Ajari Aku Cara Hidup
Terkatung-katung di Jalanan, berjalan tanpa tujuan itulah aku sekarang. Aku tidak habis pikir dengan yang aku alami saat ini, hidup sendirian kehilangan teman, keluarga dan harta. Entah karena ulah siapa sehingga keadaan begini adanya, seperti neraka lebih tepatnya neraka dunia.
Jika hidup manusia adalah esensinya untk mencari kebahagiaan dan kebenaran, namun lupa bahwa sebenarnya kita hidup dilingkaran kesedihan dan penderitaan, mereka lupa akan lingkaran setan itu. Mereka semua lupa bahwa sesaat setelah mencapai bahagia kita kembali lagi menderita dan dirundung kesedihan dan sekarang beginilah aku. Benar-benar kehilangan eksistensi sebagai manusia yang mencari kebenaran dan kebahagiaan.
Alih-alih kedua hal itu aku malah mengalami sebaliknya krisis kebenaran dan kebahagiaan. Sudah dua hari setelah hal yang naas itu terjadi pada diriku, aku masih terus berjalan tanpa arah ke segala daerah yang mampu aku tempuh melihat orang-orang di sekelilingku berlalu lalang melakukan aktivitas.
Dari sini mereka nampak begitu besar dan perkasa, dan aku melihat bayangan diriku di pantulan kaca toko sepatu. Kini aku telah nampak berbeda dari mereka yang perkasa itu. Sebelumnya aku masih nonton film semi bersama Tono, kini aku kehilangan semuanya.
Dua hari sebelumnya saat aku masih bisa bertemu dan bercengkrama dengan sahabat karibku Tono, yang telah menemaniku hampir 6 tahunan ini mulai dari kami sama-sama masuk sekolah SMK sampai mendaftar di kampus yang sama di kota rantauan.
Dialah sahabatku, kami sepemahaman dalam melihat hidup dan kondisi sekarang yang makin amuradul akibat pandemi virus. Aku pergi ke kosan Tono untuk meminta aplikasi game miliknya yag terbaru, selepas itu teryata dia menawarkan sesuau yang mungkin seru bagi kami mahasiswa jomblo yang terus-terusan kagum kepada wanita jurusan sebelah yang punya paras cantik nan tubuh yang seksi.
Tono menawariku untuk nonton film semi yang belum lama ini dia download di kafe magic di seberang kosannya, kafe itu bernama magic sebab selalu ada hal yang tidak terduga disana. Pemilik kafe tersebut adalah pesulap terkenal di kota ini dan konon menurut rumor yang beredar adalah penganut suatu sekte mistis yang membuatnya bisa menjadi pesulap handal hingga sekarang ini.
Tono membuka laptop dan memutar film tersebut, tak perlu aku ceritakan secara detail dari film semi yang kami tonton. Dari nonton film semi ini berkali-kali muka Tono berdecak kagum sekaligus membuat kemaluannya berdiri tegak dari balik celana boxer yang ia kenakan, begitupula aku yang hampir menumpahkan cairanku di Kasur lusuh milik Tono.
Jika sampai hal itu teradi mungkin tidak apa-apa bagi Tono, dia tidak keberatan dengan hal itu karena kami berdua sudah mengerti satu sama lain.
“wih cantik bener Sar, liat tuh bodynya juga montok gitu” katanya padaku yang sedari tadi fokus pada tokoh utama film, matanya tidak bekedip ketika yang ditampilkan adalah wanita itu.
“ahh kamu ini Ton, baru juga gitu udah dipuji kayak baru liat ajah” sergahku.
“masih cantikan dan montok bodynya Siska, yang di film ini mah lewat” Kataku menimpali Tono.
”masih cantikan Jenifer lah Ansar”
“Jenifer siapa?”
“Jenifer, tokoh utama di film ini”.
Benar-benar sahabatku ini sudah tau nama tokoh utama di film yang kami tonton, mungkin Tono sudah fans dengannya dan iseng melihat postingan instagram miliknya. Dan benar bahwa kami berdua takjub akan keindahan tubuh si tokoh utama yang berperan sebagai istri muda seorang pejabat kaya tua yang hobinya menyelewengkan anggaran.
