilihan karir yang menjanjikan dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional.

Untuk meningkatkan minat generasi milenial terhadap sektor pertanian demi perkembangan teknologi, Kementerian Pertanian pada tahun 2018 sampai saat ini terus berinovasi dalam pelaksanaan program petani milenial berupa pelatihan, fasilitas teknologi pertanian, serta modal usaha dan informasi mengenai teknologi terbaru dalam sektor pertanian.

Kementan juga memberikan pembinaan dan pendanaan kepada anak muda yang ingin berinovasi dalam perkembangan teknologi pertanian, hal ini bertujuan untuk memperkenalkan serta mengembangkan teknologi di sektor pertanian.

Bantuan serta usaha yang ditawarkan oleh pemerintah tersebut sudah cukup baik untuk meningkatkan minat generasi milenial dan perkembangan teknologi, akan tetapi penggunaan teknologi informasi belum merata dan merupakan hal yang tidak biasa bagi petani yang tinggal di pelosok (Indonesia.go.id, 2024).

Belum lagi tingkat kesadaran petani di pelosok daerah yang masih  kurang dalam perkembangan teknologi.

Data BPS per Agustus 2020 menunjukkan bahwa penduduk yang bekerja di sektor pertanian, berjumlah 38.224.371 orang atau 14,15% dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270.043.414 Jiwa.

Jumlah pekerja laki laki lebih banyak dari pekerja perempuan yaitu 24.428.631 pekerja laki-laki dan 13.795.740 pekerja perempuan. Pekerja sektor pertanian yang bekerja di pedesaan jumlahnya lebih besar dari perkotaan, yaitu 8.396.242 berada di perkotaan dan 29.828.129 berada di pedesaan. Hal ini karena luas area pertanian khususnya untuk lahan persawahan lebih banyak di perdesaan (BPS 2020).

Kekurangan minat generasi milenial ini memengaruhi proses digitalisasi di sektor pertanian. Padahal, teknologi digital dapat membawa perubahan besar, mulai dari penggunaan alat pertanian otomatis, pemantauan kondisi tanaman melalui sensor. hingga pemasaran produk secara online. Digitalisasi juga dapat mengurangi ketergantungan petani pada cara tradisional yang kurang efisien dan rentan terhadap kerugian (Agrimansion, 2024).

Namun, jika generasi milenial tidak tertarik untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi digital dalam pertanian, potensi besar ini akan sia-sia. Selain itu, perlu ada kampanye yang lebih,  untuk mengedukasi generasi milenial mengenai pentingnya sektor pertanian dan potensi digitalisasi di sektor ini.

Dengan semakin banyaknya anak muda yang mengerti akan pentingnya peran teknologi dalam pertanian, mereka dapat melihat sektor ini tidak hanya sebagai sektor tradisional, tetapi sebagai bidang yang memiliki peluang besar untuk inovasi dan kemajuan. 

Koordinasi dan kesadaran merupakan kunci keberhasilan program ini. Dibutuhkan kesatuan pendapat, baik dari pemerintah maupun dari masyarakat untuk sama sama mensukseskan program ini sebagai bagian dari inovasi teknologi di sektor pertanian.

Tidak lupa, evaluasi harus terus dilakukan demi keberlanjutan berjalannya program ini sebagai dampak yang berpotensi jangka panjang untuk masa depan sektor pertanian.

 
 
Penulis: Andi Muhammad Fitrah, siswa Kelas 12 di SMAN 8 BONE.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.