Thu, 12 Dec 2024
Puisi / Kontributor / Mar 28, 2021

Formalitas Yang Baru

Formalitas Yang Baru

Di perjumpaan tahun baru
Ranting harapan tersebar di hulu
Gegap menggepal utas cita
Merakit di setapak luluk
Mendaki di gunukan lapuk
Angannya demikian,
Bukan itu
Ia bersandar di gulungan kapuk
Menatap layar bahkan melamat
Seperti itu dan terus begitu
Jumpa baru
Bunga impian pun memudar berganti
Siklus membiasakan
Tuhan menakdirkan
Masih bergerilya di dekapan nikmat
Serba tahu menjelma sesaat
Perihal nanti akan dipikirkan lagi

*
Tabir Malam

Sunyi bukan?
Detak jam persis di pertengahan malam
Bunyi krik-krik turut merunyam
Tidak akan berkata apapun
Mata sudah lelah menatap
Hati sudah enggan menetap
Melamun bukan perjalanan sia-sia
Disitu gundukan resah dan kesah bersemayam
Mengapa?
Ada lara di sela tawa
Ada canda di sela jumawa
Apa maksudnya?
Tergopoh melambai-lambaikan diri sendiri
Segera berpulang pada jalan kebenaran
Sudahkah benar?
Melepaskan genggaman di tangan
Menghanyutkan gundah di melodi
Menabur cerita baru di sela perih
Seperti halnya jam itu
Ia berputar pada jalur itu-itu
Berganti silih berganti
Tanya hanya bisa ditanya
Adalah bukanlah ditanya lagi
Sudah cukup...sudah
Melepaskan setengah hati
Setengahnya sisihkan menghibur diri
Kata sepenuh agar benar adanya.

*

Mauka Kembali?

Saatnya kita kembali
Kepada jati diri kita
Yang telah disebut manusia
Kholaqnal insaana fii ahsani taqwiim
Kendati al insanu mahallu khata' wannisyan
Bak peluru yang siap menjadi senjata
Menghalalkan segala cara
Ia hanya bisa dikata jika tiada nafsu yang menyerta
Bagaimana napas ini tak terengah?
Bagaimana jiwa ini masih merasa pongah?
Bagaimana wajah ini masih berminyak lusuh
Tidak cukupkah ujian kematian?
Belum saja genap satu bulan
Kabar duka dari ahli quran, ahli hikmah
Ahlil ilmi.
Genderang hijrah biasakanlah
Lebih-lebih kembali fitrah
Manusia
Kembalilah
Pada jalan-jalan mereka
Yang kini telah meninggalkan kita
Peganglah ajarannya
Tidak usah tengok kemana-mana
Miris, jika ada berkata
"Jasadnya telah tiada tapi ruh perjuangan masih membara."
Hanya hiasan bibir semata
Atau penenang gamangnya kalbu
Antara "Mautul 'alim mautul alam"
Atau "Hayatii khoirul lakum wa mamaati khoirul lakum."
Sejenak menanyakan pada diri sendiri
Terutama nurani suci
Maukah kembali?

*

Jalan Tengah

Gema takbir kudengar tidak lagi saat azan ataupun iqomah
Silam, kisah islamisasi menggertak amunisi adidaya
Aksi bukan menjelma keintiman reaksi
Berbuih dan berbuah tiada dipikirkan atau sengaja enggan memikirkan
Kabar itu bagai angin berlalu dan menanggal rasa
Kabar itu menguak kembali
Tokoh bersaling putuskan kebijakan
Prinsip islam rahmatan lil 'alamiin senang masih dipikirkan
'Ikhtilafuu ummati rohmatun' juga bukan katanya saja
Semerbak bunga cinta damai akan terjadi
Alangkah bahagianya menyambut kedamaian
Mereka dan kita menjadi kami
Kasih mengasihi menyemai pasti
Labelitas sengaja tidak untuk sikap primordial
Multikultural, etnis, dan agama berbaur erat

*

Kerinduan

Apa kabar Majene?
Banjarmasin?
Lumajang?
Yogyakarta?
Derai kasih sayang Allah menyambut begitu rindu
Kian waktu doa terbaik dan kabar baik-baik saja
Riuh bincang hangat ini mengungkap musibah
Dari seberang sana ke bilik sini
Dari persepsi akademisi ke praktisi
Dari gempa sampai ke banjir
'Al insaanu mahallul khoto' wan nisyan'
Bak berlomba paling paham dibalik peristiwa itu
Padahal siapa yang palinh tahu kalau bukan Allah Yang Maha Tahu
Berkat bersaing siapa yang lebih tahu
Meredam dan perbaikan diri tenyata minim sekali
Kisah membawa kasih
Dan kisah mengandung hikmah
Untuk kalian bersabarlah
Untuk kami bersyukurlah
Untuk kita kembalilah pada Dzat Yang Maha Pengasih.

 

Penulis: Mu'ayyadah, dari Kudus sejak lahir. Saat ini menjadi mahasiswi di T.IPS IAIN Kudus. Alamat media sosial bisa ditemui di ig: @mayamuza27

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.