Puisi-Puisi Anugrah Gio
Kini Tardji Menua
/I/
Kini Tardji menua,
itu tanda
waktu liburnya
akan tiba.
Hari ke hari,
Tardji membaca
selembar doa.
/II/
Waktu yang tersisa
adalah sajak yang luput
dari tangannya.
/III/
Tardji selalu curiga
bahwa maut telah mengintip
dari celah jendela.
“Tiada lagi kegilaan.
Tiada lagi kegilaan!” ucapnya.
2020
*
Akhirnya Ia Sampai di Syria
Setelah
bertahan
bertahun-tahun
untuk mengembara.
Akhirnya ia sampai di Syria.
Dikenalinya kota-kota
yang menjelma ladang kematian.
Orang-orang
terperangkap
dalam musim yang pahit.
Kelaparan
seperti pertunjukkan
teater yang haru.
Ia kenali anak-anak
yang kehilangan harapan.
Ia kenali aroma peluru dan senapan.
Ia dengarkan panjangnya tangisan.
O, pedihnya hidup!
2020
*
Jika Bom Jatuh
Di setiap bom
tersimpan setetes ajal.
Jika ia jatuh,
tubuh-tubuh
yang tabah
akan pulang.
Akan abadi!
Di sepanjang jalan,
akan mengalir air mata
dan elegi memandikan hari.
Penderitaan akan berkibar:
kedukaan berkabar.
2020
*
Sajak Singkat Tentang Perang dan Anak Syam
Kebencian menghanguskan kota-kota,
melupakan kata-kata yang manis.
Anak Syam
kehilangan ibu dan ayah.
Nasibnya, tangisan cuaca.
2020
*
Kesedihan Telah Ranum
Biarkan tangis
serupa syahwat langit.
Kau dan aku:
bunga layu.
Kehidupan
dilumuri waswas
dan kesedihan telah ranum.
Semisal arwah hujan,
waktu bergentayangan
menjelma setangkai kenang.
2020
Penulis: Anugrah Gio Pratama lahir di Lamongan. Sekarang ia sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Karyanya yang telah terbit berjudul Puisi yang Remuk Berkeping-keping (Interlude, 2019). Menyukai kucing dan membenci pertikaian.