Dua Puisi Ira
Arang Yang Hilang
Dalam tungku
Arang-arang berlagu saling membakar
Jiwa jadi bara, membara-bara
Tuhan memberi candu mereka
Hadirat.
Ada tali kecil manusia di tepi tungku,
Arang berlalu karena berkaca pagan
Muda.
Arang lalu..
Berkunjung ke sudung Tuhan
Jadwalnya hanya makan, minum, kawin dan mengawinkan
RumahNya jadi biro jodoh
Arang menangisinya hingga baranya mati
Geruh.
Kau kini menjadi tais
Arang, kau bukan kain
Mengapa engkau kusut
Kau bukan gelas
Mengapa engkau menjadi pecah
Haru biru.
Duduk diam,
Dalam kekakuan di pinggir selokan
Hatinya terkencar-kencar
Rindu akan selimut bara
Arang,
Apa kau akan pergi mencari batang korek api
Atau menunggu Nandu membawa sumbu kepadamu
Lakukan saja.
*
Ajariku (ber)Cinta
Setidaknya aku pernah diminta
Beralasan cinta
Diripun berdiri teguh dan hebat
Oleh karena cinta
Syukur.
Kini 'ku dilepas jauh,
juga karena cinta
Tapi inti sungguh tidak tahan seorang diri.
Melawan waktu bergolak sepi terbawa arus bertaruh demi cinta demi hangat cumbunya.
Pahit.
Aku harus membunuh jiwaku
Mengubur hasrat bermain rasa dan meneriaki kupingku hingga tuli.
Biar cinta tetap tinggal dan kudekap berharap satu.
Pelik.
Kalau-kalau cinta jadi bisu, diri bukanlah dirinya lagi.
Kabut pagiku berubah menjadi awan hitam tebal
Cinta beranjak, hilang dan lalu..
Jiwa jadi mati dalam raga yang pura-pura hidup.
Pupus.
Kembali ku berteman dengan hening, lagi.
Kubuat lututku lebih sering bertemu tanah, kini.
Untuk mempertanyakan cinta pada Maha Cinta.
Jawabnya, jangan kau ajak dia!
Karena namanya bukan Cinta.
Sejati.
Penulis: Ira Arianti, aktif di Mapala PMK UNM