Asap Kemenyan dan Tipu Muslihat
Deraldo, yang akrab dipanggil Dera, tinggal di sebuah desa terpencil di Jawa Timur. Desa itu dikelilingi pegunungan dan hutan lebat, nyaris terputus dari hiruk-pikuk kota. Dera adalah mahasiswa psikologi yang biasanya menghabiskan kesehariannya di kota, namun setiap liburan tiba, ia selalu kembali ke desa. Di sana, waktu terasa berjalan lambat. Dera sering memilih berdiam di rumah, membaca buku, dan menjauh dari keramaian.
Namun, kehidupan di desa itu tidak pernah benar-benar sunyi. Di setiap sudutnya, ada cerita tentang dukun, mantra, dan praktik mistis. Bagi sebagian besar warga, ritual-ritual ini adalah bagian dari keseharian mereka, warisan turun-temurun yang dipercaya membawa keberuntungan atau kesembuhan. Dera, yang sejak kecil melihat hal ini, mencoba untuk tidak peduli tetapi tetap saja mengganggu pikirannya
Ketika Dera baru saja tiba di desa, kabar tentang seorang warga yang sakit parah menyebar dengan cepat. Dalam waktu singkat, keluarga pasien membawa orang itu ke Ki Broto, dukun paling disegani di desa. Ki Broto adalah figur yang penuh wibawa, dengan rambut putih panjang dan sorot mata tajam yang dianggap mampu menembus jiwa siapa saja. Rumahnya yang tampak usang seolah menjadi saksi bisu dari ritual-ritual yang telah lama menjadi tradisi. Dengan kemenyan yang membumbung, dan mantra yang menggema di udara, warga desa berkumpul dengan keyakinan yang ada di hati mereka.
Malam itu, di depan rumah Ki Broto, ritual dimulai. Asap kemenyan mengepul, menyebar aroma tajam yang memekakkan hidung. Puluhan orang berkumpul, berdesakan untuk menyaksikan "keajaiban". Ki Broto berdiri di tengah lingkaran, tangannya terangkat tinggi-tinggi, dan suaranya mengalun dalam mantra yang tidak dipahami siapa pun. Di hadapannya, pasien terbaring lemah, wajahnya pucat.
"Orang ini diganggu jin yang sangat kuat," ujar Ki Broto dengan suara berat. "Ada santet yang masuk ke tubuhnya."
Kerumunan bergumam kagum. Mereka saling bertukar pandang dengan ekspresi penuh percaya. Dera, yang berdiri di pinggir kerumunan, hanya bisa memandang dengan cermat, mencoba mencerna apa yang dilihatnya.
Tiba-tiba, Ki Broto mendekatkan tangan ke perut pasien, mengucapkan mantra dengan lebih keras. Suara rendah seperti erangan keluar dari mulutnya. Saat itu juga, semua mata terpaku ketika sebuah paku berkarat perlahan-lahan muncul dari perut pasien. Paku itu dimasukkan ke dalam wadah air yang sudah disiapkan sebelumnya.
"Wah, luar biasa! Mbah Broto memang sakti!" seru seseorang dari kerumunan.
"Ilmune Mbah Broto memang tak terbantahkan!" timpal yang lain. Namun, Dera merasa ada yang tidak beres. Ia diam, tetapi pikirannya penuh dengan tanya. Bagaimana mungkin hal semacam itu terjadi? Adakah sesuatu yang luput dari perhatian orang-orang? Meski skeptis, ia memilih mengamati dengan tenang, berharap menemukan jawaban.
Keesokan harinya, pasien yang sama kembali mengunjungi Ki Broto. Kali ini, ia mengeluh tentang suara-suara aneh yang terus terdengar di rumahnya pada malam hari. "Kadang seperti suara tangisan, Mbah. Kadang suara barang jatuh... semua ini membuat keluargaku takut," katanya, suaranya bergetar.
Ki Broto mengangguk dengan ekspresi serius. "Itu tanda bahwa ada sesuatu yang belum selesai. Energi buruk itu masih berkeliaran di rumahmu," ujarnya sambil menyiapkan kemenyan lagi.
Dera, yang mendengar kabar ini, mulai merasakan dorongan untuk menyelidiki lebih jauh. Ada sesuatu yang tidak masuk akal, dan ia tahu bahwa kali ini, ia tidak bisa hanya berdiam diri.
Malam itu, Dera duduk di kamarnya yang remang-remang, dikelilingi oleh tumpukan buku dan cahaya lampu belajar yang menyala redup. Ia membuka catatan lamanya, mencoba mengingat sesuatu yang pernah ia baca tentang trik sulap dan manipulasi kimia. Satu kalimat tiba-tiba muncul di benaknya: “reaksi kimia tertentu dapat menghasilkan efek dramatis.” ia sangat yakin bahwa ini semua adalah penipuan, ia merasa harus mengakhiri semuanya.
