Karena COVID-19, Saya Jadi Suka Menulis
Saya seorang karyawan swasta yang bekerja di sebuah bioskop yang baru dibuka 2.5 tahun yang lalu di buka di Kota Padang. Kegiatan saya sehari-hari disibukkan oleh pekerjaan, sehingga kejenuhan terkadang hinggap di pikiran. Untuk mengatasi kejenuhan tersebut, saya bersama teman kerja sering merencanakan liburan bersama. Tak hanya itu, sepulang kerja terkadang disempatkan untuk berkumpul bersama walau hanya sekedar makan dan minum di sebuah warung di pinggir Pantai Padang.
Sebelum wabah COVID-19 menyerang, semua kegiatan berjalan seperti biasa. Yang sibuk bekerja terkadang lupa untuk liburan. Yang sibuk sekolah terkadang menginginkan waktu cepat berlalu agar bisa liburan. Bagi siswa kelas 3 dan akan menempuh ujian berharap cepat lulus agar bisa kuliah atau kerja. Mahasiswa yang sibuk kuliah berharap cepat wisuda agar bisa bekerja dan mengurangi beban orang tua. Bagi yang hobi ngumpul bareng teman-teman atau kerabat sering menghabiskan waktu hingga lupa dengan waktu.
Namun, setelah wabah COVID-19 menyerang, semua kegiatan harus dikerjakan di rumah untuk menghindari risiko wabah tersebut menyebar. Yang sibuk bekerja di kantor harus bekerja di rumah. Tak hanya itu, bahkan ada yang terkena PHK karena kondisi ekonomi perusahaannya bisa dibilang diujung tanduk.
Bagi yang sekolah atau kuliah, harus belajar di rumah secara daring, yang tentunya menghabiskan paket internet yang tak bisa dihitung. Yang mau diwisuda juga ada yang ditunda dan ada pula dilakukan secara daring. Yang hobi nongkrong bersama teman-teman juga harus menjaga jarak dan harus dirumah dulu hingga wabah ini selesai. Semua hal yang diharapkan untuk terjadi akhirnya tertunda karena wabah COVID-19.
Bagi saya yang tak hanya seorang karyawan swasta, tapi juga seorang Mahasiswa merasakan begitu jenuhnya kondisi saat ini. Kerja hanya dari rumah, merasa waspada dan berharap perusahaan tempat saya bekerja tak terjadi PHK massal. Mencari kerja disaat situasi kondusif pun susah. Apalagi mencari kerja di situasi seperti ini. Hampir tak ada lowongan kerja yang dibuka. Selain bekerja dari rumah, saya juga disibukkan oleh jadwal kuliah daring.
Saya merasa tak ada manfaat sama sekali jika kuliah seperti ini. Dosen hanya memberikan materi lalu memberi setumpuk tugas dengan batas waktu yang terbatas. Bukan hanya dari satu dosen, tetapi hampir semua dosen memberikan metode kuliah seperti itu. Tugas setumpuk, ilmu pun tak dapat, sementara uang kuliah harus tetap dibayar tanpa ada tangguhan sedikitpun.
Beragam kegiatan untuk membunuh kebosanan telah saya lakukan. Mulai dari bermain game, olahraga di rumah, menonton, mengerjakan tugas kuliah dan tugas kerja. Tetapi, semua itu tak mampu membunuh rasa kebosanan yang kurasakan. Ditambah lagi saya seorang jomblo. Ingin berbagi cerita tak tau dengan siapa.
Berawal dari membaca buku Fiersa Besari, saya mencoba untuk menuliskan kisah percintaan yang pernah saya alami. Di salah satu buku yang saya baca, seorang Fiersa Besari menulis kegalauannya menjadi sebuah buku. Meratapi kesedihan saat kegalauan melanda adalah hal yang biasa. Tetapi mamghasilkan karya disaat kegalauan melanda adalah hal yang luar biasa.
Saya sendiri pernah merasakan kegalauan yang sangat mendalam. Setelah 2 tahun menjalani hubungan dengan seorang wanita, karena kesalahan saya sendiri, wanita tersebut akhirnya menikah dengan jodoh pilihan orang tuanya. Awlanya saya ingin melupakan semua hal tentangnya. Saking ingin melupakan, semua barang pemberiannya sewaktu masih pacaran saya bakar.
Selain itu, saya juga mencoba untuk mencari penggantinya dan yang di dapat hanyalah kehampaan walau saya menjalin hubungan dengan wanita yang lain. Semua kenangan saya bersama kekasih sebelumnya selalu terbayang disaat saya mencoba memulai hubungan baru. Hubungan yang baru tersebut tak pernah bertahan lama. Beberapa kali kandas karena status yang tak jelas.
