Hujan Es Momok Bagi Petani di Desaku
Saat ini di beberapa kota besar hujan sudah jarang turun. Katanya sih, ini masuk musim pancaroba. Namun, berbeda halnya dengan tempat tinggal saya. Sudah hampir dua minggu ini, hujan terus turun. Hanya beberapa hari saja tidak turun hujan.
Yang akan saya bahas kali ini adalah turunnya hujan es yang sudah 3 kali di desa saya (yang saya tahu). Desa saya terletak di daerah pegunungan di ujung Sumatra Selatan. Jarak tempuh dari ibukota kabupaten ke desa saya membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Perbedaan antara ibukota kabupaten dengan desa saya sangat kentara pastinya ya. Di sana sudah seperti kota. Teriknya matahari di jam 8 sudah biasa, sedangkan di sini jam 12 siang masih tampak redup.
Saya baru sekali ini tahu bahwa di desa saya ada fenomena hujan es. Pantas saja beberapa hari yang lalu atap rumah saya terdengar ramai ketika hujan. Mungkin saja hujan es sudah berlangsung sebelum saya menyadarinya. Suaranya mirip seperti ada orang yang sengaja melempar batu ke atap rumah saya.
Saya baru sadar bahwa hujan waktu itu adalah hujan es. Saat itu seorang pemilik warung mengeluhkan panen kopinya yang tidak banyak. Ternyata, fenomena hujan es umumnya terjadi saat pancaroba atau peralihan antara musim hujan dan kemarau. Faktor penyebab hujan es adalah adanya awan Cumulonimbus. Awan ini memiliki bentuk berlapis-lapis yang menyerupai kembang kol. (Diakses pada liputan6.com.2021. Penyebab dan Proses Terjadinya Hujan Es, Ditandai Munculnya Awan Cumulonimbus).
Pekerjaan mayoritas warga desa saya adalah petani kopi, merica, dan sayur-mayur. Saat ini banyak warga yang sudah memanen kopinya, malah ada yang sudah menggilingnya. Dalam setahun, para petani di sini bisa 3 kali. Jika tidak ada hambatan, dalam sekali panen warga bisa mendapatkan minimal 50 karung.
Biasanya setelah panen, bunga kopi yang putih dan berbau harum itu akan bermekaran kembali. Namun, hal itu tidak terjadi. Bunga-bunga itu menjadi busuk karena diterpa hujan es. Bunga kopi tidak bisa menjadi buah karena banyak rontok dan busuk.
Menurut Fatan Muhammad Taufiq, dampak terbesar dari turunnya hujan es di suatu daerah adalah terhadap tanaman pada lahan pertanian. Hujan yang turun dalam bentuk butiran-butiran kristal secara fisik dapat langsung merusak semua bagian tanaman seperti daun, ranting, cabang, dan batang.
Selain itu hujan es juga bersifat sangat asam sehingga dapat “meracuni” tanaman yang terkena hujan es tersebut. (Diakses pada lintasgayo.co.2021. Fenomena Hujan Es dan Dampaknya).
Entahlah mengapa sampai beberapa kali hujan es terjadi di desa saya. Lingkungan di sini mulai rusak, apakah karena hutan yang mulai dirambah menjadi perkebunan dan tanaman berkayu banyak ditebang?
Sebagai warga desa, saya hanya bisa melakukan hal sederhana di rumah. Saya berusaha menghijaukan lingkungan di sekitar saya dengan berbagai tanaman, termasuk tanaman buah. Dengan begitu, saya berharap memberi sedikit andil pada lingkungan saya.
Syukurlah kepala desa di sini pun mencoba menggalakkan para ibu rumah tangga untuk menanam tanaman di depan rumah. Meskipun kebanyakan ibu-ibu menanam tanaman hias, itu sudah lebih baik dibandingkan tidak melakukan apa pun.
Alam ini memang sudah tua dan kita harus mengingat hal itu. Banyak kebaikan yang telah dilakukan alam untuk kita. Sekarang saatnya kita berbuat, bahu-membahu untuk bumi yang kita tempati ini. Jangan biarkan kita menyakiti sesuatu yang telah memberi banyak kebaikan di masa tuanya.
Jangan sampai lagu Ebiet G Ade yang berbunyi,“.... Mungkin alam telah bosan/ Bersahabat dengan kita....” Bila alam sudah bosan memberikan kebaikannya untuk manusia, apalagi yang kita harapkan? Mungkin pada saat itu kehancuran dunia akan terjadi.
Penulis: Meliana Aryuni, yang berprofesi sebagai guru TPA, dapat ditemui di Instagram @meliirham.