Dera menyusun rencana. Ia tidak ingin langsung menantang Ki Broto di depan umum, terlalu berisiko. Sebagai gantinya, ia memutuskan untuk mempelajari pola ritual dukun itu terlebih dahulu.
Keesokan harinya, saat Ki Broto kembali menggelar ritual di depan rumah pasien yang mengeluh mendengar suara-suara aneh, Dera datang lebih awal. Ia berdiri di sudut, berpura-pura menjadi bagian dari kerumunan yang penasaran, tetapi matanya dengan cermat mengamati setiap gerakan Ki Broto.
Ketika ritual dimulai, Dera memperhatikan dengan seksama bagaimana Ki Broto membakar kemenyan, mencampurkan beberapa ramuan, dan mengaduk cairan di dalam mangkuk kecil. Ia mengenali bau tajam yang dihasilkan, bahan yang sering digunakan dalam trik kimia.
Saat itu, setelah semua orang pulang, Dera kembali ke tempat ritual dan mengambil sisa abu dari pembakaran. Ia mencampurkannya dengan air yang dibawanya. Saat cairan mulai berbuih, Dera yakin, itu adalah trik sederhana yang memanfaatkan reaksi kimia. Dera mulai menyelidiki lebih jauh. Ia memperhatikan bahwa suara-suara aneh itu selalu terdengar dari sudut tertentu rumah pasien, terutama pada waktu yang sama setiap malam. Dengan perlahan, ia menyelinap di dekat rumah itu ketika malam tiba, membawa ponsel untuk merekam apa pun yang terjadi.
Tidak butuh waktu lama sebelum ia menemukan jawabannya. Di belakang rumah, seorang pria terlihat merangkak pelan-pelan, membawa sesuatu yang menyerupai pipa logam panjang. Dari pipa itu, suara menyerupai gemerisik dan tangisan lirih terdengar. Dera mengenal pria itu ia salah satu asisten Ki Broto.
Dera segera menyalakan kamera ponselnya dan merekam semuanya. Ia merekam bagaimana pria itu meniup pipa, menciptakan suara yang terdengar menakutkan. Ia juga menangkap percakapan samar-samar di mana pria itu menyebutkan, "Mbah bilang, kalau suara ini bikin mereka tambah percaya."
Esok harinya, Dera membawa hasil rekaman itu ke balai desa. Di sana, warga telah berkumpul untuk mendengar penjelasan Ki Broto tentang ritual terakhirnya. Dengan keberanian yang ia kumpulkan, Dera berdiri di tengah kerumunan.
"Maaf, saya ingin menyampaikan sesuatu," katanya dengan suara tegas.
Ki Broto menatapnya dengan tatapan tajam, tetapi Dera tidak mundur. Ia mengangkat ponselnya dan memutar rekaman suara-suara aneh dari asisten Ki Broto. Warga mulai berbisik-bisik, beberapa tampak terkejut.
"Dan ini," lanjut Dera, "adalah bukti lain bahwa ritual yang dilakukan hanya trik kimia." Ia menunjukkan reaksi kimia yang ia buat sendiri menggunakan bahan-bahan sederhana, meniru efek yang sering digunakan Ki Broto.
Warga mulai meragukan Ki Broto. Suasana berubah tegang. Beberapa orang yang sebelumnya memuja Ki Broto mulai mempertanyakan kebenaran kesaktiannya.
"Mbah, apa maksudnya ini?" tanya salah seorang warga.
Ki Broto mencoba membela diri, tetapi semakin ia berbicara, semakin sulit baginya untuk meyakinkan warga yang sudah mulai sadar. Hari itu menjadi awal dari kejatuhan reputasi Ki Broto.
Ki Broto menatap Dera dengan mata yang menyala-nyala. "Bocah cilik, jangan sembarangan menuduh!" suaranya menggema, membuat kerumunan yang mulai ribut kembali hening. "Ilmuku ini berasal dari leluhur, bukan trik murahan seperti yang kau tunjukkan! Reaksi kimia? Itu hanya kebetulan. Kau tidak tahu apa-apa tentang dunia gaib!"
Beberapa warga yang masih setia pada Ki Broto mengangguk setuju. "Benar, Mbah. Ilmu ini sudah ada sejak lama. Mana mungkin hanya trik?" ujar salah satu dari mereka.
Dera tetap tenang. Ia tahu Ki Broto akan mencoba menyangkal. "Kalau begitu, bagaimana dengan suara-suara aneh di rumah pasien? Anda bilang itu energi buruk, tapi saya punya bukti bahwa suara itu dibuat oleh asisten Anda sendiri," ucap Dera sambil mengangkat ponselnya.
