Thu, 12 Dec 2024
Esai / Kontributor / Jan 05, 2021

Hiperrealitas: Transformasi Kehidupan Pasca COVID-19

Wacana mengenai Virus Corona atau COVID-19 begitu sangat populer saat ini, tidak bisa dipungkiri kabar mengenai orang-orang yang terpapar virus ataupun sampai pada dampak ekonomi politik sangat gencar diberitakan diberbagai media massa dan media sosial. Sebagai seorang pelajar atau akademisi, selain kita membahas dampak-dampak virus tersebut pada sektor kesehatan, pendidikan, ekonomi, politik, migrasi dan sebagainya.

Namun sepertinya bukan bukan ahlinya saya membahas dimensi tersebut. Biarkanlah paara pakarnya yang membahasa hal tersebut agar kiranya tidak terjadi sesat pikir bagi kita semua.

Sebagai seorang mahasiswa yang menggeluti ilmu Antropologi, yang perlu kita bahas adalah mengenai bagaimana tingkah laku serta kebiasaan manusia itu ditengah pandemik virus ini, dan kehidupan manusia yang akan mendatang akan seperti apa. Saya bukanlah peramal akan masa depan, namun secara akademis kita berhak mengkajinya secara demokratis dan ilmiah, tulisan ini bukanlah suatu hal yang final, namun hanya untuk mengantarkan kita pada sebuah pendiskusian agar di bulan ramadhan ini keseharian kita lebih produktif.

Selain wacana mengenai COVID-19 yang populer diperbincangkan. Kata online menurut saya adalah kata yang populer kedua saat ini setelah COVID-19, meskipun kata online sudah eksis sejak lama. Namun mengapa belakangan ini begitu banyak diwacanakan itu karena segala urusan serta kebiasaan masyarakat saat ini dialihkan semua ke sistem online. Baik itu kebiaasaan atau urusan yang lumrahnya dikerjakan seperti biasa atau nyata dialihkan pula ke sistem online seperti rapat, jualbeli pasar, kuliah, dan lain sebagainya.

Hiperealitas

Kita akan bermula pada Hiperrealitas, apa yang dimaksud dengan Hiperrealitas? Hiperrealitas adalah konsep yang dikemukakan oleh Jean Baudrillard, sebuah konsep dimana realitas yang dalam konstruksinya tidak bisa dilepaskan dari produksi dan permainan tanda-tanda yang melampaui realitas aslinya (Hyper-sign).

Konsep tersebut mendistorsi kenyataan sebenarnya dilupakan dan digantikapan oleh kenyataan yang bukan kenyataan atau disebut kenyataan palsu (Hiperrealitas). Konsep tersebut dikomsumsi oleh masyarakat melalui media massa dan media sosial. Hiperrealitas memunculkan sebuah simulacra atau simulakrum, yaitu reaitas yang diciptakan teknologi mengalahkan atau melampaui realitas yang sesungguhnya. akibatnya manusia tergantung pada dunia simulasi dan tidak bisa keluar darinya.

Contohnya Instagram, Gadget, Facebook, Tik Tok, Zoom, game onliene dan serta piranti teknologi lainnya. Simulakrum adalah suatu sitem yang diciptakan tak berawal dan tak berujung, sehingga orang yang sudah masuk dalam sistem tersebut tidak bisa keluar begitu saja dan akan abadi di dalamnya.

Transformasi Kehidupan

Beberapa waktu belakangan ini, kebiasaan yang awalnya lumrah dilakukan secara nyata kemudian menjadi online. Hal itu akan terus-menurus dilakukan dan terpola sehingga menjadi lifestyle atau kebiasaan yang lumrah di masyarakat. Pandemi Virus Corona lah yang menjadi awal mula masyarakat akan terus hidup pada Hiperrealias tersbut.

Kata Baudrillard, model yang simulasi awalnya dilakukan secara sadar kemudian akan menjadi suatu yang dianggap lumrah oleh alam bawah sadar sehingga perilaku tersebut akan dilakukan terus menerus secara tak sadar dan menjadi kebiasaan, hal inilah yang disebut Baudrillard ialah Simulakrum Sejati.

Kebiasaan mayarakat yang serba online tersebut akan menjadi kesejatian dalam diri dan kebiasaan sosialnya sehingga akan terbawa pada Hiperrealitas. Hiperrealitas akan membuat kita berada dalam kehidupan yang penuh dengan kamuflase dan kepalsuan semata, sehingga kita pun akan terbawa pada sesuatu yang sebenarnya bukan kenyataan.

Sehingga setelah berakhirnya Pandemi COVID-19 akan membawa kehidupan manusia kedalam Masyarakat 5.0. Masyarakat 5.0 adalah suatu konsep masyarakat yang berpusat pada manusia (human-centered) dan berbasis teknologi (technology based) yang dikembangkan oleh Jepang. Konsep ini lahir sebagai pengembangan dari revolusi industri 4.0 yang dinilai berpotensi mendegradasi peran manusia.

Melalui Masyarakat 5.0, kecerdasan buatan (artificial intelligence) akan mentransformasi big data yang dikumpulkan melalui internet pada segala bidang kehidupan (the Internet of Things) menjadi suatu kearifan baru, yang akan didedikasikan untuk meningkatkan kemampuan manusia membuka peluang-peluang bagi kemanusiaan. Inovasi dalam Masyarakat 5.0 akan mencapai masyarakat berwawasan ke depan yang memecah rasa stagnasi yang ada.

Masyarakat yang anggotanya saling menghormati satu sama lain, dan masyarakat di mana setiap orang dapat memimpin kehidupan yang aktif dan menyenangkan. Dalam masyarakat informasi masa lalu (Society 4.0), orang akan mengakses layanan cloud (database) di dunia maya melalui internet dan mencari, mengambil, dan menganalisis informasi atau data.

Sementara itu, di Masyarakat 5.0, sejumlah besar informasi dari sensor di ruang fisik terakumulasi di dunia maya. Di dunia maya, data besar ini dianalisis oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), dan hasil analisisnya diumpankan kembali ke manusia dalam ruang fisik dalam berbagai bentuk.

Dengan mewabahnya Covid19, yang mengakibatkan semakin susahnya kita untuk berinteraksi secara nyata, bersilaturahmi dan bercengkrama maka seluruh produsen piranti teknologi yang sudah lama mengancang-ancang terbentuknya masyarakat 5.0 ini akan menyetting seluruh dunia menjadi masyarakat yang serba teknologi Artifisial Intelegent dan Big Data.

Masyarakat akan sulit untuk terlepas dari pemakaian atau komsumsi Piranti Teknologi tersebut. Sebab sudah akan terbiasa pada saat mewabahnya COVID-19 ini dan distingsi atau jarak sosial masyarakat akan semakin jauh sehingga dehumanisasi atau perilaku anti sosial akan menteruak dan masyarakat ke depannya hanya disibukkan dengan piranti teknologi yang dipakainya masing-masing.

Oleh karena itulah mengapa Pewacanaan Online atau internet ini begitu gencar saat ini diluar dari pewacanaan COVID-19 ini. Penggiringan ke masyarakat untuk melakukan secara online merupakan penggiringan masyarakat pada keadaan Hipperrealitas sejati atau masyarakat 5.0. Laju pertumbuhan pengguna internet di Indonesia saja bersifat eksponensial atau tinggi, kita bandingkan dengan indeks pembangunan manusia Indonesia, indeks tersebut menentukan derajat kesejahteraan manusia, meliputi perbaikan kesehatan, pendididikan dan kehidupan yang layak.

Kesenjangan dua bidang yang mencolok ini memperlihatkan tidak ada korelasi nya yaitu dengan gadget atau piranti teknologi yang sering dipakai dengan jatuh bangunnya ekonomi masyarakat yang bekerja secara nyata sehari-hari. Sama sekali tidak berdampak atau memajukan tingkat ekonomi masyarakat, saya pesimis dengan hal tersebut.

Saya bukan ahli ekonomi atau politik, tapi saya bisa pastikan bahwa setelah berakhirnya Pandemi COVID-19 ini maka Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pasti akan merosot. Ekonomi akan lumpuh apalagi dengan diperparah dengan munculnya konsep Masyarakat 5.0 ini.

Pandemi COVID-19 adalah momentum munculnya Revolusi Ekonomi Kapitalis atau Masyarakat 5.0 (Society 5.0). Manusia akan memilih nantinya apakah akan tetap hidup di kehidupan yang nyata yang penuh kegalauan, kegusaran, kemiskinan, ketidakenakan, sakit kejahatan, kepanikan dll atau memilih hidup di Hiperrealitas/maya/online/tiruan yang penuh sorak-sorak, hiburan, keenakan, kegampangan, kemewahan, kenikmatan, kegembiraan dan kepalsuan.

Kesimpulan saya, setelah berakhirnya wabah virus corona ini, maka akan menjadi awal mula dari masyarakat akan hidup abadi pada Hipperrealitas tersebut sehingga menjadi Masyarakat 5.0. Hiperrealitas memberi dampak buruk bagi kehidupan sosial umat Manusia. Seperti menimbulkan berkurangnya sikap respek pada sesama di kehidupan nyata.

Semakin maraknya perilaku individualis dan diperparah oleh pandemic virus ini, dan matinya segala interaksi sosial yang sudah kita bangun selama ini, sebab semuanya beralih ke online atau dalam jaringan. Tidak akan ada lagi Budaya-budaya tradisional, semua produk budaya menjadi dikomersilkan kelak, mencuatnya Hiperrealitas maka akan mati interaksi sosial, kita menciptakan budaya komunikasi tanpa tersela tapi justru mengurangi waktu kita untuk berpikir dan bekerja secara nyata.

Sehingga kehidupan manusia akan terbawa pada kehancuran dengan munculnya Masyarakat 5.0. Oleh karena itu mari kita berdoa agar diberikan keselamatan dunia, akhirat, dan dunia online(maya) serta wabah virus ini bisa berakhir.

 

Penulis: Ismail Saputra, Kabid Pendidikan dan Kebudayaan HMPS Pend. Antropologi FIS UNM, berusaha menjadi manusia.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.