Bunga Gardenia & Lentera Kita di Awal Bulan Kemerdekaan
Gunung dan hutan-hutan yang membisu menyaksikan kita melangkah menuju
Puncak pegunungan kampung bugis suatu malam di watansoppeng.
Tidak ada yang benar-benar jujur dari hutan itu
Nyanyiannya tentang sepi dan keabadian.
Kau dan aku berdiri tegak meloncati pecahan batu
Dan lumpur-lumpur yang nakal.
Kabut tipis turun pelan-pelan memeluk kita.
Rasa-rasanya tidak ada yang benar-benar cemburu dari semesta
yang menyaksikan kita apa adanya.
kehampaanmu adalah terjemahan desakan sutan syahrir pada soekarno
Agar aku cepat-cepat memproklamirkan rasa dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Dan tentunya suaramu yang irit dan pelan adalah mantra dari dewa-dewa
Yang mengutuk kegelapan sepanjang jalan menuju puncak.
Keadaan itu kasih,
Keadaan itu !
Keadaan itu mengajakku untuk melakukan sebuah perundingan besar.
Apalagi racun dimatamu adalah candu !
lebih candu dari kekuasaan.
Bisumu baknya jangkar yang telah lama ditinggal tuannya
Ingin rasanya aku diajakmu berlabuh tanpa arah
hewan-hewan kecil yang begitu genit mendekap sangat mesra dikulitmu
tidak tahu malu !
ingin rasanya aku mengusirnya.
Aku pikir setelah dipuncak aku bisa mengalahkan egoku,
kulihat semuanya menjadi suram.
Tapi rasanya aku ingin memberikan cinta kesemua makhluk Tuhan.
Aku berharap, dan kau berharap
Asa yang kita tanam di bumi bugis bukan sekedar dongeng nina bobo menjelang tidur’
kita memang terlalu muda untuk sepasang insan.
Padahal asa begitu besar untuk selalu ingin bersua !
Kelak, jika kau tidak ingin berjumpa dengan siapa-siapa
Dan tidak ingin mencintai siapa-siapa,
Gunung dan hutan-hutan kampung bugis yang sepi dan jujur
adalah tempatmu untuk bersandar dan terbenam.
Aku akan menyalakan lentera kita disana,
bercerita tentang kucing-kucing kita yang lucu,
memutar lagu kesukaan kita,
dan berbisik bertanya dikupingmu pelan-pelan !
“Bunga gardenia”
“Kapan kita terakhir bertemu dan membiarkan lentera kita menyekap waktu?”
“Asa yang kita rakit itu ?”.
Hari itu kau akan berusaha mengingat.
Kemudian membius diri sepenunhya, dan tidak butuh sembuh !
Sekali lagi, aku ingin terbenam di kedua pelupuk matamu,
Kemudian mengucapkan kata-kata yang tidak pernah kau dengar
sepanjang sejarah tradisi lisan manusia.
Penulis: Rikky, sedang berusaha menyelesaikan pendidikan di Universitas Negeri Makassar, Fakultas Ilmu Keolahragaan, angkatan 2016. Kesibukan saat ini, sebagai seorang kurir makanan dan barang di Soppeng yang senantiasa berbahagia, sebab biaya akad nikah tidak ditanggung oleh pemerintah! Bisa menghubungi saya di @rikkyy_ jika ingin memesan makanan dan mengantar barang anda sesuai dengan titik.