Setelah beberapa lama semenjak ditinggalkan, saya menutup pintu hati saya untuk wanita yang lain untuk sementara waktu. Menyibukkan diri dengan bekerja tanpa memikirkan hal yang terkait dengan perasaan. Terkadang saya lupa dengan kenangan tersebut, namun seringkali hadir di balik kesunyian yang saya alami.
Apalagi disaat kondisi seperti ini, yang mengharuskan semua kegiatan dikerjakan di rumah yang sering saya lakukan sendirian dan akhirnya menimbulkan kebosanan. Dikala bosan, sunyi terkadang hadir menyapa. Saya berpikir, daripada saya selalu hanyut dengan semua kenangan yang mungkin takkan pernah terulang, lebih baik saya mencoba merubah semua kenangan tersebut menjadi kata-kata.
Mungkin saya bisa membuat novel, cerpen, atau puisi. Lalu, saya bertanya, dimana saya bisa menyalurkan karya saya sendiri jika telah selesai. Saya pun tak bisa menjawab. Saya lebih baik mencoba dulu.
Setelah membaca beberapa buku dari Fiersa Besari, saya mencoba mengikuti kelas menulis online di grup Whatssap. Berbekal sedikit ilmu di grup tersebut dengan kosakata yang serba pas-pasan, saya mencoba menulis kisah saya sendiri. Awalnya mengalami kebuntuan karena sering kehilangan kata-kata saat menulis.
Beberapa hari saya mencoba berhenti menulis, namun entah kenapa keinginan untuk menulis kembali lagi. Saya mencoba lagi untuk menulis. Selagi proses penulisan berjalan, saya mencoba berkunsultasi dengan seorang teman yang saya kenal di grup menulis online.
Dia menyarankan jika mengalami kendala dalam menulis, apapun kendalanya cobalah untuk berhenti sejenak dan mencari kegiatan lain sekedar melepas penat dalam menulis. Selain itu saya juga disarankan untuk mencoba menulis kisah saya dalam bentuk cerpen. Lalu, perbanyak membaca agar kaya dengan kosakata. Karena menjadi penulis juga harus banyak membaca.
Saya coba menjalankan semua saran dari teman saya tersebut. Mencari kegiatan lain yang bisa menumbuhkan inspirasi saya dalam menulis. Membaca buku walaupun buku yang dibaca sebatas buku karya Fiersa Besari. Dan saya selesaikan satu persatu cerpen yang saya buat.
Disela-sela kesibukan menulis, saya alihkan sejenak perhatian ke media sosial Instagram. Saya tak sengaja menemukan sebuah akun yang memuat sebuah lomba cerpen dan puisi. Saya berpikir jika saya harus mencoba memasukkan tulisan saya ke dalam sebuah lomba. Walaupun cerita yang saya buat jauh dari kata bagus, saya tetap akan mencobanya.
Sekalian, saya mencoba untuk menulis puisi yang juga berdasarkan pengalaman pribadi saya. Saya mulai mengikuti semua akun yang memuat semua perlombaan cerpen dan puisi.
Tujuan saya untuk mengikuti lomba dalam menulis bukan untuk memenangkan perlombaan tersebut. Saya hanya ingin mencoba mengukur kemampuan saya dalam menulis. Dan jikalaupun menang, saya anggap sebagai bonus dan apresiasi untuk diri saya sendiri.
Tak hanya sekedar mengikuti perlombaan, saya juga menyalurkan kegalauan saya dengan membuat akun Instagram yang berisi kutipan atau kata-kata galau yang saya ciptakan sendiri. Akun tersebut adalah @kutipan.res. Saya memakai nama samaran alias nama pena dengan menyingkat huruf pertama dari nama saya yaitu R.E.S. Followernya memang tak banyak, tapi saya berharap bisa menjadi inspirasi oleh para pembaca.
Awalnya saya berpikir jika putus cinta adalah sebuah ketakutan yang harus dihindarkan. Setelah ketakutan itu tak terhindarkan lalu terjadi, semua ketakutan yang saya alami menjadi sebuah kegalauan. Kegalauan menjadi sebuah kebiasaan, dan kebiasaan yang terus berulang membuat saya berpikir saya tak harus selalu begini.
Saya harus berubah dan mengubah kegalauan saya menjadi sebuah karya. Karena wabah COVID19 ini, saya dipaksa untuk menulis dan mengingat kembali semua kenangan yang pernah saya alami. Karena COVID-19 ini saya menjadi suka menulis.
Penulis: Rian Eko Saputra, karyawan swasta dan juga sebagai mahasiswa di perguruan tinggi di Padang.