Hujan Menyapa: Kamu Berteduh, Aku Menari
Pada malam ketika diluar sedang gerimis,
ada rasa sakit yang menguasai dengan tega,
rintik-rintik itu turut meramaikan tubuhku, membasahi raga yang kian menggigil.
Malam itu, berteduh bukanlah pilihan,
sebab basah adalah klimaksnya adegan. Jika kau bilang aku tak paham puncaknya,
maka kamulah yang mengerti desahnya.
Gerimis itu, semisal aku menolaknya,
aku bukan berarti melarikan diri dari basahnya,
hanya saja bagiku ia kurang deras menyembunyikan sakitku.
Yang berharga bukanlah diriku, melainkan kamu.
Yang butuh waktu bukan kamu, sudah pasti aku.
Namun, apakah kita saling menunggu? tentu saja tidak.
Kamu paling membenci hujan, saat aku memilih menikmatinya; menari diantara melodi rintik yang berciuman dengan permukaan aspal.
Kamu membenci riuhnya gemericik air, sedang aku menjadikannya nyanyian pengantar tidur; merdu sekali.
Dan sampailah kita pada akhir malam ini,
hujan telah usai, gerimisnya tak bersisa lagi, sama halnya dengan waktu yang kugunakan untukmu; aku tak menyesal menghabiskannya denganmu.
Dan hujan pun usai, kamu tak kunjung menghabiskan waktu dengannya, meski ia telah meluangkan waktunya.
Penulis: Mr. Bam aka Mohamad Rizky Bayu Aditya M, mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Makassar, pengurus LPM Psikogenesis.