Ibuku yang Hebat
Aku anak tunggal yang hidup bersama ayah dan ibu, mereka sangat menyayangiku. Setiap hari kami selalu meluangkan waktu untuk bersama.
Ketika aku mulai mengenal pergaulan dan mulai menginginkan sesuatu yang harus aku dapatkan, aku sering merasa kesal dengan ibuku tanpa sebab.
Aku selalu membantah ketika ibu menasehatiku, aku selalu marah-marah dengannya. Apalagi jika aku minta sesuatu kepada ibu tapi ibu menundanya, aku sangat marah sampai-sampai aku mengobrak-abrik barang-barang di depan ibu.
Tapi ibu tidak memarahiku dia hanya berkata “sabar nak, besok pasti ibu kasih” sambil merapikan.
Aku semakin jengkel kepada ibu. Lalu ayahku datang “dya kenapa kamu nak?” Tanya ayah kepadaku. “Hehe tidak apa-apa yah” sambil masuk kamar. Entah kenapa dengan ayahku aku merasa takut beda dengan ibuku.
Saat aku bangun dari tempat tidur aku langsung mandi untuk siap-siap ke sekolah. Sebelumnya ku lihat meja makan yang sudah ada makanan yang dimasak ibuku untuk sarapan pagi bersama ayah.
Ibuku jarang ikut sarapan dengan kami, ibu hanya menyiapkan sarapan, “nanti ingin ibu masakin apa?” Hampir setiap pagi setelah sarapan ibu bertanya seperti itu kepadaku.
“Terserah yang penting enak” (meringis). Kemudian ibu bergegas ke pasar untuk membeli bahan untuk makan siang dan malam nanti.
Jarang kutemui ibuku saat aku berangkat ke sekolah. Tapi ibu selalu berpesan kepadaku dan ayah sebelum aku berangkat ke sekolah dan ayah berangkat kerja supaya aku dan ayah hati-hati.
Aku hanya berpamitan dengan ayah yang juga mau berangkat bekerja.
Sepulang sekolah “assalamualaikum, assalamualaikum” aku masuk rumah, melihat ibuku yang tertidur di depan TV.
Setelah memasak untukku dan menunggu pulangku hingga ketiduran. Ku lihat wajah ibuku yang berkeringat mungkin karena kelelahan setiap hari melakukan pekerjaan rumah sendiri.
“Oh, dya sudah pulang?” ibu tiba-tiba bangun. Aku kaget “iyaa bu” (berjalan ke kamar).
Ibu menyuruhku agar aku segera makan. Tetapi aku tertidur hingga akhirnya aku lupa makan siang.
Saat ibuku membangunkanku aku malah marah-marah kepadanya. Malam harinya aku baru makan bersama ayah dan juga ibu.
Aku melihat lauk makanan ibu yang dipakai hanya sedikit, tapi laukku sangat banyak padahal aku tak pernah membantu ibu memasak. Disuruh menyapu saja aku menolaknya.
Pada hari minggu yang biasa dilakukan oleh sebagian orang selama hari libur itu membersihkan rumahnya.
Saat itu aku tertidur pulas sampai aku bangun siang, aku tak melakukan apapun. Ketika aku keluar dari kamarku aku melihat ibu sedang membersihkan kaca dan atap rumah, lalu menyapu, mengepel lantai.
“Dya, bantu ibu cepat sini jangan tidur terus” kata ibu. Aku menolak perintah ibu lalu aku berlari ke rumah nenekku yang kebetulan rumahnya tidak jauh dari rumah.
Saat aku pulang aku melihat ayah dan ibuku berdua sedang bercanda di depan televisi, aku tidak ingin mengganggunya.
Memang aku sebel dengan ibu padahal sebenarnya ibu tidak salah, namun aku juga bahagia melihat ibu dengan ayah bahagia berdua. Aku berharap aku akan selalu bersama mereka selamanya.
Pada suatu waktu, saat aku ingin meminta dibelikan handphone baru kepada ayah. Dan disitu ayah menolaknya. Namun ibu datang kepadaku.
“Insya allah ibu akan belikan,” Ibu menenangkanku.
Ternyata handphone yang aku minta ke ayah, ibu belikan untukku padahal uang yang dipakai adalah uang pinjaman. Ibuku rela melakukannya hanya demi aku.
Terima kasih, ibu.
Penulis: Hasbia, seorang pelajar SMK