Thu, 26 Dec 2024
Cerpen / Pauline Yonathan / Dec 24, 2024

Cinta Arunika

Mentari terbenam, berganti dengan indahnya cahaya bulan dan taburan bintang. Malam tiba selepas indahnya senja meninggalkan langit. Langit dilanda kegelapan disertai deru angin yang menusuk kulit.

Arunika, seorang wanita yang baru saja melepas penat dari segala aktivitasnya hari ini. Ia menjatuhkan diri tepat di tengah ranjangnya sembari menatap layar handphone miliknya.

Senyum tipis mulai terlukis di bibirnya sesaat setelah menatap benda yang sedang ia genggam. Betapa indahnya dunia ketika benih – benih cinta mulai tumbuh bermekaran, pikirnya.

Arunika bangkit dari ranjangnya, kemudian menatap dirinya di cermin. Sudah sangat lama sejak terakhir ia merasakan cinta seperti ini.

Setelah mengakhiri hubungannya yang sudah berjalan selama 4 tahun dengan kekasihnya, ia mulai menikmati kesendiriannya. Namun saat ini, ia kembali merasakan cinta dari seorang pria yang cukup jauh lebih tua darinya.

Pria itu selalu berada di dekatnya, berjumpa dengannya setiap hari dan memberi perhatian yang benar – benar ia butuhkan. Sebut saja pria itu, Baskara.

Walaupun terpaut jauh beberapa tahun darinya, perasaan cinta Arunika berawal dari rasa kagum terhadapnya. Meski menyadari bahwa tidaklah mungkin baginya berakhir indah dengan Baskara, namun ia tetap menyimpan perasaan tersebut. Mungkin, perasaan cinta itu akan ia kubur dalam – dalam ketika waktunya tiba.

Dering telepon membuyarkan lamuan Arunika. Secepat kilat ia meraih handphone miliknya di ranjang.

“Assalamualaikum” kata yang terucap dari suara seorang pria melalui telepon.

“Waalaikumsalam” jawab Arunika dengan sebuah senyuman bahagia pada wajahnya.

“Belum tidur, kan?” tanya pria tersebut untuk memulai percakapan dengan Arunika hingga berlanjut sampai larut malam.

Rupanya dering telepon itu berasal dari Baskara. Selama 3 bulan dekat dengannya, Arunika yakin bahwa perasaan yang ia miliki adalah cinta.

Ia juga dibuat bingung dengan sikap Baskara yang seolah – olah membalas perasaannya melalui tindakan dan perhatian yang ia berikan.

Dari sekian banyaknya perhatian yang tercurahkan, Arunika belum mendapat kepastian tentang hubungan yang akan ia jalani dengan Baskara.

Namun baginya hal tersebut bukanlah masalah besar. Ia ingin menjalani hubungan ini walaupun tanpa status. Percakapan melalui telepon malam itu diakhiri dengan Arunika yang tertidur sesaat setelah mendengar Baskara menyanyikan satu lagu sembari memainkan gitar.

Malam kini berganti menjadi pagi. Semburat jingga mulai terpancar dari ufuk Timur yang menandakan mentari akan segera terbit. Sinar jingga tersebut menembus jendela kamar Arunika yang memaksanya membuka mata secara perlahan.

Arunika mendapati handphone miliknya tepat berada di samping bantal. Ia kembali tersenyum bahagia, selayaknya orang yang sedang mengalami jatuh cinta. Tanpa aba – aba, ia mengirimkan pesan ucapan selamat pagi kepada Baskara.

Good morning, Pak Dosenku” ucapnya melalui pesan teks yang ia kirimkan.

Tak sampai semenit, pesan tersebut mendapat balasan.

“Pagi Arunika, baru bangun ya? mata kuliahnya mulai jam berapa?” tanyanya yang menjadi awal mula percakapan via pesan teks hari ini.

“Iya nih baru bangun. Kebetulan mata kuliah pertama mulai jam 9” jawab Arunika. Percakapan tersebut terus berlanjut, disertai dengan senyum yang selalu terlukis di wajah Arunika.

Waktu menunjukkan pukul 8.30, Arunika segera bergegas menuju tempat dimana ia telah mengenyam pendidikan selama kurang lebih 3 tahun belakangan ini.

Meski lelah, ia tidak pernah menyesal atas keputusannya dalam mengambil jurusan Informatika ini. Perjalanan menuju kampus menghabiskan waktu selama 20 menit.

Ia berlari kecil melalui koridor, melewati beberapa ruangan di sisi kiri, sedangkan di sisi kanan terdapat ruang terbuka hijau dengan sedikit tambahan air mancur di tengahnya sebagai pemanis.

Ia melirik ke layar handphone miliknya, waktu menunjukkan pukul 8.55. Tanpa sengaja, ia menabrak punggung seorang pria yang tepat berada di depannya.

Tak ada waktu baginya untuk melihat wajah orang tersebut, namun mendadak pria tersebut menahan tangan Arunika agar tidak segera beranjak jauh.

Sontak membuat Arunika mengangkat dagunya dan melihat wajah pria tersebut. Wajahnya memerah, salah tingkah ketika mendapati pria tersebut adalah Baskara.

Obrolan kecil pun bermula antara mereka. Perasaan Arunika campur aduk, bahagia dan khawatir akan terlambat mengikuti mata kuliah.

Suara notifikasi dari handphone Arunika menyela obrolannya dengan Baskara. Sejenak ia melirik notifikasi tersebut, rupanya berasal dari grup kelas Arunika tentang pemberitahuan jadwal mata kuliah yang akan dimulai pukul 9.00 diundur, sebab dosen yang mengampu mata kuliah tersebut sedang berhalangan hadir.

Betapa bahagianya Arunika, sebab ia memiliki waktu lebih banyak untuk berbincang dengan Baskara. Sejenak Arunika menundukkan kepala, menyembunyikan wajahnya yang salah tingkah.

“Eh iya, ada sesuatu yang mau aku sampaikan ke kamu. Jadwal mata kuliahnya diundurkan? Kebetulan kelas ngajar aku juga baru saja selesai. Mau ngopi di Coffee Shop depan kampus gak?” Tanya Baskara.

Puluhan kata yang Baskara lontarkan ke Arunika dan ia hanya mampu membalasnya dengan sedikit anggukan kecil tanda ia menyetujui ajakan Baskara.

Sepanjang jalan, Arunika hanya mampu menundukkan kepala dan terdiam, berharap langkahnya sampai dengan cepat di tempat yang mereka tuju.

Namun di dalam kepala Arunika, ia juga berusaha menebak hal apa yang akan disampaikan Baskara.

Apakah Baskara akan menyatakan cintanya? atau apakah perasaan yang selama ini ia rasakan hanyalah rasa percaya diri berlebih, yang artinya Baskara tidak memiliki perasaan yang sama sepertinya.

Tak terasa mereka telah sampai di Coffee Shop yang terletak tepat di depan kampus. Setelah memesan, mereka memilih tempat duduk yang saling berhadapan agar dapat berbincang lebih intens.

Baskara diam sejenak, mengolah kata demi kata yang akan ia sampaikan kepada Arunika. Berselang 5 menit, pesanan kopi yang sedari tadi dinantikan tiba tepat di hadapan mereka.

Baskara meminum sedikit kopi tersebut kemudian mengambil sesuatu dari tas ransel miliknya. Dalam benak Arunika, ia semakin bertanya-tanya, sebenarnya apa yang Baskara ingin sampaikan.

Baskara menghela nafas, kemudian mengeluarkan sebuah undangan pernikahan dari ranselnya. Depan undangan itu tertulis nama yang sangat familiar bagi Arunika. “Wedding of Baskara & Mentari”.

Tanpa mendengar hal yang akan disampaikan oleh Baskara, kini Arunika tahu tujuan Baskara. Namun ia tetap menghargai Baskara yang ada di hadapannya, terlebih lagi Baskara merupakan dosennya. Sembari memberikan undangan tersebut kepadanya, Baskara mengatakan sesuatu.

“Acaranya pekan depan, aku minta maaf ya kalau selama ini ada salah. Persiapannya dari 5 bulan yang lalu, aku berharap kamu bisa datang” ucapnya.

Arunika mengangkat wajahnya, memandangi Baskara dengan senyuman.

“Aku pasti datang kok. Kebetulan di hari itu gak ada jadwal mata kuliah. Selamat ya, semoga lancar sampai harinya” ucap Arunika dengan senyum tipis yang terlukis.

Meskipun rasanya sesak, namun ia berusaha untuk tetap berlapang dada menerima undangan itu. Selama 3 bulan ini ia berusaha menebak perasaan Baskara kepadanya, rupanya perasaan yang ia miliki tidak terbalaskan.

Perhatian Baskara kepadanya hanya sebatas perhatian biasa tanpa melibatkan perasaan dan Arunika menerimanya dengan penuh perasaan, berharap Baskara memiliki perasaan yang sama.

Namun faktanya Baskara sudah memiliki nama lain di hatinya. Mulai detik ini ia bersiap kembali menjalani kesendiriannya dan memetik hikmah dari kejadian ini. Walaupun rasanya berat, ia yakin dapat melaluinya.

 

Penulis: Pauline Yonathan, siswa SMK Kesehatan Terpadu Mega Rezky Makassar. Dapat ditemui melalui Instagram @itsme.pauu_

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.