Harapan & Covid-19: Menanti Euforia Kala 5 Juli 2003
Ya, hari ini, tepat pada 5 Juli 2003, WHO mengumumkan bahwa pandemi Sindrom Pernapasan Akut Berat atau biasa dikenal sebagai SARS telah berakhir. Pandemi yang menyebabkan menyebabkan kematian mencapai 775 orang menyebar di 29 negara.
SARS yang kalah itu dikira sebagai pneumonia diperkirakan pertama kali muncul pada November 2002. WHO merilis bahwa sebanyak 8.096 orang yang terinfeksi SARS.
Pasca pengumuman tersebut, negara-negara yang terkena SARS berusaha untuk kembali pulih khususnya dari segi ekonomi dan kesehatan publik. Keogh-Brown dan Smith, peneliti dari London School of Hygiene and Tropical Medicine memperkirakan sekitar 30-100 milliar dollar kerugian ekonomi akibar SARS.
Pandemi SARS juga membuka mata negara-negara untuk memperbaiki layanan kesehatan publiknya. Penelitian yang dilakukan Bell tahun 2003 mengenai Public Health Intervensions and SARS Spread menunjukkan beberapa langkah yang diambil pemerintah yakni mengevaluasi intervensi kesehatan, mengindentifikasi cara karantina, hingga pengembangan tes diagnostik cepat.
SARS menjadi pelajaran penting manusia terhadap bahaya pandemi yang sewaktu-waktu dapat kembali muncul. Negara-negara dan juga lembaga kesehatan berusaha agar setiap virus yang muncul dapat terdeteksi dengan cepat sehingga virus dapat dikendalikan dan tidak menyebar luas.
Pandemi Kembali Mengguncang Dunia
Namun, dunia kembali diguncang dengan munculnya virus baru di akhir 2019. Berasal dari Cina, virus yang kemudian dinamakan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 atau lebih dikenal Covid-19 hanya dalam waktu 7 bulan telah menginfeksi lebih dari 11 juta jiwa di 213 negara.
Per 5 Juli 2019, rilis dari worldometers.info mengungkap sebanyak 11.378.918 kasus Covid-19 dengan tingkat kematian mencapai 533.384. Sekitar 58.530 kasus berada dalam kondisi kritis. 6.433.942 dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Pandemi Covid-19 ini masuk ke berbagai lini kehidupan. Dari sektor ekonomi, laporan dari Congressional Research Service yang update 2 Juli menyebutkan bahwa terjadi perlambatan ekonomi secara global dari 3% menjadi 6%. Perdagangan global juga turun 13% hingga 32%.
International Labour Organization (ILO) juga merilis bahwa sebanyak 1,6 milliar penduduk dunia yang bekerja di sektor informal terancam perekonomiannya akibat Covid-19.
Dari segi kesehatan, terlihat hampir semua negara yang terinfeksi Covid-19 kewalahan dalam pelayanan kesehatan karena kecepatan penyebaran virusnya. Lonjakan kasus yang terus meningkat membuat layanan kesehatan tidak menerima pasien yang lebih besar dari biasanya. Sebagai contoh, berdasarkan rilis bbc.com, hanya dalam waktu singkat rumah sakit di Sao Paulo telah mencapai kapasitas 90%.
Pandemi Covid-19 juga berdampak pada kesehatan mental. Gejala paling umum yang terjadi adalah kecemasan. Association Psychology American (APA) mengungkap sebanyak 48% orang dewasa mengalami kecemasan karena khawatir akan tertular. Sedangkan hasil survei Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia sebanyak 64,3% mengalami kecemasan.
Sektor pendidikan pun tak luput terkena dampak Covid-19. Pemerintah menghentikan belajar secara langsung dikelas dan menggantikannya dengan bejalar daring. UNICEF mengungkap bahwa penutupan sekolah berdampak pada 60% popiulasi siswa di dunia.
Berbagai dampak yang melanda akibat Covid-19 selama 7 bulan terakhir menjadi cobaan bagi manusia di dunia. Pernyataan pun muncul, sampai kapan pandemi ini berlangsung?
Upaya dan Prediksi Berakhirnya Covid-19
Beberapa pakar telah melakukan sebuah prediksi mengenai berakhirnya Covid-19. Berbagai negara diprediksi bahwa Covid-19 akan berakhir di September. Salah satunya prediksi datang dari Indriati Njoto Bisono, ilmuan statistik dari Universitas Kristen Petra yang mengungkap jika Covid-19 di Indonesia akan berakhir bulan September.
Semua negara-negara telah bekerja keras dalam mengatasi penularan yang lebih luas untuk mempercepat berakhirnya pandemi. Mulai dari penambahan anggaran di sektor kesehatan sembari pemberian bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak, melakukan percepatan tes Covid-19, hingga melakukan pembatasan sosial berskala besar maupun lockdown.
Langkah-langkah yang dilakukan itu harusnya membuat individu juga melakukan upaya agar berperan dalam mengurangi penularan. Tetap menjalankan protokol kesehatan saat beraktivitas merupakan langkah yang dapat ditempuh.
Masyarakat juga tidak ingin aktivitas yang dilajalan terus terhambat oleh Covid-19. Sebagian besar masyarakat berharap agar Covid-19 segera berakhir. Hasil survei yang dilakukan oleh Voxpopuli Research Center menunjukkan 67,4% masyarakat khawatir tidak bisa bekerja.
Harapan akan euforia 5 Juli
Harapan ternyata memiliki dampak positif terhadap kesehatan mental. Penelitian yang dilakukan oleh Hartmann bersama 9 peneliti lainnya mengungkap jika harapan bisa berkontribusi pada tindakan mengarahkan dengan cara terbaik, membantu individu untuk memaksimalkan manfaat bagi diri mereka sendiri.
Penelitian yang dipublikasi di Journal Medicine tahun 2018 ini juga menunjukkan bila harapan dapat dilatih yang akan bermanfaat dalam meningkatkan kognisi dan perilaku. Peningkatan kognisi ini dapat memfasilitasi seseorang untuk mempelajari hal yang baru. Sedangkan peningkatan perilaku penting dalam memproduksi perilaku sehat dan proaktif.
Berharap, tentunya memberikan dampak positif terhadap kesehatan mental dan peningkatan perilaku yang mengarah ke hal positif. Namun berharap saja tidak cukup untuk menghentikan Covid-19. Kesadaran dan tindakan perlu dilakukan agar dapat memutus mata rantai penularannya.
5 Juli 2003 memberikan kita ingatan bahwa pandemi memiliki akhir. Harapan akan euforia kala itu dinanti!
Penulis: Muhammad Riszky, tukang sebar-sebar pamplet yang berharap segera mengakhiri masa studinya melalui pengujian skripsinya.