Woi Bung Besar!
Atas nama kekasihku yang kusebut dalam dada, ku luapkan bukan atas dasar partikular!
Katakanlah kita tidak bersetubuh malam ini
Itu karena kawan-kawan duduk di cafe terdekat
Konsolidasi tentang maksud omongan bung besar kita terkasih
Kasih, malam ini kita tidak saling jumpa di dunia maya seperti biasanya rindu mencekik
Katakanlah kita ini tidak sedang berelegi bukan?
Ungkapan maha dalam
Ku tuangkan ke dalam
Agar lebih dalam terasa
Yaa, bukan hanya kamu yang ingin menikmati persoalan yang amat dalam ini
Tentu, ku tak ingin seperti sedia kala
Nikmati malam panjang yang teramat dalam
Tentu, ku ingin kabarkan pada halayak bahwa hari ini juga pemuda senantiasa di topang oleh kepedihan yang teramat dalam
Kekasihku, menara tinggi menjulang tak ku sangka berdiri kokoh
Gedung-gedungnya pun awet nan kemilau
Di sana bersemayam nuraniku
Antek-anteknya berjejeran memanggil kehampaan yang tiada tara!
Duhai kekasihku, kamerad mengajak untuk bercumbu di terik panas
Melawan keterasingan elit politik tentang otaknya terjangkit bakteri
Kau minta apa tentang ini?
Kecemburuan bermetafora gelorakan orasi cinta, kian padamlah rasaku tentang kelembutanmu disaat malam tiba dengan dorongan angin dari kerjasama hujan malam itu
Hari ini saya tetap berselingkuh dan berselisih paham kepadamu kekasihku
Ini bukanlah apa-apa dari sekian tahun lalu bahwa kesetiaanku saatnya menggelinding bukan hanya padamu
Lihatlah kawan-kawan telah dimuat di berita, layar televisi, dan koran-koran itu
Detik ini juga, sepucuk surat sudah ada dihadapanmu. Saatnya balas cintaku dan kabarkan pada perempuan lainnya, kelak kalian adalah ibu perkasa yang mendongengkan si buah hati perihal ganasnya bermain di terik panas
Penulis: Kamal Khatib, Sarjana Hukum Institut Agama Islam Negeri Palopo dan Berliterasi di Rumah Luwu.