Mon, 23 Dec 2024
Puisi / Minhad Rahmaniyah / Jan 31, 2021

Atma Harsa

Atma Harsa

Saban pagi menyapamu dari jendela
Membawa sebuah harapan yang tak pernah kau sangka
Secangkir teh pada genggaman kanan
Angan bersama perasaan pecahkan lamunan
“Hai yang masih hidup” sontak teriaknya

Selaksa juang yang sudah kau bangun
Menggapai yang kau andai perlu dimulai
“Cita dan cinta?” tanyanya penuh resah
Jemputlah dengan langkah yang tergesa-gesa
Diam tak akan menghasilkan apa-apa

Bukankah insan mendambakan kisah anindhita
Ketakutan hanya membuatmu kalah melawan ego sendiri
Pada setiap kemungkinan yang kau khawatirkan
Sarayu menemani arahmu menuju cakrawala
Jauh pergi dan bertahanlah

*

Restu Waktu

Saat detik-detik berdenting pelan
Kau tiba di tepi lamunan membawa senyuman
Manis sekali hingga raga sontak terdiam
Kuyakinkan diri akan menjagamu setiap shyam

Indurasmi menemani sepi yang kau bawa dari asal
Pelan suara dengkur keras mengejutkan bual
Menengok kiri kanan ada yang damai terlelap
Tatapanku sendu ingin sekali bersamamu menetap

Menyonsong hari tika baskara bertemu
Kehangatannya terasa hingga mengusik kalbu
Sekali lagi kau tetap manis dari segala arah
Semoga perjalanan ke tempatmu tak ada kata menyerah

Hampir saja dipatahkan oleh lupa
Untuk semua angan yang tercipta perlu usaha dan doa
Perjuangan tidak akan pernah mudah
Bertekad pontang panting sebelum kalah

Izinkan aku menyebut namamu
Menjemputmu hingga waktu memberi restu
Jika kali ini kau bersedia menunggu
Akan kupastikan dahayu di jari manismu

*

Impresi Kalbu

Rambut hitam legamnya mulai memutih
Senyuman teduh yang sedari dulu kukenali
Hangat peluknya terasa damai saat hati dilanda piluh
Selaksa kasih yang telah ia berikan
Tak pernah sekali pun kupikir perpisahan
Hatiku teramat repui karena berjarak
Enggan beranjak tuk melepaskan
Kebaikannya merambat tanpa mengenal batas

Ia dahayu bagai bianglala tepat setelah hujan reda
Menatapnya dari rucita kejauhan
Aku takut kehilangan makna harsa
Darinya kumengenal cinta kasih yang tak pernah padam
Untuk membalasnya pun tak akan cukup perbandingan
Beranjak dari sorotan mata sendu temaram
Kulangitkan doa-doa dalam setiap sujud malam
Izinkan aku menemaninya di saat masa-masa tua
Tepat di samping kanan pangkuan asa
Menggenggam erat atma sang insan
Ibu, panggilan tersayang
Aku kehabisan kata untuk mengerti
Elegi cerita berakhir di baris ini

 

Penulis: Minhad Rahmaniyah, mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Makassar.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.