Ki Broto tersentak, tetapi segera menegakkan tubuhnya. "Itu fitnah! Jangan percaya pada teknologi yang bisa dimanipulasi. Anak ini ingin menjatuhkan saya!" katanya sambil menunjuk Dera dengan wajah penuh emosi.
Kerumunan kembali bergemuruh. Sebagian mulai ragu pada Ki Broto, tetapi yang lain masih membelanya. "Apa benar itu hanya manipulasi?" bisik salah seorang warga.
Dera tidak ingin perdebatan ini terus berlarut-larut tanpa bukti kuat. Ia membuka rekaman videonya dan menayangkannya di hadapan semua orang. Dalam video itu, jelas terlihat asisten Ki Broto sedang meniup pipa logam, menciptakan suara-suara menyeramkan yang didengar oleh pasien. Suara dalam video itu menggema di balai desa, menggetarkan keyakinan para warga yang sebelumnya percaya penuh pada Ki Broto.
"Ini bukti nyata!" seru Dera, menatap kerumunan. "Suara yang terdengar di rumah pasien bukan energi buruk, melainkan ulah asisten Ki Broto. Mereka sengaja menciptakan ketakutan agar kalian terus bergantung pada ritual-ritual palsu!"
Warga mulai berbisik lebih keras. Raut wajah mereka berubah, dari percaya menjadi curiga, bahkan marah.
"Apa maksudnya ini, Mbah?!" seru seorang warga yang berdiri di barisan depan. "Kau memanfaatkan ketakutan kami?!"
Ki Broto terlihat terdesak. "Ini hanya salah paham," katanya dengan suara bergetar. "Asistenku mungkin bertindak sendiri tanpa sepengetahuanku."
Namun, Dera segera membalas. "Mbah bilang itu energi buruk, kan? Bagaimana mungkin jika Anda sendiri tidak tahu sumbernya? Bukankah ini menunjukkan bahwa semuanya hanya kebohongan?"
Kerumunan kini semakin keras. Beberapa warga yang dulunya sangat menghormati Ki Broto mulai maju, menuntut penjelasan lebih lanjut. Wajah Ki Broto memucat, dan ia hanya bisa terdiam. Di tengah keributan itu, seorang warga tua angkat bicara. "Sudah cukup! Selama ini kita terlalu bergantung pada dukun, sementara apa yang sebenarnya kita dapatkan? Ketakutan, harapan palsu, dan kemiskinan. Sudah waktunya kita berubah."
Di malam itu, setelah kerumunan bubar dan balai desa kembali sepi, Dera duduk di depan rumahnya. Udara dingin pegunungan menyentuh kulitnya, sementara suara jangkrik menjadi latar belakang kesunyian malam. Ia memikirkan apa yang telah terjadi, bagaimana kepercayaan yang begitu kuat pada praktik perdukunan bisa runtuh hanya dengan sedikit keberanian dan bukti nyata.
Namun, di balik rasa lega, Dera menyadari bahwa ini baru permulaan. Masyarakat seperti desanya telah lama hidup dalam pola pikir yang mendarah daging, di mana hal-hal yang tak dipahami selalu dikaitkan dengan dunia gaib. Padahal, sebagian besar fenomena itu sebenarnya bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan dan logika yang rasional.
Dera mengambil buku catatan kecilnya dan mulai menulis, sebuah kebiasaan yang ia lakukan untuk merangkum pikirannya. Ia menuliskan sebuah pesan yang terasa penting untuk dirinya sendiri, dan mungkin juga bagi siapa pun yang membacanya:
"Ketakutan kerap kali menjadi celah bagi mereka yang ingin memanfaatkan kelemahan orang lain. Praktik perdukunan, meski tampak mistis dan sakral, sering kali hanyalah permainan manipulasi yang memanfaatkan ketidaktahuan dan harapan palsu. Segala sesuatu yang tampak ajaib seringkali memiliki penjelasan ilmiah yang masuk akal. Kita hanya perlu keberanian untuk mencari tahu dan berpikir kritis."
Dera berharap, apa yang ia lakukan hari ini bisa menjadi langkah kecil untuk membuka mata orang-orang di sekitarnya. Ia tahu, perubahan tidak akan terjadi dalam semalam. Tetapi, selama ada orang yang berani bertanya dan mencari jawaban, kebohongan seperti yang dilakukan Ki Broto tidak akan bertahan lama.
Ia menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit malam, merasa bahwa dunia, seberapapun besarnya, masih bisa berubah dengan langkah-langkah kecil seperti ini.
Penulis: Rangga Pramuda Ardana