Puisi-Puisi Susi Susanti
Gerakan Sektoral
Idealisme mahasiswa tergadai
Ketika gerakan yang dibawahnya memihak
Ketika hanya kepentingan kelompoknya yang ia perjuangkan
Ketika hanya mengandalkan arahan senior
Ketika didapati kongkalikong dengan pejabat
Wajar saja, jika gerakan hari ini bernada sektoral
Alih-alih berjuang atas nama rakyat
Konflik internal masih mendarahdaging di tubuh mereka berhimpun
Birokrat cukup terkekeh menyaksikan laku mereka.
Sebab bila demikian, sangat mudah memainkan ego gerakan.
Kusebut gerakan hari ini ladang mencari eksistensi
Tidak penting tuntutan tercapai atau tidak,
Toh Asal dapat jatah?
Tak jarang para orator hanya tau berkoar-koar mencercah
orasi yang didendangkannya terbilang cacat data
Seakan Lupa mengaplikasikan metode riset.
Dampaknya,
wibawa gerakan kini hilang
Kondisi massa tidak seberapa dibanding dekade sebelumnya
Bilamana dulu rakyat turut andil dalam tuntunan
Hari ini, Rakyat hanya dibuat risih akibat kemacetan apalagi sampai menelan korban.
Semogakan niat memperbaiki selalu ada.
Sehingga, gelar mahasiswa tak sekadar nama
Layaknya menyandang titel agent perubahan
Mesti ada tanggungjawab sosial yang disadari.
Mesti pula leader organisasi cerdas mengelola gerakan
Paling penting kita semua menghindari gerakan sektoral.
*
Negeri Utopis, Barangkali?
Sontakku berpikir
Perihal yang kubaca dalam teks buku-buku dasar itu benar.
tercantum jelas negeriku negara demokrasi.
berdiri tegap atas dasar hukum
Kedaulatan di kepalan tangan rakyat
Segala hak warga dijamin undang-undang
Pers bebas, disibukkan dengan tanggungjawab publik
Peradilan tidak memihak dengan biaya ringan.
Lalu, mengapa suatu waktu mataku menyimpul lara.
Melihat jelas jeritan rakyat di sepanjang jalan.
Menolak penggusuran, menolak tambang
menolak keras jua pasal demi pasal yang dirancang para legislator
Semata-mata untuk kepentingan investor asing, barangkali?
Rakyat hanya diam celengek celengok
tak punya lagi kuasa untuk berkutip banyak
Akuinya, Laku mereka seperti kehabisan cara menyampaikan penolakan.
Kutanya letak daulat rakyat selama ini dimana?
betulkah haknya berpendapat tidak diakomodir?
Bukan perkara sekali dua kali
Amuk demonstrasi terjadi,
bukan tuntutan rakyat yang ditindaklanjuti.
Malahan yang fokus disoroti pers hanyalah tindakan represif aparat.
Untung-untung jika bukan rakyat yang dipenjarakan.
Aparat hanya terkekeh
menganggap remeh temeh darah yang bercucuran dibuatnya.
Biasa terjadi,
Sehingga gerakan dibuatnya was-was
bila hendak menyuarakan berulangkali aspirasi.
nyawa bahkan taruhannya.
Alih-alih peradilan bisa memproses perkara.
Para petinggi, tergiur praktek istilah kasi uang habis perkara.
Sebab rata-rata Hakim telah ingkar kode etik.
Disadari ataupun tidak, sadarlah tuan!
moralitas bangsa telah engkau permainkan.
Tutur pendiri negara telah engkau lucuti
Belas kasih Tuhan pun engkau lecehkan.
Bila hanya tau menumpuk harta, mendudukkan keinginan pribadi
seolah hanya menghamba diri sendiri
Beratku berpikir, Nasib negeri akan tergadai total.
Sudah Selayaknya, kita semua disadarkan
Satu ideologi, satu teriakan.
Jika perlu, Gulingkan saja pemangku jabatan yang semena-mena.
Beri kesempatan figur harapan rakyat.
Itupun, bila ada?
Pikir liarku kadang berasumsi
Tidak ada lagi figur teladan dinegeriku
Tidak ada lagi lembaga bebas kepentingan.
tegasku barangkali
Hayolah puan, tuan
Para wakil rakyat harus tau diri melayani kepentingan umum.
Agar negeri demokratis bukan sebatas harapan utopis.
Penulis: Susi Susanti, mahasiswa asal Takalar.