Thu, 12 Dec 2024
Esai / Ibnu Azka / Jan 30, 2021

Indonesia Darurat Ruh

Idza Qallal Ma'ruf Sharamunkaran Waidza Sya'al Munkaru Shara Ma'rufan
"Apabila Ma'ruf Telah Kurang Diamalkan Maka Dia Menjadi Mungkar Dan Apabila Mungkar Telah Tersebar Maka Dia Menjadi Ma'ruf."
 
Sejak Tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia Telah Menyatakan Diri Sebagai Negara Yang Merdeka. Lahir dengan tumpah darah para pahlawan melawan penjajah. Tangis air mata menderuh di luasnya tanah air, jejak para pejuang kini sisa kenangan yang terukir dalam sejarah.
 
Sudah 75 Tahun Indonesia Merdeka, Namun masyarakat masih banyak yang merasa tidak merdeka, lantas dimana letak kemerdekaan yang telah dikumandangkan itu ?
 
Ada apa dengan Indonesia hari ini? Jawabannya adalah Indonesia telah kehilangan ruhnya dimana kemerdekaan untuk rakyat itu dirampas oleh para penguasa negeri yang buas akan tahta dan kuasa. 
 
Kita hanya bisa mengatakan ada pemerasan dan kesenjangan. Itulah yang sebenarnya telah terjadi. Rantai ketidakadilan, kebuasan kini merajalela di negeri ini. Meski Presiden Pertama Soekarno dengan retorikanya mengutuk kapitalisme tapi kekuasaannya tak lama. Investasi asing dengan kekuatan raksasa mulai menyerbu masuk. Hutan, minyak, emas dan batubara jadi bahan perdagangan internasional penduduk malah menderita dan hanya menjadi penonton saja .
 
Sedangkan pada masa Soeharto yang dikenal sebagai sang tiran memulai pembangunan dengan mematuhi prinsip kapitalisme menguras seluruh kekayaan alam yang ada dan tiap protes pribumi akan dihadapkan dengan senjata. Ekonomi di gerakkan melalui ancaman dan tekanan. Pola pembangunan ini didukung oleh hutang luar negeri.
 
Kita dibesarkan oleh bayang-bayang Soeharto. Tak ada lagi caci maki untuknya kini. Bahkan sebagian rakyat bangga dengan prestasi ekonominya.
 
Rakyat tahu mereka dikelabui tapi tak tahu bagaimana mengatasi kemuakan itu. Hasil buruk dari kekuasaan akan senantiasa berdampak buruk, nyatanya kekuasaan yang minim tanggung jawab.
 
Apakah ada yang berani bertanggung jawab selama ini jika angka kemiskinan di Indonesia meroket? Ataukah ada yang berani bertanggung jawab jika keadilan tidak didapatkan di ruang persidangan?
 
Maka jika seperti ini kepada siapa rakyat akan mengadu? Kita masih saja dipimpin oleh orang-orang yang mementingkan perutnya dibandingkan rakyatnya sendiri. 
 
Martin Lutcher King pernah mengatakan bahwa hidup tidak hanya di bangun oleh kekuasaan saja tapi juga oleh mimpi-mimpi. Artinya bahwa sedari dulu mimpi untuk menjadi Indonesia sebagai negara yang adil dan makmur sudah lantang dikumandangkan oleh para pahlawan namun kembali kita menyadari bahwa tekad dan niat mereka di pupuskan oleh para pemimpin buas yang senantiasa menggerogoti keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.
 
Maka Indonesia hari ini dengan slogan Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda beda tetapi tetap satu hanyalah sebagai simbolisme saja. Begitupun dengan dasar hukum negara ini yaitu Pancasila dan UUD 1945 yang isinya mengandung nilai-nilai nasionalisme yang patut dijadikan rujukan hidup berbangsa dan bernegara di negara yang beraneka ragam ini. Namun kesadaran ini sangat minim dilaksanakan terlebih pada para penguasa rezim yang pada dasarnya senantiasa menghianati rakyatnya sendiri.
 
Maka benar jika sekarang Indonesia benar benar kehilangan ruh nya yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya dan menegakkan keadilan di atas mata kaki kemerdekaan yang diberikan secara penuh kepada rakyat Indonesia .
 
Banyaknya perampasan HAM, keadilan, kurangnya lapangan kerja, yang miskin di tindih dan yang kaya semakin diagungkan, kekuasaan telah merampas segalanya maka rezim pantas dikatakan para mayat yang haus jabatan dan selalu lupa daratan.
 
Para dewan yang di anggap sebagai penyambung lidah masyarakat tak dapat menyampaikan dan merasakan keresahan masyarakat. UU disahkan dengan ego dan ambisius tanpa memikirkan nasib rakyatnya. 
 
Kekuasaan tak lagi pantas dipercaya, kekuasaan tak bisa menghapus menghapus jejak dusta dan kekejaman. Melawan dengan terus mengingat merupakan cara terampuh untuk mengusik kekuasaan. Jutaaan orang miskin tersebar dibanyak tempat dengan harapan hidup yang kian suram.
 
Sedangkan hukum yang dipuja-puja itu tak berlaku untuk semua orang. Selalu saja penguasa dan jutawan mendapat perlakuan istimewa. Penjara untuk mereka dipenuhi dengan fasilitas mewah, apapun yang dibutuhkan selalu tersedia. Begitulah alur kondisi kebuasan para penguasa dalam memperlakukan rakyat nya dan pejabat negerinya. Jauh panggang dari api yang lenyap dimakan ambisi.
 
Kesaksian hitam ini menjadi dasar untuk mengatakan bahwa negeri ini terpasung. Tak bisa memberi rasa aman, tak mampu mensejahterakan dan tak dapat melindungi rakyatnya sendiri. Maka, jalanan juga jadi pentas perih. Orang miskin diburu-buru karena dianggap langgar estetika. Hukum jalanan ditegakkan dengan cara nista.
 
Bagi yang berkuasa diperoleh perlindungan dan untuk yang tertindas, miskin akan dipasung haknya. Ketakutan kemudian ditebarkan melalui aturan keji, tetapi para jutawan dipersilahkan merampok apa saja asalkan tahu sendiri pembagiannya .
 
Tampang necis dan busana rapi hanya untuk menyembunyikan niat busuk mengkomersilkan pasal. 
 
Kini waktunya pemuda dan seluruh rakyat Indonesia terbangun dari tidur panjangnya , para pahlawan pada masa lampau kini beberapa diantaranya bersalin rupa berwajah dua menjadi kaum pecundang, menghiasi parlemen tanpa proposa. Sebagian malah memilih bersekutu dengan para penguasa, menjilat lidah dengan dalih kesejahteraan rakyatnya, mereka ikut serta merampok kedaulatan negeri ini dengan dalih nista memperkuat demokrasi dan melonjakkan pertumbuhan ekonomi.
 
Maka menyuarakan api protes pada rezim zalim adalah sebuah kawajiban , karena jika dibiarkan maka kebathilan akan semakin merajalela di negeri ini dan kebajikan akan semakin terlupakan, pemuda dan rakyat harus mampu mengembalikan ruh Indonesia untuk menciptakan negara yang merdeka, adil dan makmur.
 
 
Penulis: Ibnu Azka.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.