Sun, 08 Sep 2024
Cerpen / Wiwit Putra Bangsa / Jul 09, 2024

Shift Malam

“Hey, mengapa kamu melihat saya seperti aneh begitu.  Seperti kamu melihat hantu. Apa ada yang aneh dengan saya?”

“Kamu terlihat pucat Po! Bukan seperti kamu yang biasa.”

“Mungkin ini gara-gara saya berkendara motor kehujanan. Saya kurang enak badan, dan buru-buru datang ke sini. Tadi agak terpeleset sedikit di jalan. Masuk angin mungkin. ”

“Itulah kamu, paling pemalas. Sudah tahu ada shift malam, selalu datang mepet. Lama-lama bos menyuruhmu bekerja dari rumah.”

“Tenang Shy, Betamart24 masih membutuhkan saya. Setidaknya orang yang mau bekerja malam hari begini. Lalu, kenapa kamu belum pulang? Di mana Gar?”

“Gar, minta ganti shift. Ia mau ambil shift pagi. Malam ini dia ada acara keluarga katanya. Paling alasan saja dia mau berkencan dengan Erna. Kalau saja saya sedang tidak membutuhkan uang, malas saya mengganti shiftnya. Cape, lagi ‘dapat’ pula.”

“Muka kamu yang pucat Shy, pantas saja kamu lagi ‘dapat’. Tidurlah, biar saya yang bekerja. Bersembunyi di sudut sana biar tidak terekam CCTV.”

“CCTV rusak Po.”

“Sudah lapor bos?”

“Tidak usah lah. Biar aman malam ini. Bos terlalu khawatir. Cabang minimarketnya sudah banyak, sudah kaya raya. Hey Po, kamu betul sedang sehat? Kosong sekali tatapanmu. Badanmu dingin.”

Hujan deras malam itu membuat jalanan kota terlihat lengang tidak seperti biasanya. Orang-orang lebih cepat mengurung diri dalam kamar, menikmati mimpi pulas.

Suara guyuran hujan dan aroma aspal yang tersiram air hujan menambah kenyenyakan orang-orang.

Hujan deras tidak menghalangi Pipo untuk berangkat shift pada minimarket Betamart24 malam itu. Tidak ada alasan untuk tidak berangkat kerja.

Ia lebih malas tinggal di rumah, mendengar omelan istri yang setiap hari menyalahkan Pipo walaupun sebenarnya tidak ada yang perlu disalahkan.

Istri Pipo hanya mencari tempat untuk koping stress dengan cara ngomel-ngomel. Pipo menerimanya, dia hanya memilih diam, berharap istrinya bisa mereda stressnya dengan cara mengomeli dirinya.

Pipo adalah orang yang terlalu peduli dengan temannya. Ia tidak mau datang terlambat karena pasti akan menyusahkan temannya.

Tak jarang ia sering buru-buru ketika berangkat kerja. Mengendarai motor dengan kecepatan yang tidak lambat.

Malam itu sekitar pukul sembilan kurang, jalanan terlihat sepi karena hujan cukup deras, membebaskan Pipo untuk berkendara bebas hambatan karena tidak ada pengendara lain ketika itu.

Pipo melaju dengan kecepatan tinggi. Sesekali ia melihat jam tangannya yang terlilit di pergelangan tangan kiri. 

Pipo menyadari jalanan licin tetapi ia lebih percaya diri dengan keahliannya mengendarai sepeda motor, dia tidak mengurangi kecepatan berkendaranya.

Di pikirannya, sebelum pukul sembilan ia harus sudah tiba di Betamart24 karena harus berganti shift dengan temannya.

Pada persimpangan lampu merah terakhir sebelum Betamart24, Pipo tidak mengurangi kecepatan berkendara. Sekitar lima ratus meter dari persimpangan itu, terlihat lampu lalu lintas berwarna hijau.

Ia berburu agar tidak terkena lampu merah. Hingga tepat pada persimpangan itu  Pipo dikagetkan dengan laju kendaraan lain dari sebelah kanan. Dilihatnya sepeda motor dengan laju yang sangat kencang melanggar rambu.

Pipo sempat menoleh ke kanan. Terlihat lampu sepeda motor yang hendak menabraknya semakin dekat. Kejadian sepersekian detik itu membuat kinerja otak Pipo meningkat.

Ia bisa memberikan beberapa pilihan atas kejadian yang akan menimpanya. Ia harus memilih menarik gas meningkatkan laju sepeda motor atau menginjak rem sekencang-kencangnya.

Pipo lebih memilih dengan menginjak rem pada kaki kanannya, berharap sepeda motor dari arah kanan yang hendak menabrak dibiarkan melaju lebih dulu melewatinya.

Menurut perhitungan Pipo jika ia menarik gas untuk meningkatkan laju sepeda motornya justru akan menabrak pengendara yang melanggar rambu itu.

Perhitungan benar, sepeda motor yang melanggar dari arah kanan melaju melewati sepeda motor Pipo yang hanya beberapa sentimeter hampir menabrak. 

Pipo mengumpat keras pada pengemudi itu, walaupun suaranya tidak dipedulikan.

Pengemudi motor yang hendak menabrak Pipo melaju lenggang meninggalkannya. Sementara Pipo masih menghadapi pilihan lain karena kejadian ini. 

Jalan aspal yang menjadi licin karena guyuran hujan tidak membuat kinerja rem sepeda motor Pipo maksimal.

Ban motor sudah terkunci karena rem tetapi masih melaju dengan sepeda motor Pipo sedikit miring hampir ambruk ke arah kanan. 

Pipo tidak bisa mengendalikan kestabilan sepeda motornya, hingga motor itu benar-benar ambruk ke kanan menyeret Pipo karena kaki kanannya tertindih badan motor.

Pipo dan motornya berseluncur cukup jauh dan kemudian berhenti menabrak trotoar jalan dengan bahu kanan Pipo membentur terlebih dahulu. 

“Jadi kamu jatuh dari sepeda motor? Pantas saja kamu terlihat berbeda.

Pipo menceritakan kesialannya malam itu kepada Shy. Shy yang mau tidak mau harus membantu Pipo karena melihat kondisi badannya yang baru saja diperhatikan ternyata banyak luka.

Shy sebenarnya tipe orang yang tidak mau mengurusi hidup orang lain. Ia terlihat cuek. Tetapi melihat luka temannya yang mengkhawatirkan, Shy membantu Pipo.

Beban hidup Shy sudah terlalu berat itulah mengapa dia tidak peduli dengan urusan orang lain. Ia tinggal dengan ibu kandung nya yang single parents.

Tidak pernah tahu ayah kandungnya siapa. Ibu kandungnya terbaring sakit di rumah akibat kecanduan alkohol membuat ginjal rusak mengharuskan cuci darah setiap minggu.

Semasa sehat ibu kandung Shy sering melakukan kekerasan kepadanya sebagai pelampiasan kemarahan kepada ayah kandung Shy yang meninggalkan ibu kandungnya.

Shy menjadi pelampiasan tetapi dirinya tidak tega meninggalkan ibunya. Ia memahami kondisi keluarganya yang susah.

Shy pernah melakukan percobaan bunuh diri karena sudah tidak sanggup dengan kondisinya. Bekas luka masih basah dan terlihat di pergelangan tangan kiri Shy.

Ditutup dengan plester lebar berwarna bening. Itu mengapa Shy masih terlihat pucat dan sebenarnya tidak dianjurkan untuk bekerja.

Bos Betamart24 sebenarnya sudah menyuruh Shy untuk istirahat tapi bukan Shy namanya kalau tidak keras kepala.

“Kamu jatuh dari motor, tetapi masih bisa pergi ke sini?” 

Sambil mengomel, Shy mengambil kotak P3K putih yang terpasang di sudut toko. Dengan sigap ia membantu membersihkan luka-luka Pipo.

Terutama pada bagian punggung. Dilihat Shy luka yang cukup parah. Darah membeku pada kulit Pipo, sehingga membuat lebam lebar berwarna biru kehijauan menutupi punggung sebelah kanan.

Darah segar menetes dari hidung Pipo. Shy keheranan, luka seberat itu mengapa temannya masih sanggup berdiri bahkan menuju ke tempat kerjanya. Shy berusaha agar temannya tidak bertambah parah dengan mengobati semampunya.

Telepon genggam She berdering mengacaukan keheningan malam itu. Ia heran, tidak seperti biasanya ada yang menghubungi malam hari.

Diambilnya dari saku celana Shy dan kemudian melihat nomor dengan nama kontak Pipo Betamart24, dilihat pula indikator baterai telepon Shy sudah memerah, sudah waktunya untuk diisi ulang.

“Ini nomormu yang menelepon? Hape kamu di mana?”

“Hape saya hilang, mungkin terjatuh waktu kecelakaan tadi.”

“Angkatlah Shy, siapa tahu itu penting!”

Shy yang awalnya ragu untuk mengangkat kemudian menurut seperti terhipnotis Pipo. Shy kemudian bangkit dan menjawabnya.

“Ini dengan Shy? Kakak kenal dengan nama Pipo Rahardi? Saya menelpon dari telepon genggam milik Pipo. Kakak bisa ke Rumah Sakit Amara sekarang?”

“Maksudnya? Sekarang ke mana?”

“Rumah sakit kak. Ini ada korban kecelakaan di persimpangan lampu merah Jalan Beta.”

Shy keheranan. Sebelum menanyakan banyak hal pada penelepon misterius itu, telepon genggam milik She kehabisan baterai.

Shy kemudian menatap Pipo. Perasaannya sekarang menjadi tidak karuan. 

Shy yang memiliki riwayat depresi mulai terlihat panik. Ada yang tidak beres dengan dirinya. Ia merasa terserang  delusi.

Ia ragu bahwa Pipo yang ada di hadapannya tidak nyata. Pipo sebenarnya ada di rumah sakit. 

Shy bangkit, mengambil tas yang tersimpan pada kolong meja kasir. Ia mencari obat penenang yang biasa ia konsumsi tetapi tidak menemukannya.

“Siapa tadi yang menelpon Shy? Ada yang menemukan telepon saya di jalan?”

Suara Pipo mengagetkan yang tidak disadari sudah ada di belakang sambil menepuk pundak Shy.

“Kamu siapa!” Shy panik.

Sambil mencari obat, kepanikan Shy makin menjadi. Pandangan Shy mulai kabur, dilihat luka sayat bekas percobaan bunuh diri pada tangannya yang terplester merembes darah segar. Pandangan Shy mulai kabur.

“Tadi ada yang menelpon dari rumah sakit. Kamu sedang berada di rumah sakit. kamu siapa? Tidak, tidak, kamu bukan siapa-siapa, kamu hanya ada di kepalaku.”

“Shy ini saya Pipo, dan saya tidak sedang di rumah sakit. Mungkin orang yang mau menabrak saya, dia yang terbaring di sana. Kebetulan menemukan telepon saya.”

“Tidak mungkin. Tadi kamu bercerita orang yang mau menabrakmu kabur, dan kamu sempat memakinya.”

“Bisa saja dia terjatuh setelah melalui saya. Tenanglah Shy, saya bukan hantu. Tarik napas kamu dalam-dalam kemudian hembuskan.”

Sebelum kepanikan merada tiba-tiba pintu minimarket terbuka. Masuk dua orang pelanggan, satu laki-laki dan satunya perempuan.

Laki-laki itu memakai jas hujan berwarna putih yang tidak dilepasnya. Padahal tertulis jelas di pintu masuk larangan memakai jas hujan di dalam minimarket.

Laki-laki itu berpostur tinggi besar, memakai kacamata. Berjalan dengan tatapan serius ke arah Shy dan Pipo diikuti perempuan di belakang laki-laki misterius dengan senyum ke arah mereka.

Harapan Shy muncul menjawab kebingungannya pada dua orang pelanggan itu, tetapi tidak lama. Suasana minimarket bertambah suram ketika laki-laki dan perempuan  itu langsung menatap dingin Shy dan Pipo. 

Pipo tidak memperdulikan, baginya ini adalah kesempatannya untuk membuktikan kepada Shy bahwa dirinya bukan hasil dari halusinasi.

Pipo pun berdiri tetapi tubuhnya mulai bergetar. Badannya terasa lemas dan hidungnya kembali mengeluarkan darah segar.

“Bapak Pipo duduk saja. Tenangkan diri bapak, semua akan baik-baik saja asal bapak mau menuruti saya.” Laki-laki misterius itu berkata.

“Teman saya sepertinya sakit pak, dia mengira saya sedang di rumah sakit karena ada telepon aneh. Ini saya benar-benar sehat. Mungkin Shy lupa meminum obatnya.”

“Sudah, bapak Pipo duduk. Ibu Shy juga duduk yah.”

Perempuan yang tadi berdiri di belakang laki-laki berbicara sambil berjalan ke arah Shy dan Pipo. Perempuan itu berusaha memegangi mereka berdua.

Anehnya kekuatan perempuan itu bisa menahan mereka berdua. Shy dan Pipo semakin memberontak, tetapi ketika Shy dan Pipo mengelak, kekuatan perempuan itu seperti bertambah kuat, dan semakin kuat.

Hingga Shy dan Pipo merasa lemas dan tidak bisa bergerak tetapi masih bisa mendengar percakapan lelaki dan perempuan misterius itu.

Pipo melihat laki-laki itu berbisik ke telinga perempuan kemudian disusul tatapan sedih perempuan ke arah Shy dan Pipo. Kemudian Pipo terlelap berakhir dengan melihat Shy disamping sudah lemas tidak sadarkan diri.

Pada pagi hari hujan sudah mereda. Sisa air hujan deras semalam masih tertinggal pada ruas dan trotoar Jalan Beta. 

Di Rumah Sakit Amara terlihat sibuk petugas kesehatan menangani pasien membutuhkan pertolongan cepat. Datang mobil ambulan, berhenti di depan IGD 24.

Diturunkannya satu pasien laki-laki dari mobil ambulan, bergegas masuk ruangan dan disambut oleh dokter jaga laki-laki dengan perawakan tinggi besar memakai kacamata di belakangnya berdiri perempuan sambil berkata.

“Pasien baru dok, nama Garry. Luka tusuk pada perut.”

Garry ditangani serius oleh dokter dan perawat IGD 24 Rumah Sakit Amara. Di samping kirinya terbaring pasien lain korban kecelakaan sepeda motor di persimpangan Jalan Beta yang masih tidak sadarkan diri luka pada punggung sebelah kanan dan patah tulang lengan kanan.

Di sampingnya lagi terbaring pasien perempuan yang melakukan percobaan bunuh diri dengan merobek nadi pergelangan tangan kiri. Di ujung bawah kasur pasien perempuan tersebut bertuliskan nama Shynta. 

 
 
Penulis: Wiwit Putra Bangsa lahir di Bandung. Menulis menjadi kebiasaannya untuk mengeluarkan sesaknya segala yang ada di kepala agar tidak terlalu penuh dan berat. Menulis Buku Orang-orang Tersesat (Aglitera, 2021) Puisinya berjudul Liana menjadi juara satu kompetisi online tingkat nasional tahun 2023 (Kreasi Anak Bangsa).

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.