Sat, 07 Sep 2024
Cerpen / Putri Wilda / Jul 26, 2024

Jarum Dalam Kapas

"Ternyata ada manusia gila yang masih saja tak menjaga dirinya. Dibiarkan untuk menyakiti dan merendahkan orang lain. Ungkapan apa yang pantas untuknya?"

***

Senja menutup keras pintu kamarnya itu. Berharap tak ada satupun manusia yang mengganggu ketenangannya. Hatinya sudah sesak. Penuh dengan padatan batu kerikil yang memenuhi.

Serngitan mulut ganas manusia memang benar menusuk. Sejuk angin malam menyapa lengan tangannya. Sunyinya kota membuat mulut ingin berteriak. 

"Mengapa mereka tidak berpikir dahulu sebelum berbicara! Apa mereka tak tahu bahwa itu akan menyakiti hati seseorang! Memang! Mereka tak merasakan hal itu karena merekalah yang tak menjaga mulut."

Senja beranjak dari duduk lesehan menuju cermin berukuran sedang di salah satu sudut kamarnya.

"Asal kalian tahu! Omongan kalian itu menyakitkan!! Susah diterima telinga dan sulit dicerna hati! Mereka membuat rasa sakit Alu semakin menjadi jadi.!" Gelas kaca terbanting pecah di tanah. 

"Kalian selalu saja menyudutkan orang lain! Kalian selalu saja menyesakkan dada yang lapang ini! Kalian tak berpikir sebelum berucap! Kalian tak merasakan kehidupan orang lain! Memang menurut kalian perkataan itu tak ada apa apa nya namun, bagi orang lain itu adalah panah tajam dan runcing yang tepat terkena hati!" Senja masih bercermin melihat wajah dan perkataannya yang ingin menerkam mereka. 

"Jaga mulutmu!! Maaf Alu, aku tidak bisa menolongmu hari ini!" Mata melotot dengan raut muka menekuk di depan cermin. Menjadi saksi kemarahan perempuan berambut acak itu.

Tak terima, sang sahabat diperlakukan tak sepantasnya oleh penduduk bumi itu. Senja masih bercermin lugu. Menggila di kamar sendiri sebelum paginya bertemu manusia manusia gila itu. 

Alu masih saja menerima keadaan dimana semua orang menghinanya. Terbuat dari apa hatinya? Jarum tajam yang menusuk tangan masih digunakan. Senja beranjak.

Ia hari ini brutal. Sangat brutal. PLAKK... Tangan kuning langsat mendarat di pipi laki laki kacau balau itu. Ia tak sadarkan diri, emosinya sudah sampai di suhu tertinggi. Tak tahan lagi. PLAKK...

Ia puas! Membalaskan dendam untuk temannya itu. Keberaniannya patut diapresiasi, selama ini tak ada yang mampu menyentuh bagian dari lelaki biadab itu. "MANUSIA BERHATI IBLIS!" 

"Kau sudah menyentuh Alu! Masih berani mau melawanku!? Haaa!" Menggeret kerah baju dan membanting badan putih. 

Senja sudah di luar kendali, di ruangan, lelaki itu dibantai habis habisan oleh satu perempuan brutal. Kerah baju diangkat kembali, "Sekali lagi kau menyentuh Alu, habis kau.. habisss!" Teriak dan suara tamparan keras terdengar kembali. 

Alu menarik tangan teman yang sudah membelanya. Namun, ia tak suka jika sahabatnya harus mengotori tangannya hanya untuk manusia gila seperti Penta. 

"Senja ngapain kamu! Aku ngga suka ya kamu gitu!" Melepas genggaman pergelangan tangan yang melingkar.

"Biar. Haduhh, seperti bukan aku!" Mencoba menenangkan diri setelah kejadian hari ini. "Aku membelamu Alu, kamu sudah lama di sakiti! Jadi, biar saja!" Menggenggam kedua bahu Alu yang berukuran hampir sama. Senja meninggalkan Alu.

"Jika bukan karena dia, aku ngga akan seperti tadi! Bisa bisanya kau hanya diam di saat jiwamu hampir melayang!" Omongan pelan terendus dari balik badan Senja yang akan pergi.

Teriakan Alu menggelora di bilik kaca jendela, namun manusia penyuka hujan itu sudah tak bisa mendengar gaungnya.

Senja tak kikir ilmu, ia sudah memikirkan matang matang setiap keputusannya pasti tepat dan tak meleset. Tapi, kali ini Alu tak begitu setuju akan hal itu. Sudah di luar nalar dan tak me-logika. 

***

"Senja, daripada aku seperti ini dan menyusahkan semua orang. Biarkan aku pergi bersama ibuku!" Raut muka runyam terpapar jelas setelah pembicaraan.

"Jangan aneh ya Lu. Ibumu sudah pergi dan tak akan kembali. Apalagi yang kau mau Alu? Aku sudah menghadapi bocah ingusan itu untukmu! Dia tak akan semena mena lagi denganmu! Jadi tenanglah!" Senja berdiri resah karena serngitan Alu yang konyol.

"Untuk kali ini tolong dengarkan aku! Aku tak ingin melukaimu seperti Lingga dulu. Terima kasih untuk semua darimu untukku. Aku akan pindah dari kota ini saja. Jaga dirimu baik baik! Aku tak akan menghilang dan akan menemuimu lagi setelah nanti."

"Jangan gila ya Lu. Aku dengan siapa nanti?!"

"Nanti ada seseorang yang akan kutemukan denganmu agar menemanimu! Aku pamit dulu." Tak ada satupun suara setelah percakapan singkat nan suram itu.

 
 
Penulis: Putri Wildapelajar SMA. Tulisan singkat untuk waktu senggang. Temui di Instagram @ptri.wildaa_

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.