Rumus ABCDE Solusi Pencegahan Penularan HIV/AIDS
Dari ribuan jenis penyakit yang diketahui, WHO (World Health Organization) menempatkan HIV/AIDS pada posisi ke-4 dalam hal penyakit mematikan di dunia dengan angkat kematian pada tahun 2012 sebanyak 1,5 juta jiwa (2,7%), yang tidak lain menyebabkan kekebalan tubuh menurun hingga rentan terkena penyakit hingga akhirnya pada tahap kronis (AIDS). Saat ini memang adanya bahwa HIV/AIDS bukanlah penyakit yang paling mematikan di dunia, namun jika tidak dilakukan pencegahan secara menyeluruh maka tidak dapat dipungkiri bahwa nantinya dapat berpotensi menempati posisi pertama sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia.
Permasalahan HIV/AIDS menjadi tantangan kesehatan hampir di seluruh dunia, tak luput pun dengan Indonesia. Virus HIV yang masuk tubuh ke dalam tubuh manusia menyerah sel darah putih (limfosit), dimana sel darah putih inilah yang menjadi sistem pertahanan tubuh manusia. Jika virus HIV telah berhasil menyerang atau bahkan merubuhkan sistem pertahanan tubuh dengan cara mematikan bahkan berkembang biak dalam sel tubuh. Sehingga dalam kurun waktu 5-10 tahun setelah terinfeksi virus HIV akan mengalami kumpulan gejala infeksi oppurtunistik yang disebabkan oleh penururnan kekebalan tubuh yang disebut dengan AIDS.
Berdasarkan hasil riset Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sejak pertama kali ditemukan sampai dengan Juni 2018, HIV/AIDS telah dilaporkan keberadaannya oleh 433 dari 514 Kabupaten/Kota di 34 Provinsi di Indonesia, dengan jumlah kumulatif sebanyak 301.959 jiwa (47% dari estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV/AIDS tahun 2018 sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan pada kelompok umur 20-24 tahun. Berikut persebaran HIV/AIDS ditiap provinsi dengan jumlah tertinggi ditempati oleh DKI Jakarta (55.099), disusul oleh Jawa Timur (43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699), dan Jawa Tengah (24.757).
HIV tidak mudah menular seperti anggapan ataupun rumor yang beredar di masyarakat, seperti misalnya hanya dengan berjabat tangan dapat menularkan HIV, sama halnya dengan makan sepiring, berpelukan, ataupun hidup seatap dengan ODHA. Ada syarat yang harus terpenuhi sehingga virus HIV dapat ditularkan, yaitu transfusi darah, hubungan seksual yang beresiko, dan ibu pengidap HIV kepada anaknya. Namun untuk mengetahui ciri pengidap HIV tak dapat dilihat secara kasat mata (fisik) semata malainkan pula dilakukan pemeriksaan di laboratorium.
Tingginya kasus HIV/AIDS di Indonesia ditargetkan berakhir pada tahun 2030, oleh karenanya pemerintah gencar melakukan sosialisasi sebagai bentuk upaya pencegahan penularan HIV/AIDS. Adapun salah satu bentuk sosialisai pencegahan penuaran HIV/AIDS yaitu dengan “Rumus ABCDE”.
1. A (abstinace) yaitu tidak melakukan hubungan seks diluar nikah, mengingat bahwa kasus penularan HIV rentan pada anak usia dini yang melakukan seks bebas akibat ergaulan yang tidak terkontrol. Dengan memberikan edukasi mengenai HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi dilakukan mulai dari siswa siswi SMP diharapkan dapat menekan laju penularan HIV.
2. B (be faithful) yaitu setia pada pasangan. Ketika status HIV seseorang tidak diketahui, rantai penularannya akan terus terjadi. Pria yang “membeli seks” tidak aman, melakukan seks tidak aman, dan terinfeksi HIV dapat menularakn virus kepada isterinya pada saat berhubungan seksual sehingga hal inilah yang menjadi penyebab tingginya kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga.
Ramdani Sirait mengatakan dalam bukunya berjudul “Jangan Bawa Pulang HIV” berisi tentang ibu rumah tangga atau perempuan yang tertular HIV salah satunya karena Mobile Man with Money, yaitu istilah untuk suami atau pria yang bepergian ke luar kota atau bekerja jauh dari rumah dan memiliki daya beli tinggi. Untuk itu, setia pada pasangan atai tidak berhubungan seks secara bergonta-ganti pasangan menjadi salah satu pencegahan penularan HIV.
3. C (kondom) yaitu penggunaan kondom pada saat berhubungan seksual. Kondom dinilai efektif mencegah penularan HIV sebesar 90-95% menurut National Institutes for Health. Penggunaan kondom membuat hubugan ses lebih aman dari terpaparnya virus HIV.
4. D (don’t use drugs), tidak memakai narkoba terlebih dengan penggunaan suntik secara bergantian. HIV dapat ditularkan melalui jarum suntik yang telah terkontaminasi oleh darah yang terinveksi HIV. Terlebih jika berbagi jarum suntik ataupun menggunakan jarum suntik bekas, dapat menyebabkan resiko tertularnya HIV.
5. E (equipment) yaitu menggunakan peralatan steril. Selain penggunaan jarum suntik, perlu juga diperhatikan peralatan bedah, peralatan tatto ataupun peralatan medis lainnya harus steril sebelum digunakan. Pemerintah saat ini tengah memberikan Layanan Alat Suntik Steril (LASS) bertujuan agar penasun tidak lagi menggunakan suntikan secara bergantian. Sedikitnya terdapat 43 puskesmas di 15 Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang telah melaksanakan LASS. Program ini juga meliputi pendidikan, pemberian informasi, dan komunikasi untuk mengubah perilaku yang dapat beresiko tertularnya virus HIV.
HIV/AIDS menjadi masalah serius, mematikan kelompok produktif hingga mengurangi produktifitas. Oleh karenanya, meskipun HIV/AIDS tidak mudah tertular namun tetap saja banyak yang meremehkan penularan virus HIV dilihat dari tingginya angka pengidap HIV/AIDS. Dengan menanamkan perilaku hidup sehat tentunya akan mencegah penularan HIV hidup yang lebih baik.
*Tulisan ini merupakan salah satu bentuk kerjasama dengan UKM MAPHAN UNM terkait informasi seputar HIV/AIDS dan NAPZA
Penulis: Siti Raihanah Rinduputri Faisal (anggota UKM MAPHAN UNM)