Thu, 12 Dec 2024
Puisi / Susi Susanti / Jun 11, 2022

Ibu Pertiwi Meraung

Bumi Pertiwi Meraung

Ibu bumi meraung..
Tanah peninggalan moyang telah dirampas,
project-project infrastruktur justru
melanggengkan sifat korup.
para penggarap tani diiming-imingi macam mesin mahal yg justru merampok hasil panen.
Bukannya memenuhi kebutuhan pangan, malah semakin mematikan daya hidup rakyat.

Ibu bumi makin meraung.
penambang ilegal tak tau malu membawa diri,
malah makin terang-terangan menampakkan dirinya.
menyulap lahan agraris menjadi tanah pembawa bencana.
Menghisap tanah,
meriak-riakki jalan dengan tenaga ekskavator

Ahsuuu dahlah..
Kau, memorakpondakkan negeri berbudaya ini
Negeri agraris, Negeri ibuku..
Ibuku yg meraung karena bumi pertiwi telah kau lucuti..

Kekayaan bumi benar-benar telah kau preteli habis-habisan.
Ibu pertiwi terlilit utang
Tanaman sawit makin diperluas
Minyak bumi malah dibiarkan ditawar murah para elit global.

Kemana Laku pemangku kebijakan?
Hahha,..Oiya,
pemangku kebijakan sedang duduk manis disinggasananya
Menyeruput kehormatan, menumpuk kekayaan
sayang sekali yah?
Barangkali, telah hilang takaran moril dibenaknya.
Hampir setiap anggukannya pro kapitalis tau-tau justru menyandera hak pribumi.

Bergembiralah tirani
Bumi pertiwi telah tergadai
bumi pertiwi telah diujung nafas..
Bumi pertiwi nyaris saja mati..
Bertahanlah ibu bumi????

*

Perempuan dan Senja

Setabah jingga menghalaui mendung.
Lalu lalang badai tak membuatnya jera
Seruan awan yang ingin menutupinya tak membuatnya dendam.
Seolah konstan pada keindahan yang hendak disajikan.

Meski, terbilang tidak konsisten ada sepanjang hari
Binar yang dipancarkan tak tanggung-tanggung bermukim di pelupuk mata siapapun yang menyaksikan.

Layaknya perempuan,
Walau hadirnya Seperti kontradiksi,
Keamboian yang ditampakkan tak mungkin abadi
Kerapkali jua, kilaunya hanya dianggap membawa penyakit
Seakan keberadaannya dilaknat sekaligus dipuja-puji

perempuan & senja,
Kepulangannya seperti dinantikan
Bahkan rela-rela didatangi dimanapun oleh pecintanya.
Semakin dipandang, seketika pilu hidup hilang.
Semakin coba dimaknai, akan semakin memberi damai
Memang demikian, paling mahir menghadirkan romantika hidup di penghujung sore.
Hingga kalimat adzan mengantarai datang & perginya
Akhirnya, para penikmatnya justru tunai dihadapan ilahi.

 

Penulis: Susi Susanti, saat ini aktif sebagai Ketua Umum Gerakan Aksara Paraikatte Hipermata.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.