Aku heran mengapa wanita muda seindah Jenifer mau menikah dengan orang seperti dia, kenapa tidak denganku saja. Aku mulai berandai bahwa yang ada pada film itu adalah Siska, bentuk wajah, rambut dan tubuhnya hampir mirip dengan Siska mahasiswi dari fakultas ekonomi yang terkenal seantero fakultas ekonomi akan kepemilikan tubuh indahnya.
Aku sering melihat dia mendapat pelecehan berupa kata-kata gombalan dari mahasiswa maupun dosen yang melihatnya berjalan sendirian. Dia adalah salah satu dari sekian banyak bintang kampus, pribadinya yang ramah dan murah senyum membuat orang di sekitarnya mudah nyaman dan jatuh hati kepadanya.
Aku mengenal Siska saat sama-sama mewakili kampus dalam kompetisi karya tulis ilmiah, meskipun pada saat itu kami tidak juara. Pada saat itu Siska belum seperti sekarang yang bergaya necis ala-ala selebgram. Pada saat kami bersama penampilannya masih biasa saja, masih sederhana dan lipstick di bibirnya tidak semerah sekarang. Namun seusai lomba tersebut kami berdua tidak pernah lagi bertemu dan disaat itupula penampilannya berubah.
Aku ketiduran di kosan Tono tidak sadar bahwa matahari sudah hilang di pelupuk horizon, bersama awan sore dia pergi lalu datang bintang yang mengganti. Agak berat rasanya beranjak dari pembaringan yang satu ini, akibat lelah yang menerpa mataku akibat menonton film semi bersama Tono. Aku lalu pergi meninggalkan Tono untuk kembali ke kosan ku yang tidak terlalu jauh dari kosan Tono, meninggalkan dia yang masih tertidur menyanyikan dengkuran khasnya.
Aku melaju menggunakan motorku meninggalkan tempatku bersama Tono menyaksikan sebuah film yang pemerannya mirip dengan Siska. Namun meski waktu sudah merentang tetap saja pemeran wanita pada film itu merasuk di pikiranku, menyergap dan mengalir di setiap aliran darah dan syarafku. Dan, bayangan itu kini berganti menjadi wajah Siska.
Seturut kemudian disaat otakku masih membayangkan kecantikan dan kemolekan tubuh gadis itu. Tiba-tiba sepeda motor Suzuki GSX yang aku kendarai kehilangan kendali, aku terkaget saat lamunanku ternyata berganti menjadi sebuah lubang genangan air yang cukup luas menyiapkan tubuhnya ditabrak oleh ban motorku.
Aku tersentak sehingga aku menghindari lubang tersebut lalu akhirnya kehilangan kendali dan menabrak pembatas jalan yang terbuat dari besi. Setelah kejadian itu aku tidak bisa mengingat apa-apa lagi, yang kutau aku dirumah akit sekarang. Entah siapa yang membawa ku kesini.
Seorang dokter masuk ke ruanganku tanpa mengetuk pintu terlebh dahulu. Dia dokter berwajah datar, kulitnya putih susu, matanya sayu seperti habis meminum alkohol berjalan mendekatiku yang terbaring lemah. Perlahan-lahan langkah sepatunya terdengar berirama beradu dengan lantai putih rumah sakit ini.
Dia mendekat makin mendekat hingga radius beberapa centi dari tubuhku. Dia sepertinya orang yang pendiam. Dokter itu lalu menyuntikku.
“Ini obat penenang supaya rasa sakit akibat jahitan di pelipis mu itu tidak membuatmu menahan nyeri”
Hanya kalimat itu yang keluar dari bibir dokter itu, sejurus kemudian meninggalkanku sendirian dalam ruang gelap ini. setelah itu aku teridur.
Begitulah ceritanya sebelum aku berada pada kondisi seperti sekarang, mendapati tubuhku terbangun berbulu putih halus, mendapati tanganku berubah menjadi mungil dan mempunyai cakar, kumisku memanjang, mataku berubah, semuanya.
Aku tidak menyangka akan menjadi seperti ini, tidak bisa aku bayangkan sebelumnya takdir naas ini menimpaku kondisi dimana tubuhku sekarang berubah menjadi KUCING. Dengan melompat keluar melalui jendela dan mendarat di sisi belakang rumah sakit membuat punggungku agak keram tapi tidak sampai membuatku sampai meninggalkan dunia ini dalam bentuk seekor kucing.
Memang benar kata orang-orang bahwa nyawa kucing itu ada 9 sehingga sukar baginya untuk mati, sekarang nyawa itu ada padaku dan menolongku.
Aku terus berjalan kesana –kemari tanpa arah dan tujuan sampai aku berpikir ingin berjalan menuju kampus ku melihat teman-teman kampusku sedang berinteraksi satu sama lain, berjalan bersama meski mereka melihatku. Tapi mereka tetap saja mengacuhkan diri yang sudah berbeda ini.
Aku tidak seperti dulu yang dilibatkan oleh mereka dalam canda tawa, dalam keluh kesah mereka teman-temanku. Kini aku sendirian dan aku sadar bahwa diriku telah berubah dan tidak dapat bersama dengan mereka lagi.
Tangannya putih seperti susu, telapaknya lembut bagaikan kapas, jari-jemari dan kuku indah yang ia miliki. Perasaan macam apa yang kurasakan sekarang? Jantung kecilku terasa berhenti berdetak, nafasku tidak bisa aku atur saat dirangkul olehnya, penyebab dari semua hal ini adalah Siska.
Dia mengambil ku disaat aku sedang memperhatikan dia sendirian sibuk dengan gawainya. Tidak lama kelembutan itu aku rasakan lalu ia pergi bersama dengan seorang pria yang telah ia tunggu lama, mencampakkan kebahagiaan yang ia bangun untukku.
*
"Kamu cantik banget Siska, dengan tubuh mu ini kamu bisa mendapatkan segalanya dariku, uang yang banyak, fasilitas dan tentu saja nilai mu yang bermasalah di semester ini" Bujuk pria itu. Siska terdiam sejenak.
Aku tiba dilokasi mereka karena penasaran mau dibawa ke mana wanita yang aku sukai itu, rupanya tidak jauh dari kampus, di suatu kontrakan milik pria itu berjarak 500 meter dari kampus.
Dengan segenap kemampuan yang kumiliki aku melompati pria legam berbadan gempal itu cakarku mendarat tepat di pipinya, mencabik-cabiknya bagaikan harimau yang kelaparan dan sepertinya aku mengenal pria itu.
Dia adalah dosen, dosen Siska rupanya nilai Siska bermasalah pada mata kuliah dosen itu dan dosen tersebut memberikan solusi pada Siska, yaitu harus menjadi pemuas nafsunya jika ingin dia lulus pada mata kuliahnya.
Dengan kesibukan yang Siska jalani yang harus kerja paruh waktu untuk meringankan beban finansialnya selama berkuliah. Siska tidak bisa membagi waktunya untuk kuliah dan bekerja meskipun dia berusaha sangat keras untuk menyeimbangkan keduanya, tetap saja tidak bisa.
Sangat bejat, menjadikan kekurangan dari mahasiswinya untuk memuaskan nafsu birahi. Seturut kemudian Siska kabur dari kontrakan itu berlari sejauh mungkin entah kemana, matanya kian mengucurkan air mata.
Puas mencabik muka dosen bejat itu aku kabur mengejar Siska dan aku menemukannya di suatu gang gelap. Dia tersedu menangis. Aku menghampirinya dia tidak sadar kehadiranku. Aku terduduk di depannya menyaksikan matanya yang mendung bercucuran air kesedihan.
Dia melihatku menatapku aku membalas dengan tatapan yang lebih dalam merasakan deritanya. Dia mengangkatku membawaku pada pelukannya. Hangat kurasakan dan aku telah benar-benar merasakan kesedihannya.
Dia berkata "Aku iri padamu, hidup bebas dan disayangi tanpa pernah berpikir mau makan apa, semua tersedia untukmu, aku lelah menjalani manusia."
Aku diam aku tidak bisa menjawab perkatannya, seandainya mampu aku akan bilang bahwa aku sebenanrya manusia yang mendapat takdir berubah menjadi kucing sepertu sekarang, meninggalkan kesenangan dan dunia manusia menjadi seperti sekarang.
Seandainya bisa akan kukatakan bahwa semua makhluk sudah mendapat porsi bahagianya sendiri, kau memiliki paras cantik dan sempurna yang wanita lain iri dengan itu. Belum tentu mereka yang kaya punya paras sepertimu. Semua sudah Tuhan siapkan selepas gelapnya malan pasti akan terbit mentari kan? Dan untukku sendiri, sekarang inilah bahagiaku berada di pelukmu.
Penulis: Muhammad Firman, mahasiswa Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Tetap berusaha aktif menulis meskipun kesibukan magang.