Mon, 29 Sep 2025
Esai / Muhammad Riszky / Sep 25, 2025

Persahabatan yang Awet, Kunci Kesejahteraan Mental

Dalam sebuah perjalanan pulang sehabis ngeCamp di Bissoloro, Kabupaten Gowa, saya bersama 6 teman singgah untuk membeli jagung rebus. Kami menikmati jagung hangat yang lembut dan manis di lidah yang kadang-kadang panas juga.

Di tempat tersebut kami bertemu dengan 5 orang yang usianya paruh baya. Obrolan pun mengalir dengan ramah, diselingi tawa ringan di tengah situasi teriknya panas siang itu. Dari perbincangan tersebut, kami mengetahui bahwa mereka adalah sahabat lama, alumni sebuah SMP di Pallangga, Gowa. Mereka ternyata baru saja mengunjungi Malino, kegiatan Beautiful Malino.

Persahabatan mereka telah terjalin selama puluhan tahun, tetap erat meski beberapa kini tinggal di provinsi berbeda. Mereka secara rutin berkomunikasi dan mengadakan agenda bersama bahkan beberapa kali di daerah-daerah lainnya.

Setelah perbincangan yang singkat dan bermakna itu, dalam hati saya bertanya, mengapa sebuah persahabatan dapat awet selama itu? Apakah kita tidak mampu menciptakan hubungan tersebut? Tak kalah penting, apa manfaat yang didapatkan dari menjadi persahabatan?

Mengapa Persahabatan Awet?

Koneksi sosial dalam banyak penelitian menjadi prediktor yang banyak ditemukan untuk kehidupan yang sehat dan memuaskan. Koneksi sosial itu didapatkan saat kita menjadi persahabatan.

Persahabatan merupakan sendiri dalam beberapa literatur diartikan sebagai hubungan dekat yang sukarela, informal, dan bebas batasan. Ciri yang utama adalah persahabatan biasanya berlangsung lama.

Ada hal yang menarik berkaitan dengan menjalin persahabatan dengan seseorang. Marisa Franco, professor dari The University of Maryland dan penulis buku Platonic: How The Science of Attachment Can Help You Make – and Keep – Friends mengungkap jika setiap tujuh tahun kita kehilangan teman, terutama saat kita memasuki kehidupan yang berbeda.

Namun, mengapa seseorang dapat tetap bertahan dan berlangsung lama meskipun telah memiliki kehidupan yang berbeda?

Brett Laursen, profesor psikologi dari Florida Atlantic University menjelaskan persahabatan dapat bertahan hingga puluhan tahun karena adanya kesamaan dan kecocokan nilai. Dalam tulisannya Making and Keeping Friends: The Importance of Being Similar, ia menjelaskan seseorang yang memiliki kesamaan minat, latar belakang, sikap cenderung lebih mudah mempertahankan hubungan. Hal tersebut membuat komunikasi lebih lancar dan tujuan sosial yang sama.

Hal ini juga diperkuat dengan Angel Martinez, seorang jurnalis yang mengulas mengenai persahabatan. Dalam tulisannya ia menjelaskan jika persahabatan dapat terus berlangsung karena mereka mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di masing-masing dari mereka.

Fleksibilitas perubahan seperti pindah kota, kerja, menikah hingga punya anak mampu mereka terima dan menjadikan hal itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses kehidupannya. Mereka mampu menyesuaikan peran dan mengelola ekspektasi. Komunikasi yang terbuka saat memasuki fase transisi menjadi kunci keberhasilan untuk mempertahankan persahabatan.

Dari pertemuan saya dengan mereka di tempat makan jagung, mereka memiliki kesamaan latar belakang dari sekolah yang sama, yang kemudian berkembang dengan minat dan sikap yang cenderung sama. Hal itu diperkuat seiring usia mereka yang memasuki usia kerja, berkeluarga, punya anak yang membuat mereka terus terhubung meskipun berbeda wilayah. Komunikasi dan tujuan sosial yang terus mereka bincangkan dan kembangkan membuat hubungan persahabatan mereka dapat berlangsung awet.

Kunci Kesejahteraan Mental

Persahabatan yang terjalin dan berlangsung lama memberikan manfaat positif yang signifikan dari berbagai aspek. Hubungan positif yang kaya secara emosional merupakan sumber kegembiraan yang besar bagi kita. Beberapa penelitian telah menunjukkan hal tersebut.

Dalam sebuah studi metaanalisis yang dilakukan pada tahun 2023 oleh Pezirkianidis dan empat peneliti lainnya menunjukkan terdapat enam komponen atau manfaat dari persahabatan. Keenam itu adalah partisipasi yang positif, dukungan sosial, keamanan emosional, ekspresi loyalitas, validasi diri dan pengungkapan diri.

Studi yang diterbitkan pada jurnal Frontiers in Psychology menemukan persahabatan dalam jangka panjang berkorelasi positif dengan kesejahteraan psikologis. Lebih lanjut, studi tersebut juga menekankan persahabatan memberi mereka sumber daya yang diperlukan untuk berhasil mengatasi depresi, kecemasan, kesepian, dan berbagai kesulitan kesehatan fisik dan mental.

Profesor psikiatri dari Harvard University, Robert Waldinger mengungkap bahwa hubungan dekat, lebih dari sekadar uang atau ketenaran, adalah hal yang membuat orang bahagia sepanjang hidup mereka. Menjalin sebuah hubungan jangka panjang dan intens membantu kita mengurangi penurunan mental dan fisik hingga melindungi diri dari ketidakpuasan.

Persahabatan dapat melindungi kita dengan mengubah cara pandang dalam merespon stress. Menjalin persahabatan memberikan kita kesempatan untuk belajar menghadapi beragam situasi yang membuat kita semakin dewasa dan bertindak dengan bijak.

Temuan penelitian dari Ajrouch, Hu, Webster, Antonucci tahun 2023 menunjukkan jika persahabatan membantu kita menghubungkan dan menyediakan sumber dukungan emosional, identitas, informasi. Hal itu membantu kita untuk membentuk cara berpikir dan tindakan yang baru.

Dalam temuannya yang dipublikasikan di Developmental Psychology Journal, mereka menjelaskan jika kedekatan emosional meningkat seiring bertambahnya usia. Selain itu aspek negatif ikatan persahabatan tidak meningkat, melainkan cenderung stabil dari waktu ke waktu.

Pada anak-anak dan remaja, menjalin persahabatan dapat melindungi mereka dari masalah kesehatan mental yang dapat ditimbulkan dari tantangan sosial pada usianya. Narr, Allen, Tan, dan Loed dalam penelitiannya tahun 2019 mengungkapkan jika menjalin persahabatan pada usia remaja akan berdampak terhadap peningkatan harga diri dan penurunan gejala kecemasan dan depresi saat memasuki masa awal dewasa.

Sehingga Zara Abrams, penulis yang fokus pada neurosains dan riset psikologi menyarankan kita untuk mengamplifikasi hubungan sosial melalui persahabatan termasuk di sekolah, tempat kerja, tempat umum bahkan melalui hiburan. Menjalin sebuah persahabatan yang dapat diandalkan menjadi faktor pelindung kita dari tantangan hidup yang semakin kompleks.

Meningkatkan keterampilan sosial juga dapat dilakukan untuk menjaga hubungan sosial juga meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Menjalin ikatan persahabatan memiliki manfaat dan efek jangka panjang terhadap kesehatan mental dan fisik seseorang.

Tulus dan Jujur

Dalam akhir pertemuan kami sebelum melanjutkan perjalanan pulang, mereka berpesan untuk selalu menjaga persahabatan dan komunikasi yang tulus dan jujur!

Pesan yang sederhana, namun terasa langkah di situasi sekarang ini saat kata tulus dan jujur hanya menjadi hiasan di media sosial kita. Di tengah kondisi yang harus selalu diukur dari materi, untung dan rugi. Tulus dan jujur terasa seperti barang antik yang sudah lupa kapan terakhir menemukannya dalam keseharian kita.

Menjalin persahabatan menjadi pelipur lara di tengah langkahnya kejujuran dan ketulusan itu. Mengingatkan kita bahwa masih terdapat ruang aman untuk berbicara tanpa topeng, tertawa lepas tanpa berpura-pura hingga memberikan kepercayaan tanpa syarat.

Terakhir, menulis tulisan ini mengingatkan saya dengan lagu Sindentosca berjudul kepompong. Sebuah lagu yang hits di tahun 2008 yang juga menjadi soundtrack salah sinetron di zamannya.

“Persahabatan bagai kepompong, mengubah ulat menjadi kupu-kupu. Persahabatan bagai kepompong, hal yang tak mudah berubah jadi indah. Persahabatan bagai kepompong, maklumi teman hadapi perbedaan…”

Jadi, kapan kita kembali membangun sebuah hubungan dengan kawan-kawan lamanya?

 

 

Penulis: Muhammad Riszky

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.