Tatapan yang Mendiskriminasi
Sehari Sebelum Pandemi
Pagi itu serasa baik-baik saja
Ibu memasak di dapur, sekeluarga makan semeja
Anak bersekolah , ayahpun pergi bekerja
Seorang anak, sebut saja aku pergi kuliah mengenakan kemeja
Tanpa menggunakan cairan cuci tangan & masker di wajah
Hari itu semua aktifitas bisa dikatakan bersahaja
Kita saling melempar puji & puja
Kemudian datang pandemi yang tak diharapkan kedatangannya
Datangnya merubah kebiasaan dari pagi hingga senja
Kawan, marilah kita saling menjaga
Menjaga diri, diri orang lain & sekitar kita
Maafkan perbuatan yang disengaja maupun tak sengaja
Agar diri ini terhindar dari sifat khilaf & bermanja-manja
*
Tatapan yang Mendiskriminasi
Kulihat tatapanmu kala itu
Serasa kalah diri ini
Kumerasa jadi pecundang
Sesaat kumenunduk, tetapi mata ini masih penasaran
Kucoba melupakan, tapi matamu selalu terbayang
Apakah ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?
Ku hanya dapat berdoa, semoga mata ini mampu menyaingi
Bersanding, setara, atau apapun namanya itu
Menaklukkan matamu yang mengintimidasi
*
Pandai Tapi Abai
Dirimu begitu terlihat pandai
Akan tetapi hal itu terciderai
Oleh sikapmu yang abai
Abai terhadap alam yang sudah seperti badai
Badai pandemi yang banyak dijumpai
Walau sudah banyak kasus yang sudah seperti rantai
Kau tetap saja pergi ke kedai
Tanpa memperdulikan himbauan & tak mempercayai
Kau pandai tapi abai
Penulis: Muh.Taufiqul Hakim, mahasiswa Hukum Pascasarjana UMI.