Dua Puisi Jusmi
Ayah
Usia mulai menggerogoti tubuhmu, dengan beban yang masih bertumpuk di bahumu yang kurus.
Lelah menjalar ke seluruh tubuh, melukis kerut di kulitmu yang semakin susut, meski bibir pucatmu tak pernah surut menyumbang lekuk tabah.
Kau, adalah tempat pulang paling damai.
Tempat bersandar paling nyaman.
Tempat mengubur segala resah.
Ketetapan Tuhan adalah menjadikanmu udara disetiap dada keturunanmu.
Penyempurna tawa.
Terimakasih telah hebat!
*
Sempurna
Setelah detik merangkul kita dalam perjumpaan,
Sepucuk asa telah mengendap pada harapan.
Segenggam rasa telah Tuhan kirim lewat tatapan.
Melebur ke denyut, hanyut sederas senapan.
Setelah detik menyatukan kita dalam kebersamaan,
Terbit batasan yang mengawal kita pada penantian.
Saling menggenggam dalam bentangan jarak.
Saling merangkul dalam dekap do'a dan harap.
Merekahkan rasa di taman aksara, semerbak hingga ke setiap sisi jenggala.
Setelah detik menyertai kita dengan restu dari semesta,
Setiap hari, selalu mengalir rindu dari pecahnya mega dibawah naungan cakrawala.
Menjadi rintik yang menghidupi bibit-bibit tawa di permukaan jagat raya.
Bersamamu, aku ingin melukis sejarah yang sempurna.
Hingga Tuhan mengantar kita pada usia senja, bahkan hingga melebur bersama tanah.
Penulis: Jusmiati, mahasiswa Jurnalistik UIN Alauddin